Jejak perdagangan ilegal satwa liar di Surabaya

Kartika Ikawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jejak perdagangan ilegal satwa liar di Surabaya
Penggemar satwa liar yang dilindungi ini banyak dari kalangan anak muda. Bahkan jual beli satwa kini sudah berkembang di media sosial mengikuti perkembangan zaman. Seperti apa jalur dan modus perdagangannya?

SURABAYA, Indonesia —Setelah dikejutkan dengan berita beberapa satwa yang tak terurus bahkan meninggal dengan cara mengenaskan di Kebun Binatang, Surabaya kini menghadapi masalah baru dengan kasus hewan liar. Yaitu, maraknya praktik perdagangan satwa liar yang dilindungi. 

Kota Pahlawan ini diduga menjadi pintu masuk perdagangan satwa liar yang dilindungi untuk Provinsi Jawa Timur. Seperti apa indikasinya? 

Pertama, dalam satu bulan, ada 3 kasus yang ditangani oleh pihak berwajib: 

  • 13 Februari, Polda Jatim mengamankan 3 tersangka asal Madiun, beserta barang bukti berupa 1 harimau yang kondisinya sudah diawetkan, 1 set kulit harimau, 2 tengkorak harimau, 1 kepala rusa, serta 1 ekor penyu sisik yang juga sudah diawetkan. 
  • 26 Februari, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, berhasil menggagalkan penyelundupan ratusan satwa yang disembunyikan di kamar mesin Kapal Motor Gunung Dempo. Di kapal asal Papua itu polisi menemukan 11 cenderawasih, 4 burung kakatua hitam, 100 tupai terbang, 4 bayan hitam, 3 bayan hijau, 5 burung nuri kepala hitam, 30 ular, dan 25 kadal. 
  • 2 Maret, Selang tiga hari dari penggerebekan, di kapal yang sama, polisi mendapati 42 ekor burung berada di dalam kamar isolasi. Rinciannya, 36 ekor kakatua jambul kuning, 5 ekor kakatua raja hitam, dua di antaranya mati, serta 1 ekor nuri yang juga dalam kondisi mati. Sebelumnya polisi melepas Kapal Motor Gunung Dempo karena harus berangkat mengantar ratusan penumpang ke Jakarta. Sekembalinya kapal dari Jakarta, kapal diperiksa lagi saat bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 
  • 9 Maret, Direktorat Polisi Air Polda Jatim kembali menggagalkan penyelundupan 160 burung nuri dari Kapal Motor Mentari Ekspres di Perairan Buoy 10 Surabaya. Burung-burung tersebut dibawa dari Pulau Seram Maluku, dan rencananya akan dijual di pasar burung Surabaya. 

Menurut Kepala Sub Unit Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim AKBP Maruli Siahaan, saat ini ratusan hewan yang diamankan polisi, sudah diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim.

Mencari petunjuk di Pasar Bratang 

Pedagang burung di Pasar Bratang Surabaya. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

Pasar yang terletak di Jalan Bratang Binangun ini, merupakan pasar burung terbesar se-Jawa Timur. Berbagai macam jenis burung dan beberapa hewan lain bisa ditemukan di sini.

Semenjak pihak kepolisian sering membongkar penyelundupan satwa dilindungi, penjual satwa di Pasar Burung Bratang cenderung lebih tertutup. Menurut kabar, ada beberapa penjual yang masih memperdagangkan satwa dilindungi secara sembunyi-sembunyi. 

Saat Rappler berkunjung ke pasar 10 Maret lalu, satwa yang banyak dijual pedagang adalah burung nuri. Memang tidak semua jenis burung nuri dilindungi, namun di sana ada beberapa jenis nuri yang merupakan endemik Maluku Utara, artinya di seluruh dunia, nuri tersebut hanya bisa ditemukan di daerah Maluku Utara. Mereka biasa menyebutnya nuri Ambon. 

Harga yang dipatok untuk burung nuri beragam, tergantung jenis dan usia. Rata-rata pedagang menawarkan mulai dari harga Rp 500 – Rp 700 ribu. Ada juga Jagal Papua, burung endemik asal Papua ini diberandol dengan harga Rp 2 juta.

Burung Nuri dipajang di Pasar Bratang Surabaya. Foto oleh Kartika Ikawati/Rappler

Ketika Rappler bertanya apa pedagang juga menjual burung elang, salah satu pedagang mengaku di Pasar Burung Bratang tidak menjual burung elang karena satwa tersebut dilindungi. Namun menurut pengakuan pedagang lain, burung elang memang tidak dipajang di toko, tapi dijual secara online. 

“Ini Mbak, aku ada elang laut bagus cuma Rp 2 juta,” kata salah satu pedagang kepada Rappler sambil menunjukkan foto elang dari telepon selulernya.

Pedagang tersebut mengatakan burung elang bisa dikirim hari itu juga asal ada uang muka. “Serius nggak iki tukune, lek nggak aku tutup loh yo (Serius ini kalau mau beli, kalau enggak aku tutup lho, ya),” ujarnya sambil bersiap menutup tokonya.

Rappler berusaha mencari pedagang lain yang menjual elang, namun rupanya tak ada pedagang lain yang berani menjualnya. Rata-rata pedagang takut jika nanti akan ada razia oleh petugas berwenang.

Kepala BKSDA Jatim Suyatno Sukandar mengatakan, perdagangan satwa dilindungi di Pasar Burung Bratang memang sesekali ada. Pihaknya berupaya meminimalisir perdagangan ilegal di pasar dengan rutin stock opname.

“Kita hitung burung merpati berapa, burung nuri berapa, kalau ada tindakan ilegal pasti ketahuan. Tapi selama kita stock opname, sih, nggak ada itu penjualan satwa yang dilindungi.”

Pedagang satwa online masih di bawah umur

Rosek Nursahid, Ketua ProFauna Indonesia menuturkan, pola perdagangan satwa dilindungi kini memang telah berubah. Seiring dengan kemajuan teknologi, perdagangan secara konvensional mulai ditinggalkan. Tidak lagi di pasar. 

Sekarang banyak pedagang yang lebih memilih menjual satwa secara online melalui sosial media seperti Facebook, Twitter, maupun Instagram.

Di tahun 2014, ProFauna mencatat ada 3.600 kasus perdagangan satwa via online di seluruh Indonesia. Di antara ribuan kasus itu, hanya 79 kasus yang bisa diungkap oleh penegak hukum.

Dibanding tahun 2012, ada sekitar 1.200 kasus perdagangan satwa online, jadi selama dua tahun peningkatannya mencapai 300%.

Rappler pun mencoba menelusuri jejak pedagang satwa ini di situs online dan media sosial. 

Hasilnya… 

“Gan, gua jualan elang bondol nih, udah skill masih remaja. Jika mau tau lebih lanjut invite pin bb gua, sekitar Sidoarjo aja gan”

//

Iklan jual burung elang itu ditemukan Rappler di salah satu akun Facebook jual beli burung elang dan burung hantu. Rappler mencoba menghubungi penjual berinisial D itu.

Saat D mengangkat telepon terdengar suara riuh, ternyata D sedang berada di sekolah. D yang masih duduk di bangku SMP di wilayah Sidoarjo itu mengaku mendapat burung elang dari teman kakaknya. Ia menjual elangnya seharga Rp 1 juta.

D juga berdalih tidak tahu jika burung elang dilindungi dan dilarang dijual belikan. “Aku nggak tahu burungnya dilindungi, ini cuma dikasih kok,” ujarnya saat dihubungi Rappler.

D memelihara burung elang tersebut karena memelihara elang terlihat keren. “Kata teman-temanku keren,” tambahnya.

Selain D ada juga penjual inisial A yang menjual merak hijau di grup Facebook Dunia Satwa Surabaya. Buka situsnya di sini.

 
//

Merak berusia 2-3 bulan dijual seharga Rp 550 ribu, sedangkan merak remaja dijual Rp 950 ribu perekor. Saat dihubungi melalui pesan singkat, ternyata A berlokasi di Banyuwangi. 

Merak hijau yang ditawarkannya pun dalam kondisi siap jual dan bisa dikirim ke wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Selain Merak, A juga menjual beberapa satwa dilindungi lainnya seperti nuri kepala hitam, nuri bayan, hingga lutung emas. Buka situs penawarannya di sini.

Jalur haram perdagangan satwa di Jawa Timur 

Mengomentari maraknya penyelundupan satwa di Surabaya akhir-akhir ini, menurut Rosek Nursahid, Ketua ProFauna Indonesia, hal tersebut sudah lama terjadi. Pengiriman satwa via jalur laut dari Indonesia timur seperti Papua dan Maluku, selalu singgah di Surabaya.

Ada 3 pasar burung di Surabaya yang menjadi tujuan perdagangan ilegal itu, yakni Pasar Burung Bratang, Pasar Burung Kupang, dan Pasar Burung Turi. 

Walau jual beli satwa dilindungi di pasar-pasar tersebut sudah mulai berkurang, namun masih ada saja pedagang yang menjualnya diam-diam. Selain dijual di tiga pasar tersebut, sebagian satwa akan dijual ke Jakarta, Yogyakarta, dan Semarang melalui jalur darat. Sebagian lagi tetap dibawa melalui jalur laut dan dijual hingga ke luar negeri.

“Kebanyakan satwa yang dijual dari wilayah Indonesia timur itu burung cendrawasih, kakatua jambul kuning, nuri kepala hitam. Ada juga sugar glider dari Papua,” kata Rosek.

Tahun 2001, ProFauna juga telah mengungkapkan investigasinya yang berjudul Terbang Tanpa Sayap. Ada sekitar 15.000 ekor burung nuri dan kakatua yang ditangkap dari alam untuk diperdagangkan.

Puluhan ribu burung kakatua dan nuri ditangkap dari Papua dan Maluku Utara untuk diperdagangkan di tingkat domestik dan diselundupkan ke luar negeri. 

Tahun 2007, lembaga non-profit yang berpusat di Malang Jawa Timur ini juga memantau pasar burung di Jawa dan Bali. Hasilnya menunjukkan perdagangan burung nuri dan kakatua masing tinggi.

Sekitar 1.500 ekor burung nuri dan kakatua diperdagangkan di pasar burung dalam setahun. Nilai perdagangan burung tersebut diperkirakan senilai Rp 10 miliar per tahun.

Tingkat kematian perdagangan burung nuri dan kakatua ini sangat tinggi yaitu mencapai 40%. Banyaknya burung yang mati ini akibat metode penangkapan yang kejam, buruknya sistem transportasi atau pengangkutan, dan pemeliharaan yang buruk. 

Selain berasal dari wilayah Indonesia Timur, Rosek juga mengungkapkan pencurian di wilayah Taman Nasional masih ditemui hingga kini. Di Jawa Timur ada 4 taman nasional yakni Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Merubetiri, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Alas Purwo.

“Lebih dari 95 persen penangkapan satwa itu berasal dari alam, bukan dari penangkaran. Paling ideal untuk menangkap satwa ya dari kawasan konservasi alam di taman nasional. Ada orang yang menjual tanduk banteng, di mana lagi mendapatkannya selain di taman nasional,” tutur Rosek.

Menurut Rosek, Taman Nasional Meru Betiri paling banyak diincar oleh pemburu liar. Di taman nasional yang terletak di wilayah selatan Jawa Timur itu ada berbagai jenis burung elang, burung rangkong, rusa, hingga primata seperti lutung dan kukang.

ProFauna sebagai organisasi peduli lingkungan, berupaya untuk mencegah perburuan satwa di kawasan konservasi alam. Tahun 2014 ProFauna membentuk Ranger ProFauna, yang bekerja sukarela di beberapa kawasan konservasi alam.

Ranger ProFauna juga akan bekerja sama dengan pihak BKSDA dan taman nasional untuk melakukan patroli bersama untuk menjaga kawasan konservasi.

Yang muda yang gemar satwa langka 

 

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan ProFauna ditemukan adanya pergeseran usia pembeli satwa. “Karena ada perubahan perdagangan satwa dari konvensional ke online, ini juga ada pergeseran konsumen,” katanya.

“Kalau 15 tahun yang lalu konsumen perdagangan satwa itu orang-orang usia 40 tahun ke atas, sekarang pembelinya merambat ke anak muda. Pelajar SMA dan mahasiswa menjadi konsumen karena mereka terpengaruh dengan iklan di media sosial,” katanya lagi. 

Banyaknya anak muda yang membentuk komunitas mengatasnamakan pecinta satwa juga memicu maraknya perdagangan satwa. Biasanya di komunitas tertentu juga ditemukan beberapa pihak yang melakukan jual beli satwa dilindungi.

ProFauna sudah berupaya melakukan kampanye dan edukasi kepada calon pembeli, terutama ke anak-anak muda untuk tidak membeli satwa yang dilindungi. Seharusnya para generasi muda yang menyelematkan alam, bukan malah merusaknya.

Pendapat senada diungkapkan Rifqi Ajier, Ketua Komunitas Welfarian Surabaya. Komunitasnya sendiri juga menemukan jual beli satwa online yang dilakukan anak muda.

Namun menurut Rifqi jual beli yang dilakukan kalangan muda hanya dalam skala kecil, biasanya mereka hanya menjadi reseller yang mendapat keuntungan sekitar 50 hingga 100 ribu. Rata-rata hewan yang dijual belikan seperti burung hantu, musang hingga berbagai jenis reptil.

Untuk jual beli skala besar, tetap dimainkan kalangan kolektor. “Kalau satwa yang harganya tinggi seperti orang utan, burung julang emas itu kebutuhannya untuk prestise,” kata Rifqi.

Komunitas Welfarian Surabaya sendiri juga berupaya mengurangi perdagangan satwa dilindungi. Komunitas yang terbentuk 2 tahun lalu ini membantu BKSDA dan kepolisian untuk melakukan investigasi perdagangan satwa online

Salah satu kasus yang berhasil dikuak oleh Welfarian Surabaya adalah kasus perdagangan Lutung Jawa. Komunitas Welfarian menyamar sebagai pembeli dan mengajak pedagang untuk bertemu. Berkat kerja sama yang baik dengan pihak kepolisian, pedagang yang menjual Lutung seharga Rp 1,8 juta itu berhasil ditangkap. 

Selain melakukan investigasi, komunitas ini juga melakukan edukasi ke beberapa sekolah dan beberapa komunitas pecinta satwa. “Kalau satwa liar, ya biarkanlah hidup liar, jangan rusak gaya hidup mereka,” ujar Rifqi.

Bagaimana dengan kamu upaya apa yang kamu lakukan untuk kelestarian satwa? Sudah tahu satwa apa saja yang dilindungi ? Lihat daftarnya disini. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!