Pria NTB dipolisikan karena dianggap menghina Hindu di Bali

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pria NTB dipolisikan karena dianggap menghina Hindu di Bali
Kasus penghinaan lewat media sosial yang dipolisikan terulang lagi. Seorang warga Lombok yang sedang berada di Bali dilaporkan karena dianggap menghina Hindu.

JAKARTA, Indonesia — Seorang pemuda asal Lombok dilaporkan organisasi massa di Bali ke polisi karena melecehkan Nyepi dan agama Hindu.  

“Bagi orang-orang yang melecehkan agama satu sama lain harus ada efek jera,” kata Ketua Pembina Yayasan Mada Werdi Utama Supartha Djelantik seperti dikutip kantor berita Antara, Senin, 23 Maret. 

Nando Irawansyah Mali dilaporkan ke Kepolisian Daerah Bali oleh Aliansi Peduli Sejahtera Masyarakat (API Semar), Cakarwayu, Forum Love Bali, dan Pukor Indonesia. 

Mereka mengharapkan laporan ke polisi tersebut menjadi pelajaran bagi orang lain untuk mengembangkan toleransi terhadap umat agama yang lain. 

Penghinaan via Facebook

Nando Irawansyah dituduh menghina Hari Raya Nyepi dan umat Hindu akibat status Facebooknya.

Nando kecewa karena pada Sabtu, 21 Maret, dia tidak bisa menonton siaran langsung klub favoritnya Arsenal bertanding di Liga Inggris. Siaran televisi dihentikan untuk menghormati Hari Nyepi. Dia lalu menumpahkan kekesalannya di Facebook. 

“Bener2 fuck nyepi sialan segoblok ne, q jadi gak bisa nonton Arsenal maen,, q sumpahin acara gila nyepi semoga tahun depan pas ogoh2 terbakar semua yang merayakan,, fuckkkkkk you hindu,” tulisnya. 

Berbagai kritik menghujani statusnya baik dari orang Bali maupun non Bali. Alih-alih menyesal, Nando malah menjawab “Asyek bentar lagi Q jadi artis.”

Namun setelah menerima banyak kritik, Nando menghapus statusnya dan kemudian menutup akun Facebook-nya.

 

Daftar kasus penghinaan via media sosial

Ini bukan kejadian pertama seseorang dilaporkan ke polisi karena menghina lewat Facebook. 

Setidaknya ada dua kasus di mana pemilik media sosial dilaporkan ke polisi karena menghina agama atau kota. 

1. Florence Sihombing di Yogyakarta

Mahasiswi pasca sarjana Fakultas Hukum UGM Florence Sihombing saat ini masih menghadapi proses pengadilan karena menghina kota Yogyakarta lewat akun Path miliknya.

(BACA: Florence penghina Yogyakarta dituntut 6 bulan penjara)

“Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal di Jogja,” tulisnya.

Jaksa penuntut umum menginginkan dia dihukum 6 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan penjara. 

Florence menolak tuntutan jaksa, meminta Majelis Hakim untuk membebaskan dia. 

“Surat tuntutan disusun berdasarkan surat dakwaan yang cacat yuridis karena didasarkan pada penyidikan yang tidak sah,” kata Florence, Senin, 23 Maret.

Ada beberapa alasan. Yang pertama, Florence merasa bahwa kepolisian menghalangi haknya untuk mendapatkan pendampingan penasihat hukum.

Yang kedua, surat dakwaan disusun berdasarkan BAP palsu yang dibuat penyidik. Yang ketiga, penyidik melakukan intimidasi terhadap terdakwa. 

2. Alexander Aan di Padang

Alexander Aan, seorang pegawai negeri di Dharmasaraya, Sumatera Barat, dihukum 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung karena dianggap menistakan agama lewat Facebook karena menulis status “Tuhan tidak ada.”

Selain hukuman penjara, pengadilan juga menghukum dia dengan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. 

Sama dengan Florence, dia juga dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE). Setidaknya sudah 74 orang dijerat dengan undang-undang ini sejak diberlakukan. 

Menkominfo membela UU ITE

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan bahwa UU ITE akan direvisi tahun ini sebagai jawaban terhadap kontroversi UU ini. “

“Hukuman maksimalnya akan dikurangi menjadi kurang dari 5 tahun,” kata Rudiantara pada Rappler, 18 Maret 2015. “Saat ini (hukuman) sampai 6 tahun, yang membuat polisi bisa menahan tersangka sebelum proses pengadilan.”

Rudiantara mengatakan UU ITE ini tetap diperlukan. 

“Saya bersimpati dengan orang (yang jadi tersangka), karenanya saya berinisiatif untuk merevisi. Tapi biar adil, kita harus punya (UU) yang memiliki efek jera.” —Dengan laporan dari Jet Damazo-Santos/Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!