Perbedaan Jokowi dan SBY soal kenaikan harga BBM bersubsidi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi mengatakan proyek infrastrukturnya beda orientasi dengan SBY. Tapi Jokowi gunakan data KPS versi pemerintahan lalu.

Pengendara kendaraan bermotor di Banda Aceh antre untuk mengisi bahan bakar minyak sebelum harga BBM bersubsidi naik, pada 18 November 2014. Foto oleh EPA

“BBM akan dinaikkan bila dana kompensasi sudah siap.”

Ini ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka musyawarah perencanaan pembangunan nasional, Musrenbang, akhir April 2013. SBY tak mau ada jeda waktu antara kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan pencairan dana kompensasi. Beda dengan saat kenaikan BBM tahun 2005 dan 2008, yang diikuti dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi rakyat miskin, tahun lalu dana kompensasi diberi nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Rakyat miskin juga memegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk bisa mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memilih menggunakan tiga kartu “sakti” untuk menyediakan kompensasi perlindungan bagi rakyat miskin yang terdampak kenaikan harga BBM. Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), diluncurkan secara langsung oleh Jokowi, awal November (3/11) tahun ini.   

Pemerintah Jokowi menggunakan data 15,5 juta pemegang Kartu Perlindungan Sosial untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan kompensasi atas kenaikan BBM. Jika KPS menggunakan mekanisme yang sama dengan BLT dan BLSM, yakni pengiriman dana via kantor pos setelah melalui verifikasi aparat lokal, maka tiga kartu Jokowi menggunakan kartu SIM yang dapat mencatat transaksi yang terjadi. Kartu pintar.

“Dengan metode kartu pintar, maka kemungkinan pemotongan dana oleh aparat sulit dilakukan. Semua uang ditransfer ke rekening bank masing-masing kepala keluarga,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Senin (17/11), sebelum pengumuman kenaikan BBM malam harinya.  

Rini mengatakan bahwa mulai 18 November, semua dari 15,5 juta KK dapat mengakses dananya, yang akan dikirimkan via PT Pos Indonesia. Mirip metode di era SBY.  “Untuk kartu dengan SIM card, kami cetak 1.020.000 untuk tahun ini. Sisanya akan dicetak selama tahun depan,” lanjut Rini.

Artinya, dalam dua bulan ke depan, atau bahkan sampai seluruh kartu sakti Jokowi rampung cetakannya, masyarakat miskin mengalami hal yang sama dengan kenaikan BBM di era SBY: menikmati dana bantuan tunai via kiriman pemerintah pusat yang diambil di kantor pos. Sesudah selesai semua pencetakan dan distribusi kartu pintar tahun depan, baru kemudian mekanisme via transfer bank itu diterapkan. Duit yang didapat rakyat yang masuk kategori miskin ini sebesar Rp 400.000 untuk dua bulan, dan akan selesai didistribusikan pada 2 Desember 2014.

“Seharusnya beginilah sebuah bantuan sosial dilakukan. Sifatnya berkelanjutan, dan kita harapkan dapat memperbaiki gini ratio kita,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil.  

Mengingat Sofyan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ada di tim SBY periode pertama, saya menganggap ucapan ini sebagai “pengakuan koreksi” atas kebijakan yang pernah mereka ambil sebelumnya. Skema bantuan langsung tunai sangat lekat dengan pengaruh Wapres JK saat itu. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) selalu mengecam skema ini, dan mengatakan bahwa BLT membuat masyarakat menjadi pengemis. Simak ucapan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pada tahun 2012 di tautan ini 

Gini ratio adalah koefisien yang mengukur sebaran distribusi pendapatan di antara rakyat. Makin besar angkanya, makin timpang distribusi pendapatan. Indonesia mencatatkan angka 0,41 persen, terus naik sejak era reformasi. Datanya ada di tautan ini 

Bantuan langsung bagi yang terkena dampak kenaikan BBM

Menko Perekonomian Sofyan yang di era pertama SBY menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi, lantas Menteri Negara BUMN, menambahkan, posisi Indonesia masih lebih baik dibanding Brasil. Begitupun, Brasil adalah negara dengan populasi cukup besar dan tingkat ekonomi setara dengan Indonesia yang dianggap sukses dalam menjalankan skema bantuan langsung tunai sebagai kompensasi dampak kenaikan harga BBM.

Ide BLT, yang notabene transfer uang tunai, bahkan terinsipirasi Borsa Familia yang dicetuskan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, dan menjadi kunci kemenangannya saat pemilu presiden 2006. Borsa Familia dianggap sebagai skema program anti kemiskinan terbesar di dunia. Melalui program ini  pemerintah menyediakan bantuan tunai bagi keluarga di Brasil. Jika mereka memiliki anak, maka anak harus bisa sekolah dan divaksinasi. 

Di Indonesia, BLT diberlakukan pertama kali tahun 2005, di era Presiden SBY dan Wapres JK. Sama halnya dengan kritik yang diterima Presiden Lula da Silva, skema BLT juga menuai kritik karena dianggap bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik, meraup dukungan. Tahun 2013, BLT diganti dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).  Skemanya sama. Ini juga ditolak PDI-P.

Tabel soal BLT 2005 dibandingkan dengan BLT 2008:

No Uraian BLT 2005 BLT 2008
1 Dasar Peraturan Inpres No. 12 Tahun 2005 Inpres No. 3 Tahun 2008
2 Penerima Manfaat Rumah Tangga Miskin (RTM) Rumah Tangga Sasaran (RTS)
3 Jumlah Bulan 12 Bulan 7 Bulan
4 Periode Pembayaran 4 kali 2 kali
5 Nominal Pembayaran Rp. 300.000 per periode Rp. 300.000 – Rp 400.000
6 Verifikasi Data BPS PT. POS Indonesia
       

Sumber: BPS tahun 2006 dan Departemen Sosial tahun 2008

Untuk mendapatkan BLSM, Pemerintah SBY menerbitkan KPS, kartu perlindungan sosial. Jumlahnya 15,5 juta kartu. 

Siapa yang berhak menerima KPS? Itu menjadi debat, karena banyak terjadi, yang tidak berhak justru menerima, sementara yang berhak tidak kebagian. Sangat bergantung kepada ketepatan pencatatan data di lapangan yang mengandalkan aparat desa dan/atau lurah. Sejumlah kasus muncul ketika kerabat aparat desa yang sebenarnya mampu, justru menerima KPS.

Ditujukan untuk keluarga, bukan individu

Kepada wartawan di kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, (25/7/2013), Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengatakan, “Kartu ini sebenarnya diberikan kepada rumah tangga bukan individu.” 

Sebagaimana dikutip laman swa.co.id, Bambang menerangkan bahwa KPS adalah kartu yang diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan BLSM. Karena sasarannya adalah rumah tangga, maka di kartu tersebut tertera nama kepala rumah tangga, nama pasangan kepala rumah tangga, serta satu nama anggota rumah tangga. KPS ini, ujar dia, digunakan sebagai penanda rumah tangga miskin dan rentan untuk mendapatkan kedua program itu.

Penerima KPS ditetapkan sebanyak 15,5 juta rumah tangga miskin dan rentan, yang merupakan 25 persen dari rumah tangga dengan status sosial ekonomi rendah. “Sumber data [KPS] dari apa yang kami sebut dengan Basis Data Terpadu (BDT),” kata Bambang. 

BDT ini termasuk baru terbentuk, yakni pada tahun lalu. Basis data ini disiapkan untuk program-program yang berbasis rumah tangga. “Supaya sasarannya satu karena dulu kan kementerian ataupun lembaga punya sasarannya masing-masing,” jelasnya. Selengkapnya ada di tautan ini.

Praktis, bantuan tunai untuk menjaga daya beli masyarakat miskin dalam kenaikan BBM yang diumumkan semalam (17/11), menggunakan data KPS di era SBY.  Dalam sebuah pertemuan dengan media, Oktober lalu sebelum pelantikan Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, seluruh infrastruktur dan data untuk mendukung kenaikan harga BBM sudah siap. SBY tinggal menaikkan saja, rencana awalnya di bulan September. SBY memutuskan tidak menaikkan harga BBM. Salah satu alasannya tidak mau membebani rakyat. 

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sekitar 11,25%. Kepala BPS Suryamin mengatakan, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang.

Pemerintahan SBY, juga sudah menyiapkan rencana pembangunan infrastruktur, yang tertuang dalam Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan  Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dokumennya cukup tebal, total nilai 89 proyek adalah Rp 603 triliun.

Tapi, Presiden Jokowi menolak meneruskan MP3EI dengan alasan beda orientasi dengan pemerintahannya. “Orientasinya jelas berbeda. Orientasi kita kan ke pertanian, kedaulatan pangan, dan seluruh infrastruktur. Itu sudah prioritas kami,” ujar Jokowi, kepada wartawan di Balai Kota DKI, awal September lalu.

Kalau ada kemiripan, sebenarnya tidak aneh. Sebagaimana saya sampaikan, di pemerintahan Jokowi ada wapres JK dan Menko Sofyan yang notabene ada di kabinet SBY. Menteri Keuangan Profesor Bambang Brodjonegoro adalah Wakil Menkeu era SBY. Birokrasi juga belum berubah, dan sumber data kabinet Jokowi tentunya berasal dari birokrasi juga.

Intinya adalah pembangunan infrastruktur. Selain penggunaan data KPS, ini juga kesamaan antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi dalam menjaga momentum pertumbuhan pasca kenaikan BBM.  

Beda orientasi adalah pada beberapa jenis proyek. Dalam konsep Jokowi ada pengembangan transportasi penyeberangan yang notabene implementasi dari konsep tol laut dan mendukung poros maritim Indonesia.   

Menko Sofyan juga berjanji, pemerintah Jokowi akan alokasikan dana untuk membenahi infrastruktur pertanian demi mencapai target swasembada pangan dalam dua tahun.

Baik MP3EI dan program infrastruktur ala Jokowi, yang rentang waktunya 2015-2019, yang ditunggu adalah realisasi.

Semoga kita ingat untuk mengecek pelaksanaan janji-janji itu. Saya akan menyimpan dokumen yang saya terima malam tadi. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!