Anak muda pun bisa selamatkan lingkungan

Fidelis E. Satriastanti

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anak muda pun bisa selamatkan lingkungan

EPA

'Apabila Indonesia dapat rekor sebagai negara dengan laju deforestasi tercepat sebesar 1,8 juta hektar per tahun, maka lawanlah itu dengan menciptakan rekor penanaman 500 juta pohon dalam satu jam'

JAKARTA, Indonesia – Menyelamatkan lingkungan tidak harus menjadi persoalan yang jauh dari kaum muda. Melalui pendekatan yang tepat, kaum muda menjadi kunci dalam menyelamatkan lingkungan.

Hal tersebut disampaikan oleh Silverius “Onte” Oscar Unggul dalam sesi Lingkungan: Deforestasi dan Pembangunan Berkelanjutan, yang merupakan bagian dari Festival Indonesian Youth Conference (IYC) 2014 di Jakarta, Sabtu (8/11).

“Memang harus bicara anak muda. Apa yang membuat mereka tertarik, passion, apapun, bisa menyelamatkan lingkungan, “ kata Onte.

Ia mencontohkan, anak muda yang suka dengan desain bisa membantu para petani dalam mengemas produk-produk kayu. Dengan demikian, produk tersebut menjadi lebih ramah lingkungan, menarik, dan bisa dijual ke pasar yang lebih luas. 

Sementara itu, bagi yang menguasai teknologi, mereka bisa merancang sebuah aplikasi yang membantu melawan penebangan liar. 

“Mereka tidak harus repot-repot tanam langsung tapi tinggal pencet atau sisihkan dana untuk tanam pohon, mereka dapat laporan dan tahu siapa yang merawat. Mereka juga tahu berapa karbon yang bisa disimpan,” papar Onte yang peraih Conde Nast Traveler Environmental Award, New York, Amerika Serikat di tahun 2008 silam.

Tidak hanya itu, dia pun mengusulkan agar ‘keberhasilan’ anak muda tersebut dalam menanam pohon bisa dijadikan sebagai profile picture di akun media sosial masing-masing.

“Mereka kan jadi bisa saling berkompetisi, nih lihat gue sudah ratusan pohon,” paparnya.

Sebagai bentuk kontribusi anak muda terhadap deforestasi, Onte mengatakan bahwa ‘pecahkan mitos dengan mitos’.  

“Apabila Indonesia dapat rekor sebagai negara dengan laju deforestasi tercepat sebesar 1,8 juta hektar per tahun, maka lawanlah itu dengan menciptakan rekor penanaman 500 juta pohon dalam satu jam. Saya rasa itu bisa dilakukan dengan kapasitas dan teknologi yang ada saat ini,” tandasnya.

Sementara itu, Marco Kusumawijaya, seorang pengamat perkotaan, mengatakan bahwa deforestasi juga disumbangkan oleh kaum muda, terutama dari segi konsumsi.

Silverius ‘Onte’ Oscar Unggul (tengah) dan Marco Kusumawijaya mengajak anak muda Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga lingkungannya. Foto oleh Indonesian Youth Conference

“Makanan kan berasal dari sawit, lalu make-up juga kan dari sawit,” jelasnya mengomentari perubahan guna hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang kerap berkontribusi terhadap deforestasi dan penebangan liar.

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, lanjut Marco, tidak relevan bergantung kepada tiga pilar, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. 

“Kalau bicara sustainable development, hanya ada satu pilar, yaitu lingkungan. Semua yang terjadi harus ada dalam batas lingkungan. Apapun konsumsinya harus dalam konteks lingkungan. Tidak semua harus dihabiskan tapi dijaga kelestariannya,” tandasnya.

Ia pun menyebutkan prinsip metabolisme melingkar [circular metabolism], misalnya memakai daun pisang sebagai wadah makanan yang nantinya akan kembali sebagai pupuk. Hal tersebut berbeda dengan penggunaan plastik yang sulit diurai.

“Tetapi, memang cukup sulit untuk membangun sistem yang bisa mengurangi konsumsi. Sudah ada yang mencoba tetapi masih belum cukup berdampak,” jelasnya. Ia menambahkan, persoalan konsumsi semakin meningkat seiring meningkatnya populasi kaum muda urban dari kalangan menengah yang cenderung konsumtif.

Selanjutnya, ia menyoroti salah kaprah terkait dengan sampah yang hanya dikaitkan dengan kebersihan. “Padahal, dulu itu manusia tidak menghasilkan sampah karena ada metabolisme berputar itu. Contohnya, kotoran manusia dijadikan pupuk. Masalahnya bukan sekadar tidak buang sampah sembarangan, tetapi bagaimana agar tidak menghasilkan sampah,” katanya.

Selain itu, dia mengatakan bahwa transportasi adalah sektor paling banyak membutuhkan energi. “Rata-rata biaya transportasi di Indonesia antara 15 – 20 persen dari biaya. Makin miskin, makin besar pengeluaran sekitar 50 persen untuk transportasi. Bandingkan dengan Hongkong yang hanya 3 – 5 persen,” jelasnya.

“Oleh karena itu, transportasi umum menjadi sangat penting,” tutupnya. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!