Hawa permusuhan di DPR semakin kental

Adi Mulia Pradana

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hawa permusuhan di DPR semakin kental

AFP

Suhu di DPR memanas setelah Koalisi Indonesia Hebat menyatakan membuat pimpinan DPR tandingan atas Koalisi Merah Putih. Ini adalah sebuah cerita di balik aksi-aksi anggota DPR menjelang penentuan pimpinan komisi

 

Fraksi partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH), Rabu (29/10) mengangkat sendiri pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk sementara karena kecewa dengan pimpinan DPR yang diketuai oleh anggota dari Koalisi Merah Putih (KMP). Mereka merasa kepentingan KIH tidak diakomodir oleh pimpinan DPR sehingga harus mengambil langkah tersebut.

Di bawah ini adalah secuil cerita yang tidak tertangkap kamera televisi dan reportase mainstream media:

Berulang kali yang saya perhatikan selama menjadi bagian dari tim WikiDPR.org adalah kecenderungan tidak hadirnya anggota fraksi partai politik yang tergabung dalam KIH — PDI-P, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura — hingga detik-detik akhir sidang pemilihan pimpinan dimulai. Sejak pemilihan Pimpinan DPR awal Oktober lalu, cukup sedikit anggota DPR dari KIH yang datang lebih awal ke dalam ruang sidang. Wajar saja jika tim WikiDPR lebih mudah memantau perbincangan antara anggota DPR dari KMP karena kehadiran mereka lebih intens, setidaknya dalam satu bulan belakangan sejak pelantikan. 

Menurut hemat saya, kedatangan anggota DPR dari KIH yang terlambat dikarenakan mereka sedang melakukan lobi-lobi di luar kompleks parlemen. Kondisi inilah yang membuat saya, atau siapapun yang berada di lingkungan gedung DPR, bisa merasakan adanya keengganan antara anggota DPR dari KIH untuk bertegur sapa dengan pihak KMP yang terdiri dari Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS.

Keengganan bertegur sapa semakin terlihat, atau secara tidak sengaja “difasilitasi”, oleh hal teknis seperti penyerahan nama anggota fraksi untuk dibagi ke tiap Alat Keanggotaan Dewan (AKD). Berulang kali rapat paripurna hampa hasil karena pihak KIH yang belum menyerahkan nama-nama yang diperlukan. Alasan yang diberikan antara lain adalah “menunggu Kabinet Presiden Jokowi”, sehingga jika ada anggota Kabinet yang berasal dari DPR tidak terlanjur diserahkan namanya sebagai anggota AKD. 

Penundaan itu kemudian bergeser menjadi murni urusan berebut akses posisi ketua dan wakil ketua tiap AKD, bukan lagi soal kabinet. Penundaan oleh KIH ini membuat KMP tidak bisa melakukan pemilihan. Amat kebetulan memang jika kini DPR terbelah menjadi dua karena masing-masing kubu memiliki 5 fraksi partai politik.

Awalnya, Fraksi Partai Demokrat mengklaim sebagai penyeimbang di antara kedua kubu. Namun akhirnya, Partai Demokrat menggondol jabatan ketua di 2 komisi, 7 wakil ketua komisi, 1 ketua di Badan Kerjasama Antar Parlement (BKSAP), 1 wakil ketua di Badan Legislasi (Baleg), 1 wakil ketua di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Dengan demikian, Partai Demokrat tak lagi berhak menyebut dirinya sebagai “penyeimbang”. 

Lain halnya dengan PPP kubu Suryadharma Ali yang sejak awal mendukung mantan calon Presiden Prabowo Subianto yang didukung KMP. Friksi internal partai yang telah berjalan berbulan-bulan akhirnya terselesaikan dengan penentuan ketua umum baru, Romahurmuziy, yang secara legal sudah diakui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. PPP di bawah pimpinan Romahurmuziy sudah mengubah haluan untuk berpihak pada KIH. 

PPP tidak sendirian. Keempat fraksi KIH lainnya juga absen secara fisik dalam hari-hari penutupan Oktober. Hampir tak ada satupun anggota DPR dari KIH yang berada di kompleks DPR. Saat saya secara khusus bertemu anggota KIH di luar kompleks DPR pun, hanya jawaban dingin yang didapat. Gestur bahasa mereka pasrah saat menjelaskan konflik yang sedang terjadi di dalam tubuh parlemen.

Tim WikiDPR memang tidak mendapat akses ekslusif, tapi saya dan rekan-rekan berhasil menangkap momen-momen langka dan jarang terungkap oleh pewarta media lain. Gestur permusuhan dan saling sindir tampak nyata di tengah perbincangan sesama anggota DPR.

Itu semakin jelas saat pemilihan pimpinan tiap AKD memaksakan tetap memilih pimpinan dengan tafsir “50 persen plus 1” adalah jumlah perorangan, dan bukan fraksi. Sementara KIH bersikeras keabsahan dihitung dengan jumlah fraksi. Saat membacakan nama fraksi yang bersikap berseberangan, terdengar sorakan dan sindiran, juga beberapa cacian dari sesama anggota DPR afiliasi KMP. Yang satu memaksakan melanggar tafsir “hadir lebih dari 5 fraksi” sehingga leluasa menguasai semua AKD. Yang satu membalas membentuk DPR tandingan sebagai tindakan extraordinary balasan.

Ada yang menyebut deadlock, ada yang menyebut divided parliament. Masalahnya, siapa yang sebetulnya bersungguh-sungguh berupaya untuk berdamai. Ada yang merasa pihak parlemen yang memihak eksekutif terlalu manja untuk berupaya lebih gigih melobi oposisi. Keengganan hadir secara fisik jadi klimaks simbol permusuhan, dibanding hadir di parlemen tapi pura-pura bersahabat dengan kubu lawan.Klaim lain menyanggah bahwa oposisi bersikeras tak berkompromi, memaksakan menguasai total parlemen karena tak dapat apapun di eksekutif. —Rappler.com

Adi Mulia Pradana adalah anggota tim WikiDPR, sebuah inisiatif untuk mengajak warga Indonesia berpartisipasi aktif dalam mendorong transparansi dan komunikasi dengan wakil rakyatnya. Follow Twitter-nya di @adimuliapradana dan @wikiDPR

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!