Kakek ‘penebang kayu’ Mbah Harso di Gunung Kidul divonis bebas

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kakek ‘penebang kayu’ Mbah Harso di Gunung Kidul divonis bebas
Mbah Harso mengaku hanya bercocok tanam di hutan, tapi saat akan memotong akar jati, ia malah dibawa ke polisi. Seperti apa Mbah Harso berjuang agar bisa bebas?

 

WONOSARI, Indonesia — Nenek Asyani dari Situbondo, Jawa Timur, bukan satu-satunya yang pernah menderita karena masuk penjara selama beberapa bulan karena dituduh mencuri kayu. Seorang kakek di Gunung Kidul juga dipenjara karena dituduh mencuri kayu.  

Bedanya, Mbah Harso baru saja menerima vonis bebas dari Pengadilan Negeri Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, hari ini, Selasa, 17 Maret.

Ia sebelumnya dibui dan terancam dihukum 2 bulan penjara karena melanggar Undang-undang No 5/1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati Ekosistemnya, dan Undang-undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Kakek berumur 67 tahun yang berprofesi sebagai petani ini sebelumnya dimejahijaukan karena dituduh menebang dan mencuri kayu di hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Paliyan. Harso kemudian dinyatakan tidak bersalah setelah fakta-fakta persidangan dianggap tidak bisa membuktikan dakwaan terhadapnya.

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Yamti Agustina mengatakan kegiatan menggeser kayu yang tumbang dan menggergaji akar jati yang menggangu pekerjaan yang dilakukan Harso bukan tindakan melawan hukum. Dengan putusan tersebut, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Harso pun batal.

“Karena itu terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan yang didakwakan kepadanya,” kata Hakim Yamti seraya diikuti ucapan syukur dari peserta sidang.

Mendengar putusan tersebut, Harso pun kemudian langsung sujud syukur di ruang sidang. Anaknya, Basuki Rahmat, langsung mendatangi dan memeluknya.

“Saya biasa saja karena memang saya tidak bersalah. Saya bersyukur Allah mendengarkan doa saya,” ucap Harso.

Bukan penebang pohon, tapi petani

Kasus Harso tersebut bermula pada 26 September 2014 lalu. Saat itu Harso, yang sehari-hari bercocok tanam di hutan BKSDA Paliyan, menyingkirkan sebuah pohon yang tumbang di lahan yang dikelolanya. Menurutnya, pohon yang tumbang tersebut melintang dan mengganggu Harso yang sedang membuat galangan.

“Setelah itu saya dipanggil ke kantor BKSDA. Saya dituduh nebang pohon, padahal nggak,” katanya. 

Ia menjelaskan bahwa gergaji yang ia bawa bukan untuk menebang pohon, tapi akar jati, karena dianggap menghalangi niatnya membuat galangan. 

Karena tidak mau mengaku, esok harinya, pihak BKSDA kemudian kembali memanggilnya dan membawanya ke kantor polisi untuk dilaporkan. Saat itu dia mengaku dibujuk untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya supaya masalah cepat selesai. 

Namun karena tidak melakukan, dia pun tidak mau jika harus berbohong. “Saya tidak mau. Lha, saya nggak nebang pohon, kenapa harus ngaku nebang pohon?” ujarnya.

Harso akhirnya ditahan oleh polisi mulai tanggal 27 September 2014 hingga 30 Oktober 2014. Semula dia ditahan di polsek Paliyan sebelum dipindahkan ke polres Gunung Kidul. 

Kejanggalan kasus Harso 

Mbah Harso bersama keluarga saat menunggu putusan di Pengadilan Negeri Wonosari, Jawa Tengah, Selasa, 17 Maret 2015. Foto oleh Rappler.

Sementara itu pengacara Harso, Suraji Noto Suwarno, mengatakan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus yang menimpa kliennya. 

Pertama, terkait tuduhan bahwa Harso menebang pohon. Menurutnya tidak ada saksi yang melihat langsung Harso menebang pohon. Tuduhan yang ditujukan pada kliennya hanya karena dugaan semata. 

“Mereka melaporkan karena lokasi pohon tumbang itu dekat dengan lahan yang dikelola Mbah Harso, lalu menuduh Mbah Harso yang menebang,” terang Suraji.

“Ceritanya itu habis ada kebakaran, lalu petugas mengecek dan menemukan tiga titik pohon tumbang, salah satunya di dekat lahan Mbah Harso,” sambungnya.

Kedua, yaitu terkait dengan diperbolehkannya Harso untuk menggunakan lahan di hutan BKSDA yang notabene merupakan hutan swakamargasatwa yang tidak seorang pun diperbolehkan memasukinya kecuali untuk kepentingan penelitian. 

Dia mengungkapkan Harso mendapatkan izin untuk mengelola lahan tersebut setelah membayarkan sejumlah uang kepada oknum berinisial BB dan MG.

“Saya tidak tahu itu oknum atau hanya warga biasa. Tapi kalau hutan tersebut tidak boleh digunakan, seharusnya sejak awal petani disana tidak boleh bercocok tanam di sana,” katanya. 

Faktanya, kata Suraji, ada 826 petani yang menggarap lahan di hutan itu, padahal undang-undang mengatakan tidak boleh. Sejak tahun 2000, hutan itu ditetapkan sebagai hutan swakamargasatwa, yang dulunya memang hutan produksi. 

Suraji pun mempertanyakan kenapa dua orang yang disebut-sebut Harso sebagai orang yang memberikan izin untuk menggunakan lahan untuk bercocok tanam di hutan yang dilindungi tidak jadikan saksi oleh pihak kepolisian. 

“Padahal mereka ini kan yang istilahnya memberikan izin setelah Mbah Harso membayar. Kan mereka yang menjamin Mbah Harso bisa menggunakan lahan tersebut sampai jeleh,” ungkapnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!