Bali berharap Presiden Jokowi tolak reklamasi Teluk Benoa

Johana Purba

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bali berharap Presiden Jokowi tolak reklamasi Teluk Benoa
Reklamasi Teluk Benoa bisa ubah garis pantai sehingga ancam kelangsungan hidup biota laut. Sumber penghidupan masyarakat sekitar juga akan hilang.

Pada masa akhir jabatannya, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono meninggalkan luka di hati rakyat Bali. Dia meneken Peraturan Presiden 51 Tahun 2014 tentang izin reklamasi Teluk Benoa, Bali. 

Kini masyarakat Bali berharap betul kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk membatalkan Perpres tersebut guna menyelamatkan Bali. Berbagai komunitas bergabung untuk melancarkan kampanye Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Seniman dan aktifis Bali menggelar aksi damai untuk mengkampanyekan #TolakReklamasiTelukBenoa.  

Akhir pekan lalu diadakan Plays on The Sea di Pantai Padang Gagak, Sanur, Bali, sebagai rangkaian acara kesenian Bali #TolakReklamasiTelukBenoa.   

“Ini adalah persembahan kepada Baruna [Dewa Laut] untuk menolak kehancuran. Kita menolak reklamasi. Seluruh masyarakat Bali menolak. Namun pemerintah melalui Perpres malah memberikan izin,” beber Anom Darsana, penanggung jawab acara Plays on The Sea. 

Anom mengatakan, rencana reklamasi Teluk Benoa sudah digelontorkan sejak beberapa tahun lalu. Berdasarkan versi investor dan pemerintah, hal tersebut bertujuan untuk merevitalisasi Teluk Benoa. Namun masyarakat setempat menilai semua itu hanya ‘mulut manis’ dan malah akan menghancurkan Bali. Masyarakat dan komunitas yang menolak reklamasi Bali memebeberkan alasan kenapa reklamasi justru akan menghancurkan Bali. 

Wilayah Teluk Benoa seluas 700 hektar akan  diuruk atau direklamasi  oleh PT. TWBI (PT. Tirta Wahana Bali International) milik pengusaha Tommy Winata. Dia disebut-sebut sudah menggelontorkan dana sampai 32 triliun rupiah untuk proyek ini. 

Presiden SBY, semasa menjabat, telah mengubah peruntukan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi zona budidaya yang bisa ‘diberdayakan’, termasuk direklamasi. Secara konstitusional, kata Anom, hal ini melanggar  “Konservasi” Sarbagita, yaitu Perpres No 45/2011 yang isinya menyatakan Teluk Benoa Bali adalah kawasan konservasi perairan (Pasal 55 Ayat 5). Dengan demikian, Teluk Benoa tidak boleh direklamasi.

Anom mengatakan, reklamasi Teluk Benoa bisa mengubah garis pantai dan alur laut sehingga mengancam kelangsungan hidup biota laut, burung endemik, dan pertumbuhan terumbu karang. Dengan perubahan ini, maka luas wilayah tangkapan nelayan tradisional dan usaha water sport sebagai sumber penghidupan masyarakat di sekitar Teluk Benoa akan hilang. 

Seiring menghilangnya fungsi konservasi, bahaya banjir dan bencana alam pun mengintai. Kehancuran ekosistem mangrove, abrasi, dan bencana ekologis akan meluas. Hal ini juga berarti kebangkrutan pariwisata untuk masyarakat lokal. ‘Mimpi-mimpi buruk’ ini tidak harus dialami masyarakat Bali. Modal besar untuk proyek ini diduga sudah dinikmati banyak pihak. 

“Itu sudah terbagi ke beberapa pihak, karena Gubernur Bali saja sudah mengizinkan reklamasi. Dengan ide, ini akan memberikan pekerjaan kepada masyarakat Bali.  Namun bukan itu caranya! Berikan pekerjaan dengan cara realistis, jangan menguruk laut, membunuh biota laut. Di daratan ada banyak yang bisa kita kerjakan,” jelas Anom.

Ketika tidak ada lagi penghormatan kepada alam, maka uang dianggap bisa berkuasa. “Uang tidak bisa membeli segalanya. Jika orang yang punya uang bisa berlaku seenaknya, dia menindas kemanusiaan,” kata Wayan Gendo Suardana, Ketua Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali). 

Pemerintah diharapkan untuk memberi batasan yang jelas. Hal ini misalnya aturan tata ruang, termasuk soal reklamasi. Namun Gendo berpendapat, pemerintah seolah tunduk atas kehendak investor.

Kontribusi seniman

Komunitas dan masyarakat Bali terus bergerak melancarkan aksi damai Bali #TolakReklamasiTelukBenoa. Mereka menggabungkan antara gerakan politik warga, kebudayaan, dan advokasi. “Kita menyatukan semua elemen dari masyarakat, musisi, seminal lukis, teater, melalui karya seni yang bisa diterima dan diapresiasi warga,” Kata Gendo. 

Misalnya, sejumlah musisi di Bali membuat album kompilasi “Bali Bergerak”. Sejumlah Band yang terlibat dalam kompilasi ini, di antaranya, Eco Defender, The Dissland, Rollfast, Joni Agung & Double T, The Bullhead, The Hydrant, Superman Is Dead, Navicula, Nosstress, Made Mawut, Scares Of Bums, Ripper Clown, dan Ugly Bastard. Mereka menyumbangkan lagu dengan gratis dan tanpa mengharapkan royalti. Seluruh penjualan album akan dipakai untuk kampanye Bali #TolakReklamasiTelukBenoa.

Lukisan karya seniman Bali yang menggambarkan Teluk Benoa. Sejumlah aktifis dan seniman di Bali menolak rencana pemerintah yang mengizinkan investor untuk mereklamasi Teluk Benoa. Foto oleh ForBali.org

Kemudian digelar sejumlah pentas musik yang didukung musisi-musisi Bali yang tampil gratis di hadapan penggemar, simpatisan, dan turis. Pagelaran terakhir mereka di Pantai Padang Gagak, Sanur, Bali yang merupakan ‘korban’ proyek reklamasi sebelumnya. “Banyak cara untuk menyuarakan penolakan reklamasi, dan album ini adalah salah satunya. Musisi yang ingin menyuarakan penolakan tak harus bergabung dengan kami. Mereka bisa menyuarakan di setiap manggung atau lewat sosial media. Kita harap ke depan akan ada album kompilasi selanjutnya,” kata Dodix, manajer band Superman Is Dead. 

“Yang saya tahu dulu pantai ini sangat luas, namun ketika Pulau Serangan direklamasi, dampaknya sampai ke sini.  Kita lihat pantai makin tergerus atau hilang karena reklamasi. Tentu kita tidak ingin itu terjadi lagi,” ujar Anom.

Wilayah Bali sudah beberapa kali menjadi ‘proyek percontohan’ bagi investor. Ada beberapa catatan proyek gagal di Bali. Misalnya, megaproyek Taman Festival di Padanggalak, Bali Turtle Island Development (BTID) di Serangan, serta Pecatu Graha di Pecatu.  

Anom, Gendu, para musisi, dan umumnya masyarakat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa. Mereka berharap besar pada Presiden Jokowi. 

“Mudah-mudahan saya tidak terpelet bahwa Joko Widodo dan Menteri Kelautan bisa membela Bali. Pak Jokowi, Bali tidak harus dibangun hotel, vila, sirkuit. Kita tidak perlu itu,” tandas Anom.

Menurut Gendo, jika Teluk Benoa sakit sehingga perlu direvitalisasi, maka ia berharap hal tersebut dilakukan dengan benar. Ia meminta agar fungsinya sebagai kawasan konservasi dikembalikan.

“Kembalikan dia sebagai fungsinya, rawat dengan kebijakan konservasi, dan berikan anggaran yang tepat. Dia boleh diusahakan pariwisata alam dengan prinsip konservasi, tetapi bukan reklamasi karena itu sifatnya destruktif,” tutup Gendo. 

Pada tanggal 28 November mendatang, ForBali akan menggelar aksi Bali #TolakReklamasiTelukBenoa di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar. Mereka akan menggelar aksi parade budaya untuk menolak reklamasi Teluk Benoa dan mendesak Presiden membatalkan Perpres No.51 tahun 2014. Diperkirakan ada sekitar lima ribu orang akan berkumpul.

Mereka tak hanya berorasi, namun juga menyanyikan lagu bersama. Panitia memberikan aturan yang jelas agar kegiatan ini senantiasa damai dan tidak dipolitisasi. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!