Tangisan Mary Jane dan harapan ampunan dari hukuman mati

Prima Sulistya Wardhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tangisan Mary Jane dan harapan ampunan dari hukuman mati

AFP

Tak dipenuhinya hak-hak Mary Jane sebagai terdakwa di pengadilan, bisa menjadi preseden buruk. Akankah ia mendapat pengampunan?

SLEMAN, Indonesia — Mary Jane Fiesta Veloso hanya bisa menangis di tengah persidangan. Ia bukan hanya tak terima karena akan dihukum mati, tapi juga bingung, karena tak mengerti jalannya sidang yang berlangsung dalam Bahasa Indonesia. 

Warga negara Filipina ini bukan sedang menjalani sidang pidana atau perdata biasa, tapi sidang Peninjauan Kembali (PK) atas kasus vonis matinya di Pengadilan Negeri Sleman, Rabu, 4 Maret. 

Mary Jane sebelumnya tertangkap di Bandara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010 karena kedapatan membawa 2,622 kilogram heroin di dalam 2 koper. Kedatangannya di Indonesia memakai visa turis. 

Ia kemudian divonis mati oleh Pengadilan Negeri Sleman pada Oktober 2010 karena melanggar UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 114 ayat 2. 

Sebelum mengajukan PK, Mary Jane telah mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo, namun ditolak.

Dalam Kongres Umat Islam Indonesia VI di Yogyakarta, Februari lalu, Jokowi kembali menegaskan komitmennya memberantas peredaran narkoba. “Bukan Presiden yang menghukum mati, Presiden hanya tidak mengampuni,” kata Jokowi saat itu.

Sementara itu, dalam agenda persidangan hari ini, hakim mendengarkan kesaksian dari pendamping spiritual Mary Jane, Bernhard Kieser SJ, dan Kepala Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) LIA Yogyakarta, Agus Darwanto. Salah satu keluhan mereka, kekhawatiran tidak terpenuhinya hak Mary Jane karena ia tak mengerti dan tak bisa membela dirinya di sidang akibat keterbatasan penguasaan Bahasa Indonesia. 

Novum baru: Tak disediakan penerjamah bahasa Tagalog

Tidak dipenuhinya hak-hak ini dijadikan novum baru oleh kuasa hukum Mary Jane. Tiga dari 7 kuasa hukum Mary Jane yang hadir menyodorkan bukti baru (novum) tersebut. 

Kuasa hukum mengingatkan kembali, bahwa hak kliennya tak dipenuhi sejak persidangan tahun 2010. Pada persidangan saat itu, pengadilan hanya menyediakan penerjemah dari bahasa Inggris bernama Nuraini, mahasiswa STBA LIA.

Padahal Mary Jane hanya bisa berkomunikasi dalam bahasa Tagalog. Dalam kesaksiannya, Agus Darwanto mengiyakan bila Nuraini adalah mahasiswi di STBA LIA dan menjadi penerjemah di persidangan tahun 2010. 

Menurut Agus Salim, kuasa hukum Mary Jane, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur jika terdakwa tidak mengerti bahasa Indonesia, hakim harus menyediakan penerjemah.

Itu diatur dalam Pasal 177 ayat 1 yang berbunyi, ”Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.”

Karena tidak ada penerjemah bahasa Tagalog, lanjut Agus, Mary Jane tidak mengerti apa yang dibicarakan dalam persidangan. Menjawab pertanyaan mengapa persoalan penerjemah itu tidak dipermasalahkan di persidangan kala itu, Agus menjawab bahwa saat itu pengacara Mary Jane adalah pengacara pro bono yang disediakan pengadilan.

“Tidak profesional,” katanya.

Belajar dari kasus sebelumnya, ada harapan untuk Mary Jane?

Mary Jane, warga Filipina yang vonis mati atas kasus narkoba, diantar oleh petugas kepolisian untuk mengikuti sidang Peninjauan Kembali di Sleman, 3 Maret 2015. Foto oleh Suryo Wibowo/AFP

Untuk kasus serupa, terdapat yurisprudensi yang dapat menjadi preseden bagi kasus Mary Jane, tambah Agus, yakni vonis mati kepada Nonthanam M. Saichon oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2002.

Karena persoalan penerjemah, PK Nonthanam kemudian dikabulkan. “Padahal tes narkobanya positif, sedangkan Mary Jane tidak,” tambah Agus.

Sidang ini sempat diskors selama 2,5 jam. Ketika dimulai kembali, Hakim Marliyus menyatakan sidang selesai. Tadinya sidang dijadwalkan berlangsung 3 hari, namun akhirnya hanya 2 hari.

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) akan diserahkan ke MA. “Tinggal menunggu di MA,” kata Agus usai sidang ditutup. Jaksa Penuntut Umum Sri Anggraeni sendiri menolak novum yang diajukan kuasa hukum terdakwa. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!