Riyanni Djangkaru: Bertaruh nama untuk #SAVESHARKS

Johana Purba

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Riyanni Djangkaru: Bertaruh nama untuk #SAVESHARKS
'Si bule kayak teriak-teriak, ‘What?! You sell sharks fin?’ Dan saya sebagai orang Indonesia pura-pura jelasin ke manager resto. Itu sukses banget bikin yang punya resto kesel.'

JAKARTA, Indonesia – Totalitas seorang Riyanni Djangkaru dalam mengampanyekan isu penyelamatan hiu #SAVESHARKS sudah memasuki tingkat ‘membahayakan’. Pasalnya, Riyanni berani melakukan apa saja; berani malu dan pantang menyerah.

Untungnya dia tidak sendiri. Ada teman-teman, kerabat, sukarelawan, bahkan ‘bule gila’ yang mendukung dia.

SELAMATKAN HIU? Riyanni Djangkaru, inisiator kampanye online #SAVESHARKS, memegang poster yang bertuliskan, ‘Hiu adalah teman, bukan makanan.’ Foto oleh laman Facebook Savesharks Indonesia

“Saya dan teman-teman bule suka ‘kunjungan’ ke resto yang masih jual menu sirip ikan hiu. Kita data dulu, baru kita datangi. Di situ kita bikin drama. Si bule kayak teriak-teriak, ‘What?! You sell sharks fin?’ Dan saya sebagai orang Indonesia pura-pura jelasin ke manager resto. Itu sukses banget bikin yang punya resto kesel,” cerita Riyanni saat ditemui Rappler.com di kawasan Terogong, Jakarta.

Dalam 30 tahun terakhir, populasi hiu terus berkurang hingga 90%, dan yang membuat sedihnya adalah Indonesia ternyata pengekspor sirip hiu nomor satu dunia. Saatnya menggelitik hati kita semua, supaya lebih peduli terhadap laut Indonesia, karena isu kelautan bukan cuma jumlah hiu yang jauh menurun tapi ada banyak, dan itu semua dampaknya akan ke kita semua” – Riyanni Djangkaru

Apakah aksi gilanya itu kemudian berhasil membuat pengelola resto menghentikan penjualan menu sirip hiu?

“Dulu saya diketawain. Sekarang, kalau lihat saya, [wajah] mereka pucat. Dulu, ada supermarket jual bayi hiu. Dia tawarin ke saya dan bilang, ‘ini enak lho’. Sekarang, kalau saya datang lagi, mereka tidak mau ngaku. Ada rasa takut. Dengan kata lain, mereka mulai takut dan mungkin ada rasa bersalah,” jelasnya.

Dia tidak segan mendatangi toko yang sama berkali-kali hanya untuk menanyakan atau menyatakan pernyataan yang sama: “Kok masih jual bayi hiu sih, mbak?”

Tidak takut?

“Memangnya mereka mau apa? Paling mereka marah terus saya diusir. Kalo diusir, saya besok datang lagi. Kalau masih tidak didengar, besok saya pakai baju seksi,” candanya.

Riyanni bersama teman-teman di Dive Mag, majalah tentang kehidupan laut yang dikepalai Riyanni, menggagas kampanye online #SAVESHARKS sejak empat tahun lalu. Ini adalah kegiatan tanggung jawab sosial majalah mereka. Selain itu, kampanye ini sekaligus menjadi sarana edukasi bagi masyarakat awam tentang isu-isu kelautan. Penyelamatan ikan hiu dianggap penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Hiu adalah predator yang sifatnya memakan hewan-hewan sakit. Ia berjasa menjaga variasi makanan di laut. Apa yang kita perjuangkan bukan sesuatu yang jauh, tetapi bagaimana tahun-tahun ke depan, kamu masih bisa makan kakap dan baronang. Soalnya, ada banyak tempat-tempat di dunia yang tidak ada hiu, maka jenis ikannya pun sedikit,“ beber Riyanni.

Tidak banyak yang tahu bahwa hiu bukan sekedar hewan ganas bergigi runcing. Dia adalah penyeimbang di laut.

“Kita ngomongin omega 3, pasukan nutrisi. Katanya gerakan makan ikan? Lha, kalau ikannya tidak ada? Mau makan apa? Karang? Bahasa kerennya, ketahanan pangan,” jelas wanita yang juga menekuni yoga ini.

Kenapa makan hiu?

Permintaan akan sirip hiu atau bayi hiu masih tetap tinggi karena banyak orang yang sesat pikirannya dan kurang kritis.

“Kenapa orang makan tulang rawan hiu? Karena disinyalir mengandung glukosamin, yang katanya obat penyakit. Nah, kalau dipikir benar, ada banyak alternatif makanan yang mengandung glukosamin, seperti tulang rawan ayam, teripang, bahkan ikan teri,” ungkap Riyanni.

Yang tidak banyak diketahui justru hiu membawa banyak racun dalam tubuhnya.

Edukasi via media sosial

Pengaruh sosial media, apalagi di kota besar, tidak perlu diragukan lagi. Ini yang membuat Riyanni dan tim percaya diri melakukan kampanye #SAVESHARKS di media sosial.

“Konsumen yang memiliki daya beli dan suka minta aneh-aneh itu dari kota besar. Kebetulan sekali cakupan dan akses ke media sosial juga besar. Jadi kita hajar lewat media sosial. Kampanye offline jalan terus, online makin gencar,” tuturnya.

Baru-baru ini, Riyanni mengajak pengikutnya di Twitter untuk memberikan informasi restoran atau toko yang masih menjual sirip hiu atau produk hiu.

Ingin membantu kampanye #SAVESHARKS?

Hasilnya? Mencengangkan! Ternyata masih banyak tersebar di seluruh Indonesia.

#SAVESHARKS menjelajah di dunia maya dan juga makin dekat ke komunitas. Riyanni punya pendapat pribadi soal itu.

“Memang kampanye #SAVESHARKS kita fokus ke konsumen, karena mereka punya power untuk menentukan apa yang dia makan. Kita dekati komunitas. Ada event Itong Goes To School, mulai dari sekolah dasar sampai kampus, komunitas jalan-jalan dan banyak lagi,” katanya, merujuk Itong sebagai maskot kampanye #SAVESHARKS.

“Kita ingin pendekatan kampanye ini bukan ngajarin tetapi ngajakin, bahwa penyelamatan hiu itu bukan bagi orang-orang tertentu, tetapi merupakan gaya hidup orang Indonesia,” tambahnya.

Riyanni sudah menyiapkan para relawan agar mandiri dalam melakukan #SAVESHARKS. “Saya ingin mereka bisa bergerak sendiri. Jangan tunggu perintah dari saya,” harapnya.

Riyanni tidak sekedar ngomong, melainkan menjadi teladan. Misalnya, dia baru saja menggagas ide menjual kue berbentuk ikan hiu untuk mendanai kampanye mereka. “Kita bikin cookies, lalu uangnya buat benerin banner dan bikin lebih banyak media promo.”

Empat tahun perjalanan mengawal #SAVESHARKS, adakah peristiwa lucu yang berkesan?

“Waktu itu ada volunteer kita, orang China. Dia bikin pesta pernikahan bertema #SAVESHARKS. Duh, itu saya terharu banget, dan lucu ya,” kenangnya.


Hal-hal seperti itu yang membangkitkan semangatnya, bahwa ada jalan untuk sesuatu yang baik. Kampanye #SAVESHARKS bukan sekedar gaya semata, namun sebuah kepedulian besar terhadap kesinambungan hidup manusia juga. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!