Kemungkinan skenario pada 22 Juli

L Cui San

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kemungkinan skenario pada 22 Juli

EPA

Rappler menghimpun informasi terkait skenario yang terjadi setelah KPU mengumumkan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.

JAKARTA, Indonesia – Banyak spekulasi yang mengemuka soal apa yang terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan pemenang Pemilu Presiden 2014 pada 22 Juli 2014. Spekulasi ini termasuk soal potensi konflik horizontal di berbagai kota di Indonesia hingga formasi koalisi.

Rappler menghimpun informasi terkait skenario yang terjadi setelah KPU mengumumkan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.

Koalisi

1. Skenario Joko “Jokowi” Widodo-Jusuf Kalla menang

Koalisi Merah Putih pendukung calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dipelopori Gerindra. Koalisi ini diperkirakan akan layu sebelum berkembang. Koalisi Merah Putih ini beranggotakan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti mengatakan, koalisi permanen sulit terwujud jika anggota koalisi tidak memiliki kesamaan ideologi politik.

“Koalisi permanen mungkin jika dan hanya jika ideologi dan kepentingan politik sama,” katanya.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda. Ia menilai, koalisi Merah Putih bersifat taktis atau berbasis pada isu semata.

”Hampir mustahil koalisi itu bersifat permanen. Parpol di Indonesia membentuk koalisi hanya berdasarkan kursi di kabinet dan berdasarkan kesamaan ideologi,” kata Hanta seperti dilansir Kompas.

Menurut dia, kalaupun koalisi itu masih bertahan hingga Selasa (22/7) mendatang saat atau setelah penetapan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum, koalisi Merah Putih tetap hanya bersifat taktis. ”Mereka akan solid, misalnya, saat pemilihan ketua DPR. Koalisi itu juga mungkin akan kembali solid ketika menghadapi rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi,” ujarnya.

Ikrar mengatakan, koalisi Merah Putih beranggotakan partai yang memiliki banyak corak. Ada partai Islam modern, Islam tradisional, dan partai nasionalis.

Pengamat politik M Qodari mengatakan, struktur kepemimpinan di partai politik berpengaruh terhadap dukungan koalisi. Bisa jadi, berganti ketua umum, berganti pulalah preferensi koalisi.

Mari kita telisik satu per satu anggota koalisi Merah Putih.

  • Partai Golkar: Golkar diperkirakan akan hengkang dari koalisi Merah Putih. Alasannya: Golkar tidak memiliki pengalaman menjadi oposisi. Jika berkaca dari sejarah koalisi sebelumnya, Golkar memiliki fleksibilitas politik yang tinggi.

  • Partai Persatuan Pembangunan (PPP): PPP dianggap memiliki potensi untuk loncat pagar. Terlebih, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali tengah tersandung kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Baru-baru ini, Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi menilai, keikutsertaan partainya ke dalam koalisi Merah Putih adalah ilegal. Keputusan itu diambil Suryadharma tanpa melibatkan partai.

  • Partai Amanat Nasional (PAN): PAN diperkirakan akan tetap bersama koalisi Merah Putih. Tetapi, Qodari mengatakan, ada faktor tokoh senior PAN Amien Rais. Amien dikenal memiliki fleksibilitas tinggi. Sebelum bergabung dengan koalisi Merah Putih, Amien pernah mewacanakan duet capres-cawapres Joko “Jokowi” Widodo-Hatta Rajasa. Amien menyebut keduanya seperti sosok Soekarno-Hatta.

  • Partai Demokrat: Keikutsertaan Partai Demokrat ke dalam koalisi Merah Putih belum jelas. Terlebih, saat pendeklarasian di Tugu Proklamasi pada 14 Juli, partai pemerintah ini tidak mengirimkan perwakilannya. Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, Ketua DPD Partai Demokrat Nachrowi Ramli, yang hadir di Tugu Proklamasi, tidak mewakili partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

  • Partai Gerindra:  Sebagai pimpinan koalisi, Partai Gerindra tidak akan loncat pagar. Terlebih, Gerindra telah memiliki pengalaman menjadi oposisi.

  • Partai Keadilan Sejahtera (PKS): PKS diperkirakan akan memilih berada di dalam koalisi Merah Putih. Terlebih, partai pimpinan Anis Matta ini pernah memiliki pengalaman menjadi partai oposisi.

Sementara itu, seusai meninjau Kantor Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Banten, di Serang, Jokowi menyatakan membuka diri jika ada parpol yang ingin bergabung mendukungnya bersama cawapres Jusuf Kalla.

”Kita ini terbuka. Yang ingin ikut membangun negara dengan benar, ya, mestinya dipertimbangkan,” ujarnya.

CAPRES. Prabowo Subianto (R) dan Joko Widodo (L) dalam upacara untuk mendapatkan jumlah mereka untuk pemilihan presiden di kantor Komisi Pemilihan Umum Indonesia di Jakarta, Indonesia, 1 Juni 2014. Photo oleh Adi Weda/EPA

2. Skenario Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang

Gerbong koalisi parpol pendukung Jokowi-JK juga diperkirakan tidak akan solid jika Prabowo-Hatta menang. Saat ini, parpol pendukung Jokowi-JK adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, dan PKPI.

Mari kita lihat satu per satu:

  • PDI-P: PDI-P tidak akan merapat ke koalisi pemenang pemilu. Terlebih, PDI-P berpengalaman menjadi partai oposisi baik sebelum maupun setelah era reformasi. “PDI-P adalah partai yang konsisten,” kata Ikrar.

  • Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): PKB bisa menjadi partai yang paling diperebutkan karena memiliki basis massa Nadhlatul Ulama yang besar. Terlebih, pasca-Pemilu Legislatif 2014, PKB memeroleh suara yang signifikan, yaitu 9,31 persen. Peluang PKB lompat pagar dinilai besar. “Terlebih, NU selalu berkepentingan terhadap posisi menteri agama,” kata Qodari.

  • Partai Nasdem: Saat ini, sulit memprediksi sikap Nasdem. Pasalnya, parpol baru ini belum berkiprah di Parlemen sehingga tidak ada keputusan politiknya yang bisa menjadi acuan.

  • Partai Hanura: Partai Hanura diperkirakan tetap berkoalisi dengan PDI-P. Partai pimpinan Jenderal (Purn) Wiranto ini telah memiliki pengalaman menjadi partai oposisi.

Politisi senior Gerindra Fadli Zon mengatakan, Prabowo, jika terpilih menjadi presiden, akan merangkul kubu Jokowi-JK.

“Komitmen Pak Prabowo membuat satu tim yang merupakan orang-orang terbaik dari anak bangsa, termasuk dari kubu Jokowi,” katanya.

Gugatan ke Mahkamah Konstitusi

Kedua pasang capres-cawapres diperkirakan akan mengajukan gugatan sengketa Pilpres 2014 jika dinyatakan kalah. Terlebih, berbagai hasil hitung cepat lembaga survei menunjukkan, margin antara pihak yang menang dan kalah kecil. Hal ini membuat peluang adanya gugatan sengketa semakin tinggi.

Saat ini, tim sukses Prabowo-Hatta pun sudah menyatakan akan mengajukan gugatan pilpres. Mereka mengklaim telah menyiapkan tim pengacara dan mengumpulkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Jokowi-JK.

“Tinggal pembuktiannya di persidangan. Dilihat juga skalanya, apakah kecurangan tersebut bisa mengubah hasil pilpres atau tidak,” kata Qodari.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014, MK membuka penerimaan permohonan perkara perselisihan hasil pilpres tiga hari setelah KPU mengumumkan presiden dan wakil presiden terpilih.

Sesuai jadwal, MK akan mulai bersidang pada 6 Agustus. Putusan MK terkait sengketa pilpres akan diumumkan dalam waktu 14 hari.

Baik Prabowo dan Jokowi menyatakan akan menghormati keputusan KPU pada 22 Juli mendatang.

”Saya berkomitmen menghormati keputusan KPU tanggal 22 Juli, apa pun hasilnya, jikalau keputusan itu melalui proses yang adil dan transparan,” kata Prabowo dalam keterangan persnya, Rabu, 16 Juli.

Kendati demikian, tim sukses kedua capres menyatakan akan mengajukan gugatan sengketa pilpres ke MK jika kalah.

Keamanan

Ikrar mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan berupaya sekuat tenaga untuk menjaga keamanan setelah presiden-wakil presiden terpilih diumumkan.

“Presiden ingin meninggalkan legacy yang baik. Jika tidak, maka nama pemerintahan SBY akan jelek,” kata Ikrar.

Sementara itu, peneliti Center for Strategic and International Studies, Philips Vermonte, menilai bahwa masyarakat Indonesia sudah cukup dewasa untuk menerima apa pun keputusan KPU.

“Justru para elite politik yang tidak dapat menerima keputusan KPU karena mereka telah mempertaruhkan semuanya,” kata Philips.

Terkait aksi demonstrasi secara masif pasca 22 Juli, peneliti politik Indonesia dari Australian National University, Marcus Mietzner, berpendapat, hal tersebut bisa terjadi jika Jokowi-JK kalah. Pasalnya, Jokowi-JK memiliki pendukung murni hingga ke tingkat akar rumput. Para pendukung ini tidak dibayar. Mereka umumnya tidak terafiliasi dengan jaringan manapun, termasuk yang dikelola oleh para elite politik.

Aksi demonstrasi bisa saja terjadi jika keputusan KPU tidak sesuai dengan dengan hasil hitung cepat lembaga survei yang telah lolos audit oleh Perhimpunan Lembaga Survei dan Opini Publik.

Sebaliknya, Mietzner mengatakan, pendukung Prabowo-Hatta umumnya pragmatis. Antusiasme mereka pun tidak sebesar pendukung Jokowi-JK.

Pada Kamis ini, Presiden juga sudah menjamin situasi di Indonesia tetap aman setelah KPU mengumumkan hasil Pilpres 2014. Presiden telah memerintahkan Kapolri Jenderal Sutarman dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko melakukan langkah-langkah preventif. – pelaporan tambahan dari Zul Sikumbang/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!