Filipino inventions

Sejumlah kontroversi kebijakan di era Jokowi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sejumlah kontroversi kebijakan di era Jokowi

EPA

Belum genap dua bulan memimpin, administrasi Jokowi sudah banyak mengeluarkan kebijakan yang kontroversial. Apa saja dan bagaimana reaksi masyarakat?

 

Saya tidak heran jika pemilik media sosial seperti Twitter dan Facebook bakal umumkan prestasi pengguna di Indonesia. Tidak perlu ada breaking news seperti bencana alam, aksi terorisme maupun tragedi lain untuk memicu ramainya diskusi pengguna media sosial di Indonesia. Apalagi luka pasca pemilu presiden belum sembuh. Secara politik pendapat masyarakat terbelah dua. Pro pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan sekutunya. Atau pro Prabowo Subianto dan sekutunya.

Saya ingat, saat membesarkan hati teman-teman di sebuah media siber yang pemiliknya punya kepentingan politik, saya mengatakan, “Ya kalau kalian tahan, situasi ini bakal sampai Juli. Begitu pilpres usai, dan sudah pasti pemilik tidak jadi presiden, semoga kalian bisa lebih leluasa menjalankan tugas jurnalistik.” 

Saya salah. “Perang urat syaraf” antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih berlanjut. Bakal lima tahun up-and-down. Ini merembet ke ruang-ruang redaksi yang pemilik dan pimpinannnya punya kepentingan politik. Di kedua kubu.

Karena lansekap politik ini, apa saja bisa memicu debat di ranah media sosial. Lebih menarik karena politisi ikut debat di media sosial. Presiden dan mantan presiden pun saling sindir di media sosial. Yang terbaru adalah sindiran di akun @SBYudhoyono yang intinya mengatakan pemerintahan Jokowi jangan cari kambing hitam atas melemahnya nilai rupiah. (BACA: SBY tweets on rupiah drop: Don’t blame me)

Kontroversi lain adalah menyangkut kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno. Entah mengapa sosoknya sejak awal disorot. Saya menduga lebih karena besarnya kewenangan dan kilau ratusan kursi direksi BUMN. Tidak heran kalau banyak yang insecure dengan bos baru dan potensi penggantian posisi.

Posisi Menteri BUMN termasuk yang diperebutkan. Beruntung, pendahulu Rini Soemarno, Dahlan Iskan memiliki media. Tidak mungkin kan media milik Pak DI mengkritisi pemiliknya? Been there done that. Saya merasakan susahnya. Rini tidak punya privilege itu. 

Strategi hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?

Menteri BUMN Rini Soemarno. Foto oleh EPA

Tapi, Menteri Rini juga mengundang sorotan karena melemparkan terobosan. Misalnya kemungkinan direksi BUMN dipegang orang asing. Alasannya, menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 BUMN perlu orang-orang yang bisa memenangi kompetisi di pasar global. Mulai dari pasar regional. Untuk itu perlu eksekutif dengan pengalaman pasar global. Kalau perlu memperkerjakan ekspatriat, mengapa tidak?

Meskipun usulan ini baru wacana, dan dieksekusi jika dan hanya jika tidak ada orang Indonesia yang tepat di posisi yang dibutuhkan, ide Menteri Rini mengundang pro-kontra. Yang kontra lebih kencang, termasuk dari politisi Senayan. Debat merembet juga ke media sosial. Seru komentarnya. Ada yang menyoal nasionalisme. Indonesia mau dijual habis-habisan ke asing.

Di sisi lain, publik berharap terobosan berarti dalam cara pemerintah mengelola, termasuk BUMN. Supaya tidak sama dengan pemerintahan lalu. Tidak lagi business as usual. Think outside the box. Dan buat pemerintah, tentu execute inside the box. Eksekusi sesuai aturan regulasi yang berlaku.

Jadi kalau butuh hal baru, mengapa tidak exercising ide direksi BUMN dari asing? Atau ada ide lain?

Bagaimana jika sebuah BUMN ingin ekspansi bisnis di negara lain, sementara belum ada karyawan yang memahami pasar di negeri itu? Bisakah BUMN mengangkat pejabat yang berasal dari negara itu?

Saya tidak ingin bahas isu soal Menteri BUMN melarang karyawati berjilbab. Isu tidak jelas. Tanpa verifikasi. Dan sudah dibantah. Celakanya bahkan politisi Senayan ikut komentar tanpa verifikasi. Asal bunyi. 

Respons Jokowi sangat ditunggu

Menteri Susi Pudjiastuti menuai kontroversi atas kebijakan menenggelamkan kapal yang melaut secara ilegal di perairan Indonesia. Menteri Yuddy Chrisnandi meluncurkan ide yang disambut negatif yakni pengurangan jam kerja bagi karyawati di pemerintahan. Pula surat edaran rapat, baik konsumsi maupun gedung tidak boleh di hotel. (BACA: Pemerintah bela diri soal acara di Hotel Bidakara dan Balai Kartini)

Ada beberapa kontroversi lain. Singkatnya lansekap politik dan juga kultur orang Indonesia yang guyub dan suka membicarakan apa saja membuat tak kurang bahan diskusi di media sosial kita.

Bagaimana Pemerintahan Jokowi mengelola beragam kontroversi, termasuk yang diperuncing oleh lansekap politik, itu tantangannya. Tidak semua isu atau kritik perlu ditanggapi. Lagipula dalam acara HUT LKBN Antara semalam (18/2) Jokowi sudah menyatakan kritik tajam boleh saja. Playing down alias bersikap cuek terhadap kritik juga harus hati-hati. Masyarakat yang berharap banyak dari pemerintahan baru perlu kejelasan. Pegangan. Apa sebenarnya agenda pemerintah? Bagaimana menuju agenda itu?

Komunikasi yang jelas akan memudahkan masyarakat menangkap ide terutama terobosan yang ingin dijalankan. Kekosongan informasi meskipun hanya satu atau dua hari membuka ruang spekulasi. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!