Login
To share your thoughts
Don't have an account?
Check your inbox
We just sent a link to your inbox. Click the link to continue signing in. Can’t find it? Check your spam & junk mail.
Didn't get a link?
Sign up
Ready to get started
Already have an account?
Check your inbox
We just sent a link to your inbox. Click the link to continue registering. Can’t find it? Check your spam & junk mail.
Didn't get a link?
Join Rappler+
How often would you like to pay?
Monthly Subscription
Your payment was interrupted
Exiting the registration flow at this point will mean you will loose your progress
Your payment didn’t go through
Exiting the registration flow at this point will mean you will loose your progress
JAKARTA, Indonesia — Menteri Agama Lukman Saifuddin menyatakan bahwa radikalisme bukanlah hal yang buruk, jika tidak dibarengi dengan kekerasan.
“Sebenarnya radikal dalam konteks mengakar itu bagus. Tapi yang harus dicegah adalah munculnya kekerasan,” kata Lukman saat menjadi pembicara dalam acara #AyoIndonesia hasil kerjasama Rappler Indonesia dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, di Jakarta, pada Kamis, 28 Januari.
Menurut Lukman, permasalahan yang muncul bersumber bukan pada pemahaman agama yang mengakar, namun pada perilaku kekerasan yang timbul.
“Kekerasan yang harus diperangi, bukan agama yang mengakar yang harus diperangi. Jangan sampai malah jadi cair dalam beragama,” ujarnya.
Lukman mengakui di era digital seperti sekarang ini, informasi terkait agama dapat datang dari mana saja dan jumlahnya tak terbatas, sehingga pihak Kementerian Agama harus dapat melakukan terobosan baru demi menjaga kondusifnya kehidupan beragama di Indonesia.
“Pada tahun 1998, situs-situs yang bermuatan radikal ada dua belasan. Saat ini, minimal ada 9.000-an,” ujar Lukman.
Bahkan, menurut Lukman, ada 46.000 akun Twitter yang terkait Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dengan setidaknya 1.000 followers.
Junjung tinggi perbedaan dalam beragama
Selain masalah radikalisme, Lukman juga mengemukakan soal perbedaan yang ada dalam kehidupan beragama.
“Dalam melihat suatu persoalan, tidak tunggal cara kita memahaminya, karena ulama-ulama kita melihat dari berbagai perspektif. Maka sesuatu yang meskipun tunggal, bisa dimaknai beragam.
"Di sinilah sesungguhnya berkah dari Tuhan menciptakan keragaman itu untuk memudahkan manusia untuk hidup sehari-hari, namun tetap sesuai dengan ajaran agama,” kata Lukman saat menjawab pertanyaan dari salah satu peserta #AyoIndonesia.
Lukman percaya, bahwa dengan keragaman tersebut kita bisa mempunyai pilihan, sesuai yang kita percaya, dan masing-masing dari kita tidak memiliki otoritas untuk menyalahkan pilihan yang lain. —Rappler.com
BACA JUGA: