Latin America

Surabaya Night Run: Lari sambil menelusuri tempat bersejarah

Kartika Ikawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Olahraga lari sudah menjadi gaya hidup metropolitan. Tapi bagaimana jika kamu lari sambil belajar sejarah? Ini terjadi di Surabaya, di komunitas Historical Night Run!
SURABAYA, Indonesia – Lari pagi? Sudah biasa. Lari malam? Mulai nge-trend. Lari malam sambil belajar sejarah? Ini yang baru. Yap, acara lari malam sambil belajar sejarah ini ada di Surabaya, Historical Night Run namanya. 

Acara yang diselenggarakan di seputar daerah Tugu Pahlawan Surabaya ini diselenggarakan Rabu malam (4/2). Kegiatan ini digagas oleh Roodebrug Soerabaia, komunitas pemerhati sejarah, bekerja sama pula dengan Kendos (Kenthol Mbeledhos), komunitas lari asal Surabaya. 

Prima Kirtti, Ketua Divisi Perpustakaan, Dokumentasi, dan Kearsipan Roodebrug Soerabaia, mengatakan Historical Night Run ini merupakan acara perdana yang mengkombinasikan antara olahraga lari dan mengunjungi lokasi bersejarah. Total rute sejauh 4 km. Nantinya akan diselenggarakan rutin. 

Mau tahu mana saja yang menjadi pit-stopnya? Yuk kita lihat rutenya: 

Titik pertama: Tugu Pahlawan

Tugu Pahlawan Surabaya. Foto oleh Kartika Ikawati.

Bangunan yang menjadi ikon Surabaya ini pasti sudah banyak tahu. Tapi tahukan kamu sebelum Tugu Pahlawan dibangun dulunya adalah sebuah gedung, yang konon cukup angker. 

Namanya Palais Van Justitie, atau gedung pengadilan tinggi di masa pemerintahan Belanda. 
Dari gedung ini, ribuan pejuang asal Surabaya divonis dan dikirim ke berbagai penjara. Ada beberapa pejuang yang ditahan dan disiksa di gedung ini. Tradisi penyiksaan ini masih berlanjut ketika Jepang datang dan menguasai Indonesia pada 1942. Gedung ini kemudian berubah fungsi menjadi tahanan Kempetai (polisi Jepang). 

Sejarah: Pada 1945, Jepang kalah perang dari sekutu. Saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di mana-mana, termasuk di Surabaya. Situasi ini dimanfaatkan oleh para pejuang Surabaya, mereka ingin melucuti persenjataan tentara Jepang di gedung Palais Van Justitie. Kontak senjata dengan Jepang pun tak terelakkan, hingga akhirnya Kempetai Jepang menyerah.

Gedung ini kemudian ikut hancur dalam bombardir mesin perang sekutu pada 10 November 1945. Karena gedung ini dianggap mewakili tradisi kepahlawanan Surabaya, dari bekas tempat berdiri Palais Van Justitie inilah, dibangun Tugu Pahlawan. Monumen setinggi 41,15 meter berbentuk paku terbalik ini diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1952. 

Pada tahun 2000, di bawah tanah lahan Tugu Pahlawan dibangun museum sedalam 7 meter. Di dalamnya ada foto-foto dokumentasi pembangunan Tugu Pahlawan, ada juga diorama statis yang menggambarkan aksi kepahlawanan arek-arek Surabaya saat pertempuran 10 November. 

Ngapain aja di sini: 

Berkunjung ke Tugu Pahlawan, tidak afdol rasanya kalau belum makan Nasi Bebek Tugu Pahlawan. Tempat makan yang sudah kondang diantara pecinta kuliner Surabaya ini, lokasinya tepat di seberang jalan depan Tugu Pahlawan. Warung yang buka setiap jam 6 sore ini hanya menyajikan satu menu yaitu bebek goreng. Tapi jangan khawatir, ada beberapa macam bebek yang bisa kamu pilih, seperti paha super dengan harga 18 ribu, paha biasa 15 ribu, ada juga dada, protolan, dan jeroan yang harganya lebih murah. Jika kamu ingin makan Bebek Tugu Pahlawan dengan nyaman, sebaiknya datang sebelum jam 7 malam. Kalau tidak, siap-siap saja mengantri sambil kelaparan.

Titik kedua: Jembatan Merah

Jembatan Merah, Surabaya, Jawa Timur. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

Jembatan legendaris ini menjadi saksi bisu dalam pertempuran Arek-Arek Surabaya melawan pasukan Inggris yang dipimpin Brigadir Jendral Mallaby. 

Sejarah: Hingga saat ini kematian Mallaby punya beragam versi dan masih menyisakan misteri. Yang pasti kematian Mallaby di dekat Jembatan Merah kala itu, menjadi salah satu pemicu insiden 10 November 1945. 

Jembatan ini awalnya terbuat dari kayu, dan baru pada tahun 1890-an fisik jembatan diganti menjadi besi dan di cat warna merah. Nama jembatan merah bukan berarti warna cat dari jembatan itu merah, tapi karena jembatan itu pernah terjadi pertumpahan darah dalam perang tahun 1945, sehingga diberi nama Jembatan Merah

Ngapain aja di sini: Nah buat kamu yang mau belanja murah dengan harga grosir, bisa juga mampir ke Jembatan Merah Plaza (JMP). Pusat perbelanjaan yang namanya sama dengan jembatan legendaris ini, terkenal akan produk fashion dan aneka kain baik lokal maupun impor. Selain JMP, kamu juga bisa mengunjungi Jalan Kembang Jepun yang letaknya tak jauh. Di kawasan pecinan ini, kamu bisa menemukan gapura naga berwarna merah yang menjadi tetenger Jalan Kembang Jepun. Mendekati hari jadi Surabaya di bulan Mei, jangan lewatkan pula festival rujak uleg yang biasanya dihelat di sepanjang jalan ini.

Titik Ketiga: Patung Yos Sudarso

Patung Yos Sudarso, Surabaya, Jawa Timur. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

Jika kamu melewati Jalan Indrapura Surabaya, coba perhatikan di ujung jalan ada sebuah patung prajurit, di situlah letak Patung Yos Sudarso. Pahlawan nasional asal Salatiga ini dikenal karena gugur dalam pertempuran Laut Aru. 

Sejarah: Bagi yang lupa-lupa ingat pertempuran Laut Aru, kita flashback lagi ya. Tahun 1962 usai Presiden Soekarno mencetuskan gerakan Trikora, Yos Sudarso merasa terpanggil untuk ikut serta dalam operasi militer dalam pembebasan Irian Barat. 

Bersama pasukan dan empat kapal, ia bergerak dari Tanjung Priok menuju Kaimana Papua. Tepat tanggal 15 Januari 1962 kapal mereka dipergoki oleh pesawat intai dan kapal patroli Belanda.  Pertempuran laut tidak dapat dielakkan. Serangan bertubi-tubi dari kapal Belanda akhirnya melumpuhkan KRI Matjan Tutul, kapal yang dikomandokan langsung oleh Yos Sudardo. 

Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Yos Sudarso mengumandangkan pesan melalui radio, “Kobarkan semangat pertempuran!” KRI Matjan Tutul pun tenggelam membawa serta jasad Yos Sudarso dan para pahlawan lainnya. 

Ngapain aja di sini: 

Setelah mengagumi patung Yos Sudarso, kamu bisa mampir ke sentra batu akik di perkampungan Krembangan Jalan Indrapura. Walau bentuknya kecil, harga batu akik bisa mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah lho. Batu akik yang dijual di sana, mayoritas berasal dari Pacitan, Cirebon, bahkan ada juga yang didatangkan dari Malaysia dan Brunei Darussalam. Penggemar batu akik memburunya dengan tujuan yang beragam. Ada yang digunakan sebagai buah tangan, koleksi, ada juga batu akik yang dipercaya sebagai kekuatan spiritual.

Titik ke-empat: Masjid Kemayoran

Masjid Kemayoran di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

Masih di Jalan Indrapura,  lari lurus saja sampai menemukan sebuah masjid tua. Ini dia  pit-stop ketiga, Masjid Kemayoran. 

Sejarah: Masjid yang dibangun pada 1848 ini termasuk salah satu masjid tertua setelah Masjid Ampel. Uniknya, masjid ini merupakan satu-satunya masjid yang dibangun oleh pemerintah Belanda. Namun pemerintah Belanda tidak serta-merta membangun masjid ini begitu saja. 

Pembangunan Masjid Kemayoran ini merupakan salah satu upaya Belanda untuk meredakan perlawanan umat Islam Surabaya kala itu.  Ketika itu, masjid di Surapringgo (sekarang kompleks Tugu Pahlawan) dirobohkan oleh pemerintah Belanda. Di tanah bekas masjid tersebut kemudian dibangun kantor peradilan.

Perobohan masjid itu dipandang sebagai penghinaan oleh umat Islam. Tak tinggal diam rakyat Surabaya bersama para kiai dan ulama melakukan perlawanan. Perlawanan ini membuat pemerintah Belanda kewalahan. 

Akhirnya untuk menarik simpati pemerintah Belanda menawarkan untuk mendirikan masjid pengganti. Letaknya jauh dari masjid semula, yaitu di atas sebidang tanah yang cukup luas, bekas rumah seorang mayor pemerintah Belanda. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Kemayoran.

Masjid ini didesain oleh arsitek Belanda, J.W.B. Wardenaar. Desain masjid yang bergaya Jawa kuno ini memiliki bangunan utama sebagai tempat untuk beribadah dan dua menara yang berada di sisi kiri dan kanan. Ketinggian menara sekitar 70 kaki. Pada tahun 1850an menara di sisi kiri runtuh akibat disambar petir, sehingga saat ini masjid Kemayoran hanya memiliki satu menara. 

Ngapain aja di sini:

Lapar sehabis dari masjid? Mampir saja ke Sentra PKL Indrapura. Di sana kamu bisa memilih beragam makanan khas Surabaya. Mulai dari rujak cingur, lontong kupang, lontong balap, hingga nasi goreng wader. Buat kamu pecinta bebek, jangan lupa coba Nasi Sobek (Soto Bebek). Dan buat kamu yang gaul, jangan lewatkan Mie Ayam Ta’miriyah, menu ini memang favoritnya pengunjung dari kalangan muda. Jangan khawatir jika mau nongkrong berlama-lama, karena di sana disediakan Wifi dan TV kabel. Harga makanannya pun cukup ramah di kantong.

Titik ke-lima: Gereja Katolik Kepanjen

Gereja Katolik Kepanjen, Surabaya, Jawa Timur. Foto oleh Kartika Ikawati.

Gimana larinya sudah capek? Yuk berhenti sejenak di Jalan Kepanjen. Di jalan ini ada sebuah gereja tertua di Surabaya. Gereja yang bersebelahan dengan SMAK Frateran ini bernama Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria, atau lebih dikenal dengan Gereja Katolik Kepanjen.

Sejarah: Berawal pada 1810, dua pastor asal Belanda, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding datang ke Surabaya. Pastor Wedding kemudian bertugas ke Batavia, sementara Waanders menetap di Surabaya. 

Kala itu Pastor Waanders sering mengadakan misa untuk umat Katolik di Surabaya. Dari hari ke hari jumlah umat Katolik semakin bertambah. Umat Katolik Surabaya pun berencana membangun sebuah gereja Katolik. Gereja selesai dibagun dan diresmikan pada tanggal 22 Maret 1822. 

Saat masa perjuangan, gereja yang bergaya eropa neo gotic ini, menjadi saksi bisu aksi-aksi heroik arek-arek Surabaya. Gereja ini beberapa kali mengalami renovasi namun arsitektur aslinya tidak mengalami perubahan. Hanya beberapa kaca jendela yang dirubah lebih modern. Pada bagian lain gereja terdapat patung Yesus, dan Gua Maria di bagian belakang gereja 

Ngapain aja di sini:

Kamu yang suka foto jangan lewatkan pose di depan gereja ini. Banyak pasangan yang menggunakan Gereja Katolik Kepanjen sebagai lokasi foto pre wedding lho. Bangunan gereja yang kuno dan mirip kastil ini enggak kalah keren dengan gereja yang ada di Eropa. Nah daripada jauh-jauh ke Eropa, mending selfie di depan gereja saja.

Nah terakhir, para pelari akan kembali ke Tugu Pahlawan! Tertarik bergabung?

Komunitas Historical Night Run di Surabaya, bukan hanya lari, tapi juga belajar sejarah. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

– Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!