Mobil baru Pak Menteri

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mobil baru Pak Menteri

AFP

Kebijakan pemerintah menaikkan uang muka pembelian mobil pejabat 'diapresiasi' oleh Arman Dhani, apa alasannya?

Jika ada yang perlu mendapatkan insentif dan apresiasi atas kinerjanya di negeri ini, menteri-menteri adalah kelompok orang paling berhak. Betapa tidak? Di tengah kinerja yang minim prestasi dan banyak sensasi, mereka adalah orang orang yang paling rentan mengalami depresi dan stres.

Bayangkan bagaimana jadinya republik ini jika menteri-menterinya stres? Mereka pasti tidak akan becus bekerja. Imbasnya? Bisa-bisa nilai tukar rupiah pada dolar merendah, harga bensin naik, tabung gas susah ditemukan, beras mahal, dan infrastruktur memburuk. Untungnya sekarang tidak begitu bukan?

Tapi tentu saja, sebagai presiden yang baik budi, tulus bekerja dan sigap berpikir Pak Joko “Jokowi” Widodo paham akan kondisi permasalahan di Indonesia. Misalnya, untuk menjamin bahwa kasus narkoba menurun, alih-alih melakukan assesment terhadap pola jaringan mafia, beliau memutuskan hukuman mati saja, meski ia tahu bahwa sistem peradilan di Indonesia, ya, begitu-begitu saja.

Misalnya, memilih sejarawan dan praktisi pendidikan jadi Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN Tambang), padahal pidato kebudayaannya bicara tentang arus balik kebudayaan di laut. Gimana nggak hebat Pak Jokowi ini?

Kini, Pak Jokowi semakin membuktikan dirinya waskita dan bijak bestari. Ia baru saja mengakui menandatangani surat tanpa tahu isinya.

Jika almarhum Presiden Abdurahman “Gus Dur” Wahid bisa tahu sebuah pembicaraan tanpa mengikuti seluruh prosesnya, Pak Jokowi bisa menandatangani sebuah surat keputusan tanpa tahu isinya.

Jika bukan orang yang laduni, orang yang memiliki kebijaksanaan tinggi, tentu tidak bisa berbuat demikian. 

Kini bayangkan, Pak Jokowi mengaku tidak paham benar surat yang ditandatanganinya tentang apa? Apa ya ndak horor kalian? Kira-kira berapa surat keputusan lain yang beliau tandatangani tanpa tahu isinya?

Wong gimana, serendah-rendahnya jabatan RT (Rukun Tetangga) saja mesti tahu ia menandatangani surat dengan membaca isinya. Ini yang presiden main tanda tangan tanpa tahu isinya.

Tapi jangan khawatir, ini Pak Jokowi lho, bukan yang lain. Kalo beliau mah pasti aman, pasti bersih, dan pasti benar.

(BACA: Jokowi akui tak tahu isi Pepres kenaikan uang mobil pejabat)

Perpres yang dimaksud adalah Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2015. Isinya tentang fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara. Fasilitas yang awalnya sebesar Rp 116.650.000 meningkat menjadi Rp 210.890.000.

Siapa yang mendapatkan fasilitas ini? Bukan menteri, saudara-saudara sekalian, tetapi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), hakim agung, hakim konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan anggota Komisi Yudisial (KY).

Lantas dari mana sebenarnya usul jenius tentang peningkatan tunjangan uang muka ini? Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan ide kenaikan subsidi untuk pembelian mobil bagi pejabat negara berasal dari Setya Novanto.

Yak benar, pak Setya Novanto yang ketua DPR itu. Bayangkan, di tengah kisruh partainya, beliau masih bisa memikirkan rakyat dengan merekomendasikan kenaikan tunjangan bagi pejabat negara. Integritas dan pengabdian beliau perlulah kita hargai dengan doa dan tangis haru. 

Kemudian pertanyaannya, kenapa yang dapat fasilitas ini hanya anggota DPR, DPD, Hakim Agung dan sebagainya dan sebagainya? Lalu para menteri dapat apa, dong? Para Menteri sudah jelas tidak akan mendapatkan tunjangan tersebut, padahal menteri-menteri kita bekerja sangat keras dan berdedikasi.

Coba lihat Menteri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Puan Maharani. Beliau mengatakan bahwa jamu bisa jadi cikal bakal untuk melakukan revolusi mental seperti yang didengungkan Presiden Jokowi. Jika revolusi mental hari ini kurang jalan, itu artinya kita kurang minum jamu.

Lain lagi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. November tahun lalu beliau mengatakan bahwa implementasi revolusi mental adalah reformasi birokrasi.

Caranya? Dengan membatasi jumlah undangan resepsi penyelenggaraan acara seperti pernikahan, tasyakuran, dan acara sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir lebih dari 1.000 orang.

(BACA: Pejabat negara dilarang gelar resepsi pernikahan mewah)

Juga arahan dalam hal efisiensi anggaran dengan menyiapkan hidangan penganan yang menggunakan bahan dasar pangan lokal. Gimana? Hebat, bukan?

Belum lagi kinerja bapak menteri kita, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Begitu banyak prestasi dan capaian beliau yang mesti kita apresiasi.

Sebagai rakyat yang tidak jelas, kita harus paham bahwa kerja bapak Edhy itu berat. Karena berat itulah, kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu tidak usah diusut. Kasihan beliau itu susah membedakan HAM sebagai hak asasi manusia dan ham sebagai isi roti lapis. Masa kita mau maksa-maksa beliau buat paham?

Apakah itu saja? Oh tidak, masih ada Menteri Jonan dengan kenaikan tiket ekonomi dan lalu lintas udara. Ada Menteri Negeri Tjahjo Kumolo dan kebijakan Rp 1 triliun untuk partai, dan menteri-menetri lainnya yang berprestasi.

Untuk itu, saya kira, daripada menambah tunjangan untuk para pejabat tinggi, lebih baik Pak Jokowi bikin surat keputusan presiden baru yang memberikan tunjangan kerja buat menteri-menterinya. 

Siapa tahu dengan demikian menteri-menteri beliau semakin berprestasi dalam bekerja. —Rappler.com 

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitter-nya, @Arman_Dhani.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!