Pertamina usulkan harga Premium naik menjadi Rp 8.200

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pertamina usulkan harga Premium naik menjadi Rp 8.200

EPA

Harga BBM akan diusulkan naik karena menyesuaikan harga keekonomian, harga minyak dunia, dan harga minyak mentah di Singapura.

 

JAKARTA, Indonesia — Siap-siap, bulan depan harga bensin Premium direncanakan naik lagi. Harga minyak dunia yang kembali melambung tinggi dan melemahnya nilai tukar rupiah membuat PT Pertamina mengusulkan kenaikan yang signifikan, dari Rp 6.800 ke Rp 8.200.

Sementara itu, untuk harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar, Pertamina mengusulkan penyesuaian Rp 7.450. 

“Harga Rp 7.450 per liter untuk Solar sudah termasuk subsidi Rp 1.000 dari pemerintah. Sedangkan untuk Premium sudah tidak ada subsidi lagi,” kata juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro seperti dikutip dari Tempo.  

Pemerintah sudah 3 kali menyesuaikan harga minyak tahun ini. Di awal tahun, harga Premium turun dari Rp 8.500 ke Rp 7.600. Pada pertengahan Januari, harganya turun lagi menjadi Rp 6.600. Pada awal Maret, harga kembali naik menjadi Rp 6.800.

(BACA: Naik-turun harga BBM di era Jokowi)

Menurut juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, harga tersebut dianggap paling sesuai dengan harga keekonomian saat ini. 

Salah satu yang menjadi patokan dalam pengusulan hitungan kenaikan itu adalah acuan harga indeks pasar yang naik dan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat.

Namun Wianda menekankan, keputusan akhir tetap ada di tangan pemerintah. 

Saat dihubungi Rappler, Jumat, 27 Maret 2015, Wianda menolak menjelaskan lebih detail soal usulan tersebut.

“Kita tunggu saja keputusan pemerintah,” katanya.

Menanggapi hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan bahwa ia menghormati aspirasi dan hitungan PT Pertamina (Persero) tentang harga keekonomian Premium dan Solar. Pertamina boleh mempunyai perhitungan, tapi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memutuskan.

“Inilah mengapa kami mengatakan harga BBM tidak sepenuhnya dengan mekanisme pasar, karena pemerintah mempunyai peran,” kata Sudirman di saat dikutip Tempo Kamis, 26 Maret.  

 

Apa itu harga keekonomian? 

Petugas sedang memasang banner di sebuah stasiun pengisian bahan bakar di Jakarta, 26 April 2013. PT Pertamina pada saat itu mematok harga Premium bersubsidi dengan oktan 88 dari Rp 4,500 per liter dan Solar Rp 4.500 per liter. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan harga keekonomian yang diusulkan Pertamina. Karena harga ini setidaknya dipengaruhi oleh dua variabel, harga minyak dunia dan kurs rupiah.

“Pakai kurs rupiah, karena sebagian besar bahannya diimpor,” katanya pada Rappler.

Ada juga variabel lainnya yang mempengaruhi harga keekonomian, misal biaya produksi dan transportasi. Dan juga harga minyak mentah di Singapura atau Mits Oil Plat Singapura alias MOBS. 

Bagi yang masih awam dengan harga keekonomian harga Premium, Komaidi memberi patokan.

“Harga keekonomian Premium biasanya hanya berselisih Rp 350-300 dari harga Pertamax, yang merupakan acuan harga minyak internasional di pasar,” katanya. 

Komaidi melanjutkan, untuk variabel pertama, harga minyak dunia mengalami kenaikan sejak Januari 2015. Yakni sekitar 10-15 persen.  

Jika mengacu pada data Harian Kompas, harga minyak Brent naik menjadi US$ 59,71 per barel, atau naik hampir 6 persen sejak harga terakhir. Kemudian merosot lagi menjadi US$ 58,84  per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,26 menjadi US$ 51,47 per barel.

Selengkapnya soal harga minyak bisa dilihat di situs Global Petrol Prices

Komaidi membenarkan data tersebut. Jika melihat kembali ke Januari, harga minyak dunia baru mencapai US$ 45-46 per barel.  

 

Pertamina rugi? 

Jika mengacu pada hitungan di atas, kata Komaidi, Pertamina memang mengalami kerugian. “Karena tidak ada subsidi lagi dari pemerintah,” katanya. 

Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Energi nomor 39 tahun 2014 tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar minyak. 

Dalam peraturan tersebut disebut, “Minyak solar ditetapkan dengan formula sesuai dengan harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dikurangi subsidi paling banyak sebesar Rp 1.000.” 

Lalu mengapa Pertamina tak membuka angka kerugian? “Kan tidak ada kewajiban bagi Pertamina untuk terbuka pada publik,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!