Kalbe Farma dan Siloam diduga bersalah terkait salah obat bius

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hasil investigasi DPR dan YPPKI menunjukkan baik RS Siloam maupun Kalbe Farma terindikasi sama-sama bersalah dalam kasus obat tertukar yang berakibat pasien meninggal.

 Foto sumber website RS Siloam

JAKARTA, Indonesia — Menurut hasil investigasi sementara, produsen obat Kalbe Farma dan Rumah Sakit Siloam diduga sama-sama bersalah terkait dengan kasus salah obat bius yang mengakibatkan dua pasien meninggal. 

Investigasi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). 

Dua pasien meninggal pada Februari setelah mengalami kejang-kejang tak lama setelah disuntikkan apa yang dikira Buvanest. Salah satu dari mereka adalah pasien yang melahirkan melalui operasi caesar. 

Dari awal sudah diduga bahwa obat tertukar. Obat yang seharusnya Buvanest, diduga berisi Kalnex, atau asam tranexamat, obat untuk menghentikan pendarahan.

(BACA: Kekacauan obat Kalbe diduga sebabkan dua pasien meninggal di Siloam)

Kalbe Farma tak mematuhi CPOB

Ketua YPKKI Marius Widjajarta mengatakan bahwa sebagian besar obat produksi Kalbe Farma yang berbentuk ampul tidak mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) karena kemasan bagian belakang obat tersebut tidak mencantumkan merek dagang, tanggal kedaluwarsa dan nama produsen obat.  

“Produknya beda-beda tapi belakangnya sama semua,” kata Marius Sabtu, 21 Maret 2015. 

Hal tersebut berbahaya karena apabila label ampul tertukar, maka tidak ada cara untuk membedakan satu obat dengan obat yang lain. 

“Kalau salah tempel (label), maka begitu tertukar sudah tidak tahu lagi, ini sangat berbahaya,” kata Marius. 

Sebelumnya, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Roy Sparringga, juga mengatakan hal yang sama. 

“Kami sudah mendatangi sarani produksi Kalbe Farma, melihat penerapan CPOB. Kami melihat potensi terjadi mix up. Penerapan CPOB belum seperti yang diharapkan,” kata Roy seperti dikutip media

 

Siloam juga diduga bersalah

Anggota DPR Komisi IX, Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa hasil investigasi menunjukkan adanya dugaan kelalaian dari pihak rumah sakit. 

“Di komisi IX ada teman-teman yang juga dokter. Jadi kita lihat ruang operasi dan ampul sehingga timbul kesimpulan itu,” kata Irma. 

Kelalaian diduga dilakukan di tahap awal, dalam 3 tahap yang harus dijalankan dokter anastesi. 

“Yaitu sign intime out dan sign out. ketidakhati-hatian ini terjadi disign in, dimana dokter anastesi mengecek prosedur anastesi dan pemilihan obat anastesi,” kata Irma. 

Irma mengatakan ada dugaan obat anastesi dimasukan ke jarum suntik oleh perawat, bukan oleh dokter. 

Ketika dikunjungi oleh anggota DPR, Siloam menolak mempertemukan dokter anestasi yang menginjeksi obat dengan anggota DPR. 

“Seharusnya dari awal Siloam sudah menghadirkan dokter ini karena dia kan yang jadi subyek,” kata Irma. 

(BACA: Kalbe dan Siloam bisa digugat dalam kasus salah obat)

  

Buvanest masih beredar

Meski izin peredaran Buvanest telah dicabut per tanggal 2 Maret oleh BPOM, Buvanest ternyata masih beredar di pasaran. 

“Hasil survei kita terakhir, Buvanest masih bisa dibeli di Jakarta,” kata Marius. 

Kalbe Farma, pada 12 Februari telah melakukan penarikan secara sukarela. Sementara proses investigasi berlangsung, BPOM membekukan izin edar Buvanest dan kemudian mencabut izin edar tersebut. 

“Ya memang sudah dicabut izinnya secara permanen. Artinya, produk yang kita tarik sekarang kita musnahkan. Kalau kemarin kan belum. Masih disimpan dulu itu produk yang ditarik,” kata Deputi I Bidang Pengobatan Terapetik dan NAPZA BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid seperti dikutip Detik, 7 Maret 2015. — Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!