Kalbe dan Siloam bisa digugat dalam kasus salah obat

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Buntut salah obat yang fatal, Kalbe Farma dan Siloam bisa digugat. DPR juga berencana memanggil keduanya.

Kalbe Farma tarik obat anestesi Buvanest dari peredaran. Sumber foto website Kalbe Farma

JAKARTA, Indonesia — Perusahaan farmasi Kalbe Farmasi bisa digugat pidana apabila terbukti lalai dalam proses produksi obat anestesi sehingga diduga menyebabkan dua pasien Rumah Sakit Siloam di Karawaci, Tangerang, meninggal dunia minggu lalu. 

“Kalau menghilangkan nyawa, itu pidana,” kata Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, Selasa, 17 Februari 2015. 

“Yang bisa mengajukan itu ahli warisnya, bisa anak, bisa orang tua, bisa suami atau istri.”

Selain itu, pihak yang merasa dirugikan dari kejadian tersebut juga bisa melayangkan gugatan perdata dengan landasan hukum UU Perlindungan Konsumen. 

“Konsumen itu ketika merasa dirugikan bisa menggugat pihak yang merugikan konsumen,” kata Sularsi. 

Dua pihak yang bisa digugat: RS Siloam yang melakukan tindakan medis dan Kalbe Farma sebagai penyedia obat. 

Bila kasus dibawa ke pengadilan, kedua pihak bisa melakukan pembuktian terbalik. 

“Apakah ada unsur kelalaian dan oleh siapa,” kata Sularsi. 

“Nah, Siloam itu melakukan pembuktian bahwa itu kesalahannya bukan oleh dia, tapi oleh Kalbe Farma. Pihak perusahaan farmasi ini melakukan pengemasan yang salah. Siloam juga bisa jadi tergugat kedua karena dia yang melakukan injeksi. Kedua-duanya boleh melakukan pembuktian,” kata Sularsi. 

Seorang dokter ginekologi yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan pada Rappler bahwa dalam kasus ini, dokter seharusnya membaca label dan etiket pemberian obat yang tercantum untuk menghindari kesalahan. 

Namun demikian, baik Siloam maupun Kalbe bisa lolos dari pengadilan, bila kedua korban sepakat untuk menyelesaikan kasus dengan damai melalui mediasi. 

“Yaitu kesepakatan antara korban dan si perusahaan,” kata Sularsi.

Seorang ibu yang menjalani operasi caesar untuk mengeluarkan anaknya dan seorang pria yang menjalani bedah urologi meninggal di RS Siloam minggu lalu, 11 Februari 2015, sehari setelah menjalani injeksi obat di sumsum tulang belakang. Obat bius bermerek dagang Buvanest yang berisi Bupivacaine yang diberikan diduga berisi obat lain, yakni Kalnex, merek dagang untuk Asam Tranexamat, obat untuk menghentikan pendarahan. 

(BACA: Kekacauan obat Kalbe diduga sebabkan dua pasien meninggal di Siloam)

Baik Buvanest maupun Kalnex sudah ditarik oleh Kalbe Farma. 

 

DPR berencana panggil Kalbe 

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana akan memanggil beberapa pihak terkait dengan kasus ini, termasuk Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Kalbe Farma. 

“Kami akan minta pimpinan Komisi IX DPR untuk memanggil stakeholders seperti Kemenkes, manajemen RS Siloam, BPOM, dan PT Kalbe Farma untuk dimintai penjelasan atas kasus meninggalnya 2 pasien RS Siloam,” kata anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini seperti dikutip oleh detik.com, Selasa, 17 Februari. 

“Bahwa pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang yang dijamin Konstitusi,” kata Amelia. 

BPOM dengan pihak-pihak terkait tengah menyelidiki kasus ini. — Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!