Djarot dan teladan Ali Sadikin, mampukah ia?

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Djarot dan teladan Ali Sadikin, mampukah ia?

?????????????

Djarot disebut merakyat, sederhana, dan mahir memangkas birokrasi. Blitar di tanganya jadi kota terkaya kedua di Provinsi Jawa Timur. Bagaimana dengan Jakarta?

JAKARTA, Indonesia — Kalau Gubernur DKI Jakarta tempo dulu, Ali Sadikin, sering menyamar menjadi warga biasa dan singgah di kebun-kebun sepanjang Sungai Ciliwung, begitu pula dengan Djarot Saiful Hidayat. Mantan Walikota Blitar, Jawa Timur, ini disebut dekat dengan masyarakat. Bahkan hampir tak berjarak.

Ikon kerakyatan yang sering disebut sebagai kendaraan pribadi wakil gubernur DKI Jakarta itu adalah sepeda pancal. Sebab ketika para pejabat di Kota Blitar berlomba-lomba memamerkan kendaraan pribadinya, Djarot malah asyik mengayuh sepeda pancal dari rumah dinasnya.

Di sepanjang jalan, sepanjang satu kilometer, ia naik sepeda sambil menyapa warganya. Tanpa pengawalan protokol yang lengkap dan ketat. Tak heran jika ia dekat dengan tukang becak atau pedagang kaki lima di pasar dan di sudut-sudut Kota Blitar.   

Politikus PDI Perjuangan (PDI-P) ini juga kerap blusukan, jauh sebelum istilah itu dilekatkan oleh sosok Joko “Jokowi” Widodo, presiden RI saat ini. Layaknya seorang investigator, ia melakukan kunjungan mendadak ke kelurahan. Tak segan, ia pun langsung bertanya pada warga tentang pelayanan di kelurahan.

Punya resep langsingkan birokrasi

Selain dekat dengan warga, Djarot yang hari ini, Rabu, 17 Desember 2014, dilantik sebagai pendamping Gubernur DKI Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama itu, juga terkenal dengan terobosannya di bidang perampingan birokrasi.

Dalam wawancara dengan sebuah majalah nasional, ia mengatakan pada Ahok, sepanjang 2000-2001, ia sudah merampingkan birokrasi dengan menghilangkan sekitar 300 jabatan tanpa perlawanan.  

Ahok pun bertanya tentang kiat Djarot memangkas jabatan tersebut. “Saya bilang caranya dengan dialog,” kata Djarot.

Djarot mengatakan pada Ahok, sepanjang 2000-2001, ia sudah merampingkan birokrasi dengan menghilangkan sekitar 300 jabatan tanpa perlawanan.

Alhasil, Djarot berhasil melakukan penghematan kas daerah serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Menurut data, selama 10 tahun, PAD Kota Blitar meningkat cukup signifikan. Sebelum tahun 2000, PAD mencapai Rp 2,5 miliar. Sedangkan 9 tahun kemudian, PAD melonjak menjadi Rp 39,86 miliar. Blitar jadi kota terkaya kedua di Provinsi Jawa Timur.

Dari keberhasilan Djarot ini, banyak kalangan memprediksi, jurus perampingan birokrasi akan jadi andalan politikus PDI-P ini dalam menggarap Jakarta. Ia pun saat ditanya media, mengaku siap membantu Ahok benahi birokrasi. “Yang perlu diubah itu mentalnya, pola pikirnya,” katanya.

Ia mengaku butuh sepuluh tahun untuk memperbaiki birokrasi Jakarta. Itu pun harus konsisten.

Mendapat penghargaan bersama Jokowi

Djarot, 59 tahun, adalah lulusan program sarjana strata 1 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang, pada 1986. Ia kemudian melanjutkan sekolahnya di Fakultas Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada 1991, dan memperoleh gelar master.

Pada 1999, Djarot mulai menjajaki karir di dunia politik. Tepatnya setelah ia terpilih sebagai Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur.

Ia lalu terpilih menjadi Walikota Blitar periode 2000-2010. Pada 2008, Djarot mendapatkan penghargaan dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Pada 2006, 2007, dan 2008, Djarot meraih Citizen’s Charter Bidang Kesehatan. Puncaknya pada 2008, Majalah Tempo menobatkan Djarot sebagai salah satu kepala daerah terbaik, bersama Jokowi yang kini menjabat Presiden RI.

Tantangan Djarot di Jakarta

Boleh saja Djarot berjaya di Blitar, dikenal tukang becak, menaikkan PAD daerah berlipat-lipat, hingga ditakuti birokrat. Tapi Djarot kini tak lagi berada di kandangnya. Jakarta bukan Blitar, tentu saja.

Banyak permasalahan di Jakarta yang perlu dia cermati. Sebut saja, banjir. Setiap tahun, pemerintah menghabiskan ratusan miliar rupiah, misalnya, hanya untuk membangun gorong-gorong. Atau miliaran lainnya untuk normalisasi sungai Ciliwung.

Pekerjaan rumah lainnya, misalnya munculnya kelompok gubernur tandingan dari Front Pembela Islam (FPI). Fahrurrozi Ishaq bisa saja dalam waktu dekat akan melantik wakilnya, entah dari mana. (BACA: Jakarta, sambut ‘gubernur’ baru Anda!)

Tantangan lain bagi Djarot tentu saja mengatasi kemacetan. Jadi, mampukah Djarot mendampingi Ahok menata Jakarta? —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!