Anomali praperadilan Budi Gunawan

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anomali praperadilan Budi Gunawan
Mengapa hanya Budi Gunawan yang dikabulkan gugatannya? Apakah benar penetapan tersangka bisa dipraperadilankan?

 

JAKARTA, Indonesia — Perbedaan hasil praperadilan yang diajukan para tersangka korupsi membuat kuasa hukum mereka geram. Pasalnya, dari 4 praperadilan korupsi sejauh ini, hanya satu yang dikabulkan, yakni gugatan mantan calon Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Komisaris Jenderal Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rappler menemui mantan Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang baru-baru ini. Sebelum hakim mengeluarkan keputusan yang berbeda, ia sudah memprediksi akan terjadi kebingungan di publik jika nanti keputusannya berbeda.

“Jangan nanti di praperadilan lain ditolak, yang ini diterima. Ini kan jadi membingungkan,” katanya. 

(BACA: Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang dipindahkan ke Kejaksaan)

Terlepas dari perdebatan itu, ada beberapa klausul yang dipertanyakan publik saat ini. Benarkah penetapan tersangka bisa dipraperadilkan? Mengapa hanya praperadilan Budi Gunawan yang dikabulkan?

Pekan lalu, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tatik Hadiyanti menolak gugatan praperadilan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, tersangka kasus dugaan penggelembungan dana haji, Rabu, 8 April.

Pada 13 April, permohonan praperadilan yang diajukan oleh politisi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana juga digugurkan oleh Hakim Asiadi Sembiring.

Pada hari yang sama, mantan Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Udar Pristono pun juga digugurkan oleh Hakim Hendryani Effendi. Keduanya digugurkan karena kasusnya sudah dilimpahkan ke Pangadilan Tindak Pidana Korupsi. 

Keputusan 3 hakim ini berbeda dengan hakim di kasus sebelumnya, Sarpin Rizaldi. Pada 16 Februari, Hakim Sarpin menerima permohonan praperadilan Budi Gunawan dan menyatakan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.

Perbedaan ini membuat kuasa hukum para tersangka geram. Pengacara Suryadharma, Humphrey Djemat mengungkap ada yang janggal dalam perbedaan keputusan ini. 

“Kalau hanya satu-satunya Komjen Budi Gunawan yang diberikan, ini jadi tanda tanya, hakim takut. Ada ketidakadilan,” katanya saat dihubungi Rappler, Selasa, 14 April.

Apakah penetapan tersangka obyek praperadilan? 

Calon Kapolri Kom Jen Polisi Budi Gunawan pada 26 Desember 2012. Foto oleh Subekti/Tempo

Menurut Catharina, penetapan tersangka bukan merupakan obyek praperadilan. Maka dari itu, banyak gugatan praperadila yang dinyatakan tak lolos.

“Karena penetapan tersangka itu bukan upaya paksa. Kalau misalkan praperadilan, terkait dengan upaya paksa dalam lingkup HAM (hak asasi manusia),” katanya. 

Selain itu, kata Catharina, yang dinilai dalam praperadilan adalah prosedur administratifnya. Misalnya penahanan, penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan. 

“Mengenai surat perintahnya (penyidikannya), selama ini ya, tidak masuk dalam substansi,” katanya. 

Guru Besar Hukum Pidana Hibnu Nugroho dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto sepakat dengan Catharina.  

“Penetapan tersangka itu bukan upaya paksa, penetapan tersangka itu baru merupakan kelengkapan administrasi pengadilan untuk menuju penyidikan,” kata Hibnu pada Rappler, Selasa. 

Sementara itu, pengacara Suryadharma, Humphrey, tak ingin berdebat soal klausul penetapan tersangka dan obyek praperadilan. Menurutnya, KPK tak berhati-hati dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka jika dibanding kasus lain. 

“Kita nggak usah bicara teori sekarang. Ini ada standar ganda,” katanya. 

Dapatkah bukti di sidang praperadilan dibuka? 

Dalam beberapa sidang praperadilan, ada perdebatan tentang alat bukti. Dalam sidang mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, sempat diminta dibuka alat bukti. KPK sebagai termohon berpendapat alat bukti tak bisa dibuka karena akan digunakan pada saat penuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. 

Chatarina, yang saat itu menjabat sebagai perwakilan termohon, mengajukan keberatan pada hakim. 

“Saya tanyakan dalam sidang SDA (Suryadharma Ali) kepada hakimnya yang memeriksa, bagaimana proses pembuktiannya? Karena tidak diatur dalam KUHAP. Apakah kita masuk dalam proses pokok perkara?” katanya. 

Namun, jawaban hakim di luar dugaan. “Jawaban hakim itu terserah, kalau memang KPK mengatakan itu tidak termasuk obyek, ya terserah KPK bagaimana membuktikan,” katanya menirukan hakim. 

Chatarina mengaku bingung. “Bagaimana proses pembuktiannya. Karena kalau kami terlalu maju, akan mengganggu proses penyidikan,” katanya. 

Karena itu, KPK memutuskan untuk tidak membuka bukti pada saat sidang praperadilan Budi Gunawan. 

Hibnu juga berpendapat, sikap hakim yang meminta bukti di sidang praperadilan di luar kebiasaan. “Ini berlebihan, makanya hakimnya tinggal cukup menilai sah atau tidak sah, bukti nanti di persidangan (penuntutan),” katanya. 

Soal bukti ini, kata Hibnu, terkait dengan asal dominis litis atau asas pembuktian. “Barang siapa menuduh, dia yang membuktikan,” katanya. 

Lalu bagaimana dengan tuduhan dari jaksa penuntut umum terhadap tersangka? “Itu nanti di persidangan (pentuntutan),” katanya. 

Mengapa putusan praperadilan Budi Gunawan berbeda? 

Dari semua putusan praperadilan, hanya putusan Budi Gunawan yang berbeda. Keputusan Hakim Sarpin ini pun menimbulkan kontroversi. Mengapa KPK kalah melawan mantan ajudan Megawati Sukarnoputri tersebut? 

(BACA: Penetapan Budi Gunawan tersangka oleh KPK tidak sah)

“Itu kan masalah penilaian hakim, harusnya sama,” kata Hibnu. 

Meski menurut keyakinan Hibnu, penetapan tersangka tak bisa ditafsirkan. “Artinya kalau melihat kaidah hukum, itu menyimpang,” katanya. 

Sementara itu, kuasa hukum Suryadharma, Humphrey, melihat kasus Budi Gunawan memang spesial. “Karena Suryadharma bukan Budi Gunawan. Apa yang saya katakan ini punya arti yang sangat dalam. Kalau hanya satu-satunya Komjen Budi Gunawan yang diberikan, ini jadi tanda tanya,” katanya.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Budi Gunawan mendapatkan sesuatu yang berbeda dibanding tersangka korupsi lainnya?—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!