Kalkulasi politik Jokowi melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kalkulasi politik Jokowi melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri

Dhemas Reviyanto Atmodjo

Apakah Jokowi akan melantik calon Kapolri yang berstatus tersangka KPK? Apa untung-rugi bagi pemerintahan Jokowi?

 

Presiden Joko “Jokowi” Widodo pernah bercerita bahwa dirinya meminta tiga saran sukes pembangunan kepada Presiden Tiongkok Xi Jinping. Jokowi menceritakannya saat menghadiri Rapat Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pertengahan Desember 2014. “Saya minta tiga kiat saja ke Presiden Jinping. Tiga saja, jangan ditambah-tambah,” ujar Jokowi.  

Jawaban pemimpin negara Tirai Bambu itu, yang kesatu, adalah partai yang bersatu. “Ini sulit, yang ngomong dia lho,” ujar Jokowi yang disambut tawa hadirin. Semua mafhum lansekap politik Indonesia dan dukungan kepada Jokowi di parlemen yang kalah suara dibanding koalisi “lawan” dari pendukung Prabowo Subianto, calon presiden yang dikalahkan Jokowi.

Saran kedua dari Presiden Jinping, tutur Jokowi, adalah, jika ingin menjadi negara besar seperti Tiongkok, sebuah negara harus memiliki visi dan rencana besar. Jinping baru meluncurkan China Initiatives of Building Silk Road Economic Belt. Di sini informasinya. Jokowi punya Nawa Cita, sembilan prioritas program kerja, yang bisa dibaca di sini.  

Resep sukses ketiga agar sebuah negara sukses, kata Jinping, adalah infrastruktur harus dibangun secepat-cepatnya. Kalau tidak ada dananya bagaimana?  Menurut Jokowi, Jinping mengatakan duit harus buru-buru dicari. Kalau terlambat kian sulit dan mahal. Tiongkok tidak hanya membuat desain besar pembangunan, tapi merealisasikan pendirian Bank Pembangunan Infrastruktur Asian (AIIB). Indonesia sudah memutuskan ikut menjadi anggota pendiri bank ini. Saya menuliskannya saat Jokowi berkunjung ke Tiongkok, di tautan ini 

Dua saran terakhir, terasa lebih mudah dijalankan Jokowi. Dia memiliki Nawa Cita, dan sudah berkomitmen membangun infrastruktur termasuk yang dijadikan unggulan: Tol Laut. Jokowi ingin membangun konektivitas antar pulau-pulau besar di Indonesia. Jika konektivitas membaik, kesenjangan antar wilayah bisa dikurangi. Misalnya saja kesenjangan pasokan bahan pokok dan harganya. Termasuk kesenjangan harga bahan bakar minyak yang menjadi oksigen bagi jalannya perekonomian.

Duitnya? Untuk 2015, Jokowi mengklaim punya ruang fiskal Rp 120 triliun dari pemangkasan subsidi BBM yang dia lakukan saat menaikkan harga BBM 17 November 2014. Untuk tahun berikutnya? Dia perlu negosiasi dengan DPR.

Untuk saran pertama, partai yang bersatu, Jokowi mengaku situasinya sulit. Indonesia adalah negara demokrasi dengan multi partai, Tiongkok dikuasai satu partai saja. Di Indonesia membangun konsensus adalah perkara pelik, dan biasanya diwarnai mekanisme dagang sapi, tawar-menawar. Pasar politik.

Nyatanya, ketika situasinya mengerucut kepada “partai yang bersatu” pun, bagi Jokowi menjadi masalah. Misalnya, dua hari ini, partai politik di Senayan, minus Fraksi Partai Demokrat, sepakat secara aklamasi mendukung Komisaris Jendral Budi Gunawan menjadi calon Kapolri. DPR menyetujui usulan calon tunggal dari Jokowi. Presiden memilih Budi Gunawan dengan alasan prestasi dan kenal dekat. Lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan bom. Budi Gunawan tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi. Rinciannya bisa dibaca di sini. 

Partai politik bersatu ataupun terpecah berpotensi menimbulkan sakit kepala bagi Jokowi. Indahnya demokrasi. 

Bagi Jokowi hari ini, ketika menghadapi ujian politik besar yang pertama dalam kepemimpinannya, pilihannya adalah: berhadapan dengan mayoritas politisi di  DPR atau berhadapan dengan KPK dan sebagian publik yang ingin Jokowi memenuhi janjinya di Nawa Cita.  

”Bagi Jokowi, ini ujian politik besar yang pertama dalam kepemimpinannya. Pilihannya adalah: berhadapan dengan mayoritas politisi di DPR atau berhadapan dengan KPK”

Poin keempat bunyinya adalah, “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.” Bagaimana Jokowi bisa meyakinkan publik pemilihnya, bahwa dirinya konsisten menjalankan butir Nawa Cita poin 4 ini jika melantik Kapolri dengan status tersangka KPK?

Kamis malam (15/1), Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto melempar “keluhan”, semacam minta dimaklumi. Dia bilang, Presiden Joko Widodo mendengarkan protes yang dilayangkan Relawan 2 Jari atas keputusan mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. “Presiden meminta relawan memahami posisi sulit yang dihadapi Jokowi saat ini,” kata Andi.  

Posisi sulit yang dimaksud adalah posisi politik, terutama setelah sidang paripurna DPR menyetujui pencalonan Budi Gunawan, dan PDI-P dan Nasdem terang-terangan meminta Jokowi segera melantik Budi Gunawan.

Apa yang akan dilakukan Jokowi? Melantik Budi Gunawan risiko politik lebih kecil. Risiko citra publik lebih besar. Melawan KPK?  

Menurut situs KPK, masa tugas pimpinan lembaga ini berakhir 2015. Lalu akan ada penggantian. Prosesnya, kalau merujuk pada proses 2011, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Hukum dan HAM mengajukan calon nama panitia seleksi kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM. Dari kantor Menko, nama yang diseleksi akan diserahkan ke Presiden untuk dibuatkan keputusan presiden agar pansel bekerja.

Pansel anggota KPK tugasnya:

  • Mengumumkan penerimaan dan melakukan pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi;
  • Mengumumkan kepada masyarakat calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan tanggapan;
  • Menyeleksi dan menentukan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi;
  • Menyampaikan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Presiden.

Presiden menyerahkan nama-nama calon pimpinan KPK ke DPR. Wakil Rakyat di Senayan akan bersidang untuk memilih pimpinan KPK.

Kita bisa melihat, semuanya adalah proses politik yang melibatkan politisi yang bertugas di dua sisi, eksekutif dan legislatif. Publik bisa saja memberikan masukan. Tapi keputusan final ada di proses politik.

Saya menduga, masukan paling kencang dan meyakinkan ke Jokowi saat ini adalah untuk mengambil risiko politik sekecil mungkin, dengan mengabaikan saran KPK dan protes sebagian publik. Kalau satu poin Nawa Cita tidak dipenuhi, bukankah ada 8 Nawa Cita yang lainnya?  

Jokowi pilih menggeber penurunan harga BBM, karena harga dunia pun terus turun, memerintahkan menteri turun langsung mengontrol harga dan ketersediaan barang pokok. 

Jokowi akan turun langsung juga, blusukan mengontrol barang pokok. Jokowi akan memastikan tiga tahun swasembada pangan. Jokowi akan memastikan beberapa proyek termasuk tol laut terlaksana dalam lima tahun ini. Jokowi memastikan taraf hidup nelayan dan petani meningkat. Jokowi memastikan tiga kartu sakti efektif. Jokowi meluncurkan Wajib Pendidikan 12 tahun. Jokowi akan memastikan pembangunan listrik 35.000 Mega Watt terlaksana. Dampak bergandanya besar.  

It’s Economy, Stupid! Jargon yang populer di era Presiden AS Bill Clinton, dan sebenarnya menjadi pakem semua pemimpin yang terbukti cukup langgeng, termasuk Soeharto, apakah akan menjadi pilihan Jokowi?

Saya juga yakin ada suara yang mencoba meyakinkan Jokowi bahwa komitmen pemberantasan korupsi dan penegakan hukum itu tak kalah penting dibanding pembangunan ekonomi. Kebocoran ekonomi akibat korupsi adalah biang keladi kemiskinan. Ini juga janji kampanye Jokowi. 

Jadi, Mr. President, kami menunggu pilihan Anda. Setiap keputusan adalah investasi politik Anda. Anda mungkin bisa merasa yakin mendapatkan dukungan sebagian media arus utama saat ini. Tetapi, kalkulator Anda perlu berhitung resonansi kritik publik yang tanpa batas, sampai ke dunia. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!