Resolusi ekonomi 2015: Indonesia harus mampu kurangi jumlah orang miskin

Tasa Nugraza Barley

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Resolusi ekonomi 2015: Indonesia harus mampu kurangi jumlah orang miskin

AFP

Memasuki tahun 2015, tidak mudah bagi pemerintahan Jokowi untuk memperbaiki kondisi yang ada, mengingat kondisi ekonomi global yang tidak terlalu mendukung.

Selama sepuluh tahun, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajaran pemerintahannya memang berhasil meningkatkan output ekonomi nasional, didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang rata-rata di atas 5 persen. Melalui berbagai kebijakan ekonomi yang pro-pertumbuhan, Indonesia di bawah kepemimpinan SBY mampu tampil sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang diperhitungkan dunia. Buktinya, pada awal tahun ini Indonesia dinobatkan sebagai ekonomi terbesar ke-10 di dunia berdasarkan paritas daya beli oleh Bank Dunia. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2013 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp 9.084 triliun (atas dasar harga berlaku), sementara pendapatan per kapita mencapai Rp 36,5 juta di 2013, naik tiga kali lipat dibanding tahun 2004. 

Namun di balik berbagai indikator kesuksesan makro, nyatanya masih banyak tugas rumah di bidang ekonomi yang harus dihadapi oleh Indonesia, yang saat ini menjadi tanggung jawab pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo. 

Salah satu tantangan terberat di bidang ekonomi saat ini adalah mengurangi tingkat kemiskinan. Walau tren kemiskinan terus menurun sejak tahun 2004 hingga sekarang, namun hasilnya masih belum sesuai seperti yang diharapkan oleh banyak pihak. Di awal masa pemerintahannya yang kedua, di tahun 2009, pemerintahan SBY menargetkan untuk menekan tingkat kemiskinan di Indonesia di level 8%. Kenyataannya, sekitar 28,28 juta penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan di bulan Maret tahun 2014, atau 11,25% dari total populasi, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS.  

Tren penurunan angka kemiskinan cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, kesenjangan ekonomi semakin melebar, ditunjukkan dengan tren kenaikan Gini Ratio, yang saat ini ada di level 0,41. Gini Ratio merupakan pengukuran statistik untuk melihat sejauh mana pemerataan pendapatan di suatu negara, di mana nilai 0 berarti pemerataan sempurna. 

Artinya pertumbuhan ekonomi yang mentereng ternyata tidak terlalu dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, terutama mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini adalah, seperti yang diungkapkan oleh banyak pakar ekonomi, yang kaya semakin kaya sementara golongan miskin semakin terhimpit di dalam kemiskinan. 

Memasuki tahun 2015, tidak mudah bagi pemerintahan Jokowi untuk memperbaiki kondisi yang ada, mengingat kondisi ekonomi global yang tidak terlalu mendukung. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk dapat menggenjot perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan sesuai target. 

Begitu terompet tahun baru berhenti berbunyi, pemerintah Jokowi harus kembali fokus dalam menjalankan berbagai program pengentasan kemiskinan. Kebijakan berani pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM di bulan lalu memang patut diapresiasi untuk mengurangi tekanan fiskal, namun masyarakat miskin dapat kembali menjadi korban apabila pengalihan subsidi tidak dilakukan dengan hati-hati. 

Masyarakat miskin sejauh ini sudah sangat terpukul dengan kenaikkan harga BBM. Daya beli mereka tergerus karena pengurangan subsidi BBM mendorong naiknya harga-harga beberapa komoditas pangan serta biaya transportasi. Beban mereka akan bertambah berat ketika pemerintah akhirnya menaikkan gas elpiji 12 kg di awal tahun.    

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan beberapa waktu yang lalu bahwa pemerintah akan mengalokasi dana penghematan subsidi BBM ke beberapa sektor yang dianggap sangat penting. Disebutkan bahwa pemerintah akan fokus pada pembangunan infrastruktur, pertanian — terutama bantuan pupuk dan benih kepada para petani serta sektor kelautan. Selain itu, penghematan dana subsidi BBM juga akan dialihkan ke sektor-sektor lain, termasuk ketahanan energi dan transportasi. 

Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan ada tiga pilar yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah dalam usahanya mengentaskan kemiskinan. Ketiga pilar itu adalah perkuatan di sektor pertanian, perbaikan sektor industri domestik, dan keberpihakan sektor keuangan kepada masyarakat miskin. Menurut INDEF, dibutuhkan pendampingan intensif dari pemerintah agar mereka yang sudah keluar dari kategori miskin tidak lagi jatuh menjadi miskin. 

Sejauh ini pemerintah sebetulnya sudah memiliki amunisi yang cukup besar dalam melaksanakan berbagai program pengentasan kemiskinan, yang berada di bawah naungan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sebanyak Rp 135,1 triliun sudah disiapkan di dalam RAPBN 2015 untuk anggaran kemiskinan, sebuah lonjakan sangat besar dibandingkan pada tahun 2004 yang hanya Rp 28 triliun.   

Berbagai rencana pemerintah sejauh ini sudah baik, namun yang harus diperhatikan adalah proses pelaksanannya, sehingga penyalahgunaan anggaran dapat dikurangi, satu masalah yang selama ini selalu menghambat berbagai usaha pengentasan kemiskinan di Indonesia. Di sini peran aktif masyarakat luas dibutuhkan untuk mengawasi proses pelaksanaan tersebut. 

Yang juga tidak boleh dilupakan adalah peran strategis pendidikan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia secara jangka panjang. Seperti yang sudah dicontohkan oleh banyak negara maju, pendidikan menjadi kunci perbaikan ekonomi, memastikan generasi muda mendapatkan pendidikan berkualitas sehingga nantinya ketika dewasa mereka bisa berkarya dan tidak menjadi beban bagi perekonomian negara. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah seorang konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis selama dua tahun di sebuah koran berbahasa Inggris di Jakarta. Ia suka membaca buku dan berpetualang, dan ia sangat menikmati cita rasa kopi tubruk yang bersahaja. Follow Twitternya di @barleybanget

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!