Lukman Sardi melihat tragedi Mei ’98 dari dapur Istana

Johana Purba

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Lukman Sardi melihat tragedi Mei ’98 dari dapur Istana
Melalui 'Di Balik 98', sutradara Lukman Sardi ingin hidupkan kembali harapan dan ingatkan masyarakat untuk tak gunakan kekerasan demi raih tujuan.

Setelah berpuluh tahun malang melintang di dunia akting, aktor Lukman Sardi menjajal peruntungannya menjadi sutradara. Film pertamanya sebagai sutradara yang berjudul Di Balik 98 mengangkat beban historis yang tak ringan. Namun berulang kali ia menegaskan bahwa film ini bukan film sejarah, apalagi bermuatan politis.

Ia juga menampik bahwa Di Balik 98, film produksi MNC Pictures, dibiayai oleh seorang jenderal yang diduga terlibat dalam kasus berdarah 16 tahun silam itu. Lukman mengungkapkan bahwa Di Balik 98 adalah sebuah film drama keluarga, tentang harapan yang ingin digapai. (BACA: ‘Di Balik 98’ bukan film politik)

Karakter-karakter di film ini beragam. Ada Bagus, seorang Letnan Dua; Salma, seorang pegawai Istana Negara, istri Bagus yang sedang hamil besar; Diana, adik ipar Bagus, seorang aktivis reformasi mahasiswa; dan Daniel, pacar Diana, seorang keturunan Tionghoa yang harus kehilangan keluarganya dalam kerusuhan Mei 1998.

Ada juga karakter-karakter pembantu yang membuat film ini lebih menarik. Seperti mantan Presiden Soeharto dan mantan Wakil Presiden B.J. Habibie.

Lukman, putra pemain biola kenamaan Idris Sardi, bercerita kepada Rappler Indonesia bahwa di usianya yang ke-40 ini ia ingin mewujudkan impiannya menjadi seorang sutradara. Sebagai seorang alumnus Universitas Trisakti, ia berharap, melalui Di Balik 98, dapat memberikan sesuatu kepada almamaternya. Lebih dari itu, melalui film ini, ia juga ingin mengingatkan masyarakat akan pentingnya menghidupkan harapan. 

Berikut wawancara Rappler Indonesia dengan Lukman Sardi di sela-sela media preview Di Balik 98 di Djakarta Theater, Rabu, 7 Januari 2015. 

Ini film pertama kamu, tapi sudah memilih latar belakang yang berat. Kenapa?

Saya memang ingin jadi sutradara, obsesi lama dan berpikir pada usia 40 akan jadi sutradara. Tetapi kembali lagi ini jalan Tuhan. Gue nggak pernah merencanakan film pertama gue akan mengerjakan film ini. Semua berjalan sebagaimana hidup. 

Sampai ada pembicaraan dari teman-teman di MNC untuk bikin film ini, dan gue bilang ini tantangan buat gue.  Belum tentu gue dapat tawaran lagi dan kebetulan di umur segitu gue pengen jadi sutradara. 

Pada peristiwa itu, tahun 1998, Lukman ada di mana?

Saya ini alumni Trisakti, memang saya lulus tahun 1994. Tetapi waktu itu gue dapat kabar dari teman-teman. Selama beberapa hari gue ada di gedung MPR/DPR. Gue bukan seperti teman-teman aktivis yang berjuang, gue berjuang beda dengan membantu di bagian logistik.  

Bagaimana riset atau pengumpulan data untuk film ini?

Kita banyak dapat data dari buku, riset, dan ketemu orang yang terlibat langsung. Gue tidak sembarangan, walaupun  ini bukan film politik atau sejarah, tetapi ada latar belakang itu yang mana gue harus tepat dalam memaparkan hal hal yang berbau sejarah.  

Meski kental dengan latar belakang sejarah, Lukman bilang ini film drama?

Kalau mau begitu, gue bikin kupas tuntas, dong. Ini kan diambil dari kejadian-kejadian, misalnya demo, kita tahu ada, penembakan kita tahu itu ada. Negosiasi Habibie dan Soeharto itu ada di buku dan menguatkan. Saat Pak Habibie dan Soeharto bertemu, menurut gue itu momen yang akrab.  

Contoh lain, penurunan Pak Harto, kan itu disiarkan di TV. Tapi dalam film, dari kejadian ini sebuah keluarga bertemu. Kembali lagi ke kemanusiaan. Ada potret orang yang senang Pak Harto turun, ada yang sedih, semua cut-to-cut  untuk menjadikannya menarik.

Screen shot trailer film 'Di Balik 98'

Dalam film, ada karakter Ririn, seorang pegawai dapur Istana yang beradikkan aktivis kampus dan suami seorang tentara. Darimana datangnya ide tentang dapur Istana?

Itu hasil brainstorming bareng-bareng. Dapur adalah daerah yang selalu sibuk, dan secara film menarik, ada memasak, potong-potong, dan karakter yang tidak terlalu dekat dengan unsur politik. Dan karena ini bukan film politik, gue gak bisa taruh Ririn jadi orang Istana yang dekat dengan politis. Dapur kan tidak bersentuhan, hanya melihat Pak Harto, atau lainnya dari dunia luar. Dari pandangan dia.  

Lantas apa tema besar film ini?

Tema film ini adalah film keluarga percintaan dan kegelisahan yg berlatar belakang Mei 1998. Gue mengerti ini isu sensitif, makanya mengambil tema yang lain. Film ini tentang  harapan. Begitu banyak harapan orang yang berantakan. Misalnya keluarga Ririn, mereka kehilangan harapan. Juga pada Daniel dan Diana yang punya harapan untuk bersama, akhirnya harapan mereka berantakan karena peristiwa itu. 

Bagaimana proses produksi dan apakah ada sensor yang cukup ketat?

Editing pertama 4 jam. Karena ini film pertama saya sebagai sutaradara, jadi banyak maunya. Banyak yang akhirnya kita edit, karena kita nggak mungkin bikin film durasi 4 jam. Dari 4 jam sampai akhirnya 107 menit. Dari sensor tidak ada sama sekali pemotongan. Untuk usianya remaja 13 tahun. Kita memotong hanya untuk kepentingan kekuatan cerita. 

Lalu bagaimana Lukman menanggapi somasi dari Kelompok Aktivis ’98 ?

Saya belum tahu somasinya seperti apa. Saya mau nanya, mereka udah nonton apa belum? Untuk pemelintiran sejarah, saya harap mereka nonton dulu. Buat saya ini pembelajaran yang baik. Mengenai somasi itu saya nggak bisa kasih tanggapan apa-apa, karena saya belum tahu isi somasinya. Tetapi itu hak mereka sebagai masyarakat hukum di Indonesia. 

Di Balik 98 tayang di bioskop mulai 15 Januari 2015. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!