Hardiknas, mahasiswa tuntut pemerataan pendidikan

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hardiknas, mahasiswa tuntut pemerataan pendidikan
Dalam demonstrasi tersebut, mereka menolak pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Mereka berpendapat kacaunya dunia pendidikan membuat masyarakat Indonesia belum mampu bersaing dengan pekerja dari negara lain

 

MALANG, Indonesia — Akses tak merata terhadap pendidikan dan komersialisasi pendidikan menjadi fokus unjuk rasa mahasiswa di Bundaran Veteran, Malang, Jawa Timur, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Sabtu, 2 Mei 2015. 

“Pendidikan 12 tahun belum gratis, pendidikan masih dikomersialkan. Banyak masyarakat yang tak memiliki sumber daya dana tak punya akses luas untuk mendapatkan pendidikan,” kata Melyusti S. Kabkole, koordinator lapangan aksi Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan. 

Mereka menuntut pemerintah menyediakan pendidikan gratis dari jenjang SD sampai SMA dan akses pendidikan yang merata, karena banyak daerah terpencil belum ada sekolah. Tak hanya itu, banyak sekolah juga belum memiliki fasilitas dan sarana yang memadai. 

Melyusti mengatakan bahwa salah satu akar masalah mahalnya pendidikan terletak pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan kebebasan pada lembaga pendidikan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. 

“Akibatnya fatal, pendidikan diserahkan pada mekanisme pasar. Pelajar dijadikan konsumen untuk setiap lembaga pendidikan,” kata Melyusti. 

Dalam aksi itu, mahasiswa menggelar berbagai poster diantaranya bertuliskan “no money no education, mana keadilan pendidikan negeri ini, katanya sekolah gratis nyatanya mana?”

Indonesia belum siap hadapi MEA

Mahasiswa menolak Masyarakat Ekonomi ASEAN yang rencananya akan diberlakukan pada akhir 2015. Mereka berpendapat kacaunya dunia pendidikan membuat masyarakat Indonesia belum mampu bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Salah satu masalahnya adalah paradigma pendidikan yang hanya berorientasi pada pencarian kerja. 

“Telah terjadi pembodohan, paradigma kita pendidikan digunakan untuk mencari kerja, bukan untuk menjadi manusia yang mampu mengkritisi zaman. Maka bersiaplah untuk menjadi tenaga kerja murah di negara sendiri,” kata Melyusti. — Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!