Philippine arts

Peraturan Pilkada mengenai warga disabilitas mental berpotensi timbulkan masalah

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Peraturan Pilkada mengenai warga disabilitas mental berpotensi timbulkan masalah

EPA

Calon pemilih yang sedang terganggu jiwa/ingatannya harus membuktikannya dengan surat keterangan dokter. Hal ini dikecam ormas pemilu.

JAKARTA, Indonesia — Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang merancang draf peraturan untuk persiapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di akhir 2015. Salah satu rancangan peraturan tersebut mengatur tentang syarat-syarat pemilih, di mana pemilih haruslah tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya. 

Namun, salah satu pasal dalam rancangan peraturan tersebut mengharuskan penduduk yang sedang terganggu jiwa/ingatannya tersebut untuk membuktikannya dengan surat keterangan dokter. 

Namun, hal ini ditengarai bisa menimbulkan masalah di lapangan. 

“Petugas pendaftaran pemilih bisa menuduh siapa saja, termasuk pemilih yang sehat jiwanya, untuk dimasukkan ke dalam kategori sedang terganggu jiwa/ingatannya,” ujar peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Lia Wulandari kepada Rappler.

Menurut Lia, akan sangat sulit bagi pemilih yang dituduh tidak sehat jiwanya untuk membuktikan bahwa dirinya sehat karena dokter hanya akan memberikan surat keterangan bagi orang yang memang tidak sehat jiwanya. 

Hadirnya ketentuan syarat pemilih “tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya” memang dikarenakan orang yang sedang terganggu jiwa/ingatannya tidak mempunyai hak pilih. Namun, apabila mereka sudah sembuh, maka mereka kembali memiliki hak pilih.

“Nah, bukti kesembuhan itulah yang harus didapatkan dari dokter. Bukan sebaliknya, dokter membuktikan bahwa seseorang sedang sakit jiwanya,” ujar Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz.

Sementara itu, Jaringan Pemilihan Umum Akses Disabilitas (AGENDA), sebuah LSM yang memperjuangkan hak pilih kaum disabilitas, menilai bahwa rancangan peraturan ini merupakan kemunduran dari pemilu tahun lalu, di mana penyandang disabilitas intelektual masih bisa menggunakan hak pilih apabila tidak terlalu parah penyakitnya. 

“Ini merupakan kemunduran, harusnya mereka tetap memiliki hak pilih,” ujar project manager AGENDA, Mochammad Afifuddin.

Namun KPU membantahnya. “Itu harus ada surat kalau mau menyatakan sendiri atau keluarga bahwa dia mengalami gangguan jiwa dan tidak bisa memilih. Kalau tidak ada maka kami tetap mencatatnya di daftar pemilih,” ujar Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, Selasa, 7 April, sebagaimana dikutip dari rumahpemilu.org.

Menurut Hadar, surat yang ia maksud berfungsi untuk menunjukkan ketidakmampuan memilih. Jika dirinya atau keluarganya mengirimkan surat tersebut ke KPU, namanya tidak akan terdaftar di daftar pemilih. Namun bila tidak menyertakan surat keterangan gangguan jiwa dari dokter, namanya akan tetap ada. 

Pihaknya, lanjut Hadar, tidak bisa begitu saja mencoret nama pemilih tanpa dasar. Bila terjadi demikian, hal tersebut merupakan penghilangan hak pilih warga negara Indonesia.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!