Playlist wajib untuk menjaga akal budi

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Playlist wajib untuk menjaga akal budi
Ada lima lagu yang direkomendasikan oleh Arman Dhani, bukan lagu sembarangan, tapi lagu untuk membuat kita tetap terjaga akal budinya, dan peduli KPK.

Sebagai orang yang terlanjur kaya dan mapan, saya sebenarnya tidak ambil pusing dengan polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Siapa pun yang menang, saya akan tetap senang. Siapa pun yang kalah, ya, saya tetap akan bahagia.

Di negeri ini kalau Anda punya uang, apa pun bisa terjadi. Misalnya, yang awalnya positif bisa jadi negatif. Atau yang awalnya diam tiba-tiba bisa bersuara. Negeri ini selalu berpihak dan akan terus berpihak pada uang. Perdamaian itu indah. Di jalan, damai itu Rp 50.000 — jika Anda paham maksud saya.

Susah untuk tetap waras dan berakal ketika kita dipaksa melihat televisi. Dalam banyak hal kita tahu mana yang benar dan salah, tapi terlalu takut untuk mengadu nasib memperjuangkan kebenaran. Dalam pertempuran antara KPK dan Polisi, yang kalah adalah akal sehat sementara yang menang tentu saja kepentingan-kepentingan elit para koruptor.

Waktu yang harusnya digunakan untuk menangkap penjahat kini dihabiskan kedua lembaga itu untuk membela masing-masing idolanya.

Susah untuk tetap memiliki hati nurani dan berpegang pada nalar ketika kita dihantam oleh keadaan. Kerja dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore, cicilan yang belum lunas, dan tekanan dari keluarga untuk ini dan itu.

Sebagai orang yang terlanjur kaya dan mapan, tentu saja saya tidak mau direpotkan dengan membela KPK atau menuntut institusi Polri jadi bersih.

Buat apa? Memang kalo saya turun ke jalan, demonstrasi lalu dipecat, orang orang yang sok ngaktivisi itu mau carikan saya kerja? Nggak, kan? 

Jadi, ya sudah, saya  akan tetap mendukung “Save KPK” lewat media sosial. Perkara nanti leher saya diinjak-injak sistem korup, ya itu urusan nanti. Perkara nanti kita punya Kapolri yang berstatus tersangka karena rekening gendut, ya nggak apa-apa.

Wong kematian demi kematian yang terjadi di Papua terus ada dan kita tak pernah ambil pusing, kok. Wong kekerasan atas nama tuhan masih terjadi, banyak yang diam aja, kok. 

Kalau kesadaran bahwa KPK adalah satu-satunya lembaga yang relatif bersih di negeri ini tidak ada, ya susah. Kalau kesadaran bahwa KPK mesti diselamatkan sebagai sebuah lembaga dari kerusakan, ya susah.

Mungkin banyak seperti saya yang belum sadar kalo KPK itu penting, penting karena meski ia kurang, lembaga ini yang secara terbuka dan jelas memerangi kejahatan kemanusiaan bernama korupsi. Kepada siapa kita mau berharap pemberantasan korupsi dilakukan? Polisi?

Untuk itu marilah sembari merayakan konsumsi dan gaji di awal bulan, kita pura-pura peduli. Kita bisa pura-pura untuk membela KPK.

Bukan karena kita sadar, tapi agar kita dibilang keren. Butuh kondisi di mana golok benar-benar menempel di hulu leher kita untuk peduli.

Bahwa masalah korupsi ini sudah kepalang brengsek, dan mendiamkan KPK, sebagai lembaga, ditindas adalah mendukung koruptor untuk berkuasa.

Saya menawarkan 5 lagu untuk didengar seraya merayakan itu. Maksudnya merayakan gaji di awal bulan, bukan merayakan kepedulian kita pada KPK.

Lagu-lagu ini boleh dipikirkan maknanya, boleh tidak, yang penting jangan lupa bersenang-senang. Negara belum dalam keadaan bahaya, buktinya Aiptu Labora masih bisa menolak dipenjara.

Rima Ababil – Homicide 

Lagu pertama berasal dari paguyuban hiphop pilih tanding, Homicide. Rima Ababil adalah lagu dengan tendensi goyang amat serius. Hati-hati kepala pusing karena band ini akan menggempur setiap bagasi pemahaman kata Anda hingga titik nadir.

Akang Herry Sutresna, atau yang biasa dikenal dengan Ucok, mengajak Anda untuk mendendang sepatah-dua patah rima yang bisa menghancurkan fasis. Itu pun jika Anda mau. 

“Dengan ranah yang merubah khotbah yang menjadi limbah, 

dengan lanskap penuh kesumat, despot melaknat, 

penuh bigot yang bersandar pada jaminan polis dan jimat, 

maka kupinang kepalan pelumat tirani valas yang tak pernah tamat memplagiat kiamat.

Coklat – Pure Saturday

Kabar agak sedih namun positif datang dari grup indie kota Bandung tercinta, Pure Saturday. Setelah dua anggota mereka memutuskan mundur beberapa hari lalu, kita selayaknya menziarahi album perdana mereka sambil mendengarkan Coklat.

Konon beberapa orang mengaitkan lagu ini dengan aparat keamanan. Saya sendiri tidak berpikir lagu ini tentang aparat. Lagu ini berkisah tentang babi. Babi yang gemar masuk lumpur, hilang arah, dan menarik ucapan. Apakah Anda berpikir lagu ini tentang aparat?

 “Coklat menari bagai babi. 

Kejar penghuni…

Bijak berangkat masuk lumpur. 

Jadi lagi…Hilang arah silap tujuan. 

Tarik ucapan”

Di Udara – Efek Rumah Kaca 

Meski sebenarnya lagu ini, saya kira, adalah ode untuk keberanian Munir, tapi baiknya ia didengarkan lagi. Bukan hanya sekedar untuk mengenang Munir, tapi juga untuk mewarisi semangatnya yang tanpa kompromi dan berani.

Ia adalah sosok manusia lurus yang menolak tunduk pada ketakutan. Tidak takut diancam penjara, tidak takut diancam praperadilan, atau sekedar kehilangan jabatan.

Lagu ini semestinya wajib didengarkan setiap Senin pagi di lembaga-lembaga negara sesudah Indonesia Raya dikumandangkan. Biar apa? Ya, biar gaul kaya anak scene

“Aku sering diancam, juga teror mencekam. 

Kerap ku disingkirkan sampai di mana kapan. 

Ku bisa tenggelam di lautan. 

Aku bisa diracun di udara. 

Aku bisa terbunuh di trotoar jalan, tapi aku tak pernah mati. 

Tak akan berhenti”

Lencana – Seringai 

Saya takut pada aparat keamanan, takut ditilang sebenarnya, meski kadang surat kendaraan lengkap tapi tetap saja ada rasa takut. Seringai melalui lagu Lencana dengan bernas menggambarkan sebab musabab mengapa kita takut pada otoritas keamanan. Barangkali karena mereka bisa bertindak semaunya dan sesukanya.

Beberapa waktu lalu seorang Kapolres berkata secara terbuka memerintahkan tembak mati pelaku kejahatan yang melawan saat ditangkap. Kira-kira butuh berapa lama kebijakan ini diberlakukan untuk pelaku demonstrasi yang melawan saat ditertibkan? 

Kekuatanmu di balik lencana, memiliki senjata buatmu bergaya!

Lelucon sedih ketika semua di bawah kendali, 

lecehkan mereka yang tak punya lencana. 

Melindungi? Melayani?

Ayun Buai Zaman – FSTVLST

Ayun Buai Zaman adalah lagu indah yang betul-betul menyindir keberadaan para pendaki sosial seperti saya. Lho, gimana? Saya selaku pendaki sosial adalah orang-orang yang selalu punya komentar untuk banyak hal, dan selalu punya solusi untuk banyak masalah.

Namun jika diminta untuk turun ke jalan dan ambil bagian dalam penyelesaian masalah? Wait, tunggu dulu, sepatu saya terlalu mahal untuk demonstrasi, apalagi hanya untuk menyelamatkan lembaga dari orang yang bisa menjebloskan kita dalam penjara, karena masalah yang terjadi lima tahun yang lalu. 

“Lencana kepemimpinan legitimasi kuasa,

yang sesungguhnya mainan monyet saja, insting primitif, hewani,

berias budaya sikat-sikut ke puncak mercu kuasa mati naas tertimpa berat perutnya mari kencingi batu nisan kuburnya

Demikian lagu lagu ini saya susun agar supaya terlihat keren dan peduli. -Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitternya, @Arman_Dhani.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!