Indonesia darurat kejahatan seksual terhadap anak

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia darurat kejahatan seksual terhadap anak

AFP

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada kuartal pertama 2014 angka kekerasan terhadap anak meningkat 40 persen dibanding 2010. Sebanyak 26 persen adalah kejahatan seksual terhadap anak.

“Setiap kali menerima laporan terjadinya kasus kekerasan terhadap anak, saya luar biasa sedih. Kepala saya ini rasanya mau pecah. Kok tren kekerasan terhadap anak terus meningkat? Rasanya kami tak henti-henti melakukan penyuluhan, sosialisasi. Tapi angkanya terus naik.” 

Ucapan prihatin ini muncul dari Ajun Komisaris Polisi Elfiana, kepala unit pelayanan perempuan dan anak di Kepolisian Daerah Nangroe Aceh Darussalam. Saya menemui AKP Elfi di rumahnya yang sederhana di daerah Blang Oi, Meuraxa, Banda Aceh, Selasa (25/11) malam. Rumah AKP Elfi terletak di kawasan yang disapu bencana tsunami di Aceh, Desember 2004 silam. Elfiana kehilangan sejumlah keluarga dekat termasuk ibu, suami, dan anak semata wayangnya yang saat itu masih berusia 10 tahun.

Catatan Lembaga Bantuan Hukum Anak di Banda Aceh menunjukkan dalam lima tahun terakhir ada 149 kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku. Dalam tahun 2014 sudah 35 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan.  

Elfiana tidak ingat persis angka versi unit PPA yang dipimpinnya. Tapi emosi yang tertangkap dari wajahnya saat menceritakan maraknya kejahatan terhadap anak menjadi bukti bahwa kejahatan terhadap anak di provinsi yang dijuluki Serambi Mekah ini sudah masuk kondisi “gawat darurat”.

Kondisi yang sama terjadi di tingkat nasional. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat pada kuartal pertama 2014 angka kekerasan terhadap anak meningkat 40 persen dibanding 2010. Sebanyak 26 persen adalah kejahatan seksual terhadap anak. Kasus yang ramai diliput media massa adalah yang terjadi di Jakarta Internasional School.

Pada Juni 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden No. 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan Terhadap Anak. Sejumlah instansi pemerintah di pusat maupun daerah dilibatkan untuk memastikan kekerasan terhadap anak dicegah dan jika terjadi pelakunya harus dihukum berat. Hukuman maksimal 18 tahun pidana penjara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23/2002 dianggap perlu diperberat untuk memberikan efek jera.

Inpres itu juga mewajibkan lembaga terkait termasuk media dan regulatornya seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk berperan memastikan konten yang aman bagi anak. Peredaran video porno dan mudahnya orang dewasa dan anak mengakses konten porno melalui warung Internet ditengarai menjadi salah satu pemicu terjadinya kejahatan seksual.

“Setiap kali saya tanyai, pelaku mengaku bahwa hasrat berbuat jahat secara seksual muncul setelah menonton video porno,” kata Elfiana. Bersama sejumlah instansi termasuk unit penyuluhan untuk remaja dan keluarga di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), polisi gencar lakukan penyuluhan. 

Ironisnya, di Banda Aceh terjadi kasus kejahatan seksual yang melibatkan anggota polisi yang menyodomi dua anak sekolah dasar. Pertengahan November ini pengadilan mengganjar pelaku dengan vonis pidana penjara delapan tahun penjara dan denda Rp 60 juta. Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara 10 tahun. Salah satu anggota majelis hakim tidak sepakat pelaku terbukti bersalah dan memberikan dissenting opinion.

Maraknya kejahatan terhadap anak harus menjadi perhatian serius pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, berjanji akan menganalisa laporan terkait dan menindaklanjuti usulan revisi UU No. 23/2002 termasuk meningkatkan hukuman maksimal bagi pelaku. Yohana, perempuan pertama dari Papua yang menyandang gelar guru besar ini adalah aktivis gender dan pemberdayaan perempuan saat mengajar di Universitas Cendrawasih, Papua. 

Tantangan pertama bagi Yohana adalah kasus dugaan kejahatan seksual yang dilakukan Raja Solo, Pakubuwono XIII, terhadap AT, siswi SMK berusia 15 tahun. Kasusnya sedang ditangani polisi. AT yang mengandung janin dari perbuatan asusila itu alami tekanan mental luar biasa. Kasusnya diadvokasi KPAI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Presiden Jokowi sebelumnya adalah Walikota Solo. Saya berharap Presiden peduli nasib korban, sekalipun kasus ini melibatkan elit Solo. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!