Penyidik KPK Novel Baswedan dijemput paksa Kepolisian

Lina

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Penyidik KPK Novel Baswedan dijemput paksa Kepolisian

GATTA DEWABRATA

Novel Baswedan disebut sedang menangani perkara besar terkait Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan.

JAKARTA, Indonesia — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dijemput paksa Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait kasus dugaan penganiayaan berat di Bengkulu, Jumat dini hari, 1 Mei 2015.

“Baru saja mendapat kabar dari istri Bang Novel, saat ini bang Novel baru saja ditangkap dan dijemput di rumah oleh Bareskrim,” kata seorang penyidik kepada Rappler di Jakarta, Jumat.

Polisi mengamankan Novel di rumahnya di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, dengan membawa surat perintah penangkapan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum. Surat itu memerintahkan untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi untuk pemeriksaan. 

Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo. 

Sedangkan yang menyerahkan surat adalah AKBP Agus Prasetyono dengan diketahui oleh ketua RT 3 Wisnu B dan ditandatangani pada hari ini. 

Detik-detik Novel dijemput Bareskrim

 

Rina Emilda, istri Novel membenarkan suaminya dibawa paksa oleh tim dari Bareskrim. “Jam 00.00 lebih rumah saya dibel hingga saya terjaga,” kata Rina seperti dikutip dari Tempo

Menurut Rina, tim dari Mabes Polri mengebel rumahnya pukul 12 tengah malam. Rina lalu membangunkan Novel yang sudah tertidur, dan memberi tahu bahwa rombongan polisi sudah memenuhi halaman rumahnya. 

Setelah menyerahkan surat perintah penangkapan, polisi langsung membawa Novel ke Mabes. Novel bahkan tak diberi kesempatan berganti pakaian. 

Penyidik Bareskrim yang berjumlah 13 orang itu terus memaksa Novel bergegas. Tak sampai 20 menit, Novel pun dibawa pergi dari rumahnya. 

Rina mengatakan Novel tak sempat berkata banyak padanya sebelum dibawa. “Cuma pesan agar lawyer-nya dihubungi,” kata Rina.

Kasus apa yang sedang membelit Novel?

Menurut surat perintah penangkapan, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan. Kasus yang menjerat Novel bermula saat dia menjabat Kepala Satuan Reskrim Polres Kota Bengkulu pada 2004.

Dia dijerat kasus penganiayaan terhadap seorang pencuri sarang burung walet. Lokasi kejadian di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu, tanggal 18 Februari silam. 

Dalam kasus itu, anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menelan korban jiwa. Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras.

Pihak yang melaporkan adalah Yogi Hariyanto. Dalam laporan itu, Novel disebut menembak dan menyiksa pencuri itu. Kasus itu telah diproses oleh aparat setempat. 

Pada 2012, kasus ini kembali mencuat saat hubungan antara KPK dan Polri sedang panas dingin karena Inspektur Pol Djoko Susilo ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan alat simulasi roda dua atau roda empat di Korps Lalu lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011. 

Saat itu penyidiknya adalah Novel.

Pimpinan KPK turun tangan 

Menurut Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, pimpinan KPK sempat kaget dan langsung mengontak pihak Kepolisian terkait penangkapan ini.  

“Sekarang tim kuasa hukum sedang ke Bareskrim,” tambah Priharsa.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum, Novel dijemput paksa karena Novel dinilai mangkir dari pemeriksaan selama dua kali. “Padahal Novel tidak datang karena tidak diperbolehkan oleh pimpinan KPK,” katanya.

Terlepas dari hiruk-pikuk penangkapaannya, Kompas.com melaporkan, Novel saat ini tengah memimpin satuan tugas untuk menginvestigasi kasus suap kader PDI-Perjuangan, Adriansyah.

Siapa yang menugaskan penangkapan Novel?

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Prastowo, yang menandatangani surat penangkapan Novel, ternyata merupakan saksi kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan. Ia telah tiga kali dipanggil KPK, namun tidak pernah datang.

Dari catatan Tempo, Herry, ketika ia masih menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Timur, pernah mentransfer uang sekitar Rp 300 juta pada Budi Gunawan pada Januari dan Mei 2006. 

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!