Indonesia hentikan pengiriman TKI ke Timur Tengah

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia hentikan pengiriman TKI ke Timur Tengah

JEROME FAVRE

Kementerian Ketenagakerjaan menerapkan kebijakan yang keras ini karena penerapan sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental di 21 negara tujuan penempatan TKI di Timur Tengah.

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal ke 21 negara di Timur Tengah. Demikian disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, 4 Mei.

Kedua puluh satu negara tersebut adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Jordania.

“Kondisi TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan sampai saat ini masih banyak menyisakan permasalahan, baik menyangkut pelanggaran norma ketenagakerjaan hingga pelanggaran hak asasi manusia (HAM),” jelas Hanif.

Ia juga mengungkapkan bahwa eksekusi hukuman mati yang menimpa TKI Siti Zaenab beberapa waktu lalu menjadi salah satu pertimbangan diambilnya kebijakan ini.

(BACA: Indonesia protes pemenggalan TKI Siti Zaenab di Arab Saudi)

Sistem kafalah akarnya

Hanif lebih jauh menuturkan bahwa kementeriannya terpaksa menerapkan kebijakan yang keras ini juga karena penerapan sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental di 21 negara tujuan penempatan TKI di atas.

Hal ini membuat hak privasi majikan sangat kuat dibandingkan perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan.

Sistem kafalah, berdasarkan keterangan organisasi masyarakat sipil Migrant Rights di laman situs resminya adalah sistem sponsorship di mana visa dan izin kerja bagi buruh migran baru menjadi legal bila “disponsori” oleh warga atau perusahaan setempat.

Di bawah berlakunya sistem ini di dalam sebuah negara, visa dan izin kerja seorang buruh migran ditahan oleh pihak sponsor. Sang buruh migran juga baru dapat meninggalkan negara tersebut atas izin sponsor.

Dampak negatif sistem kafalah

Ketika seorang buruh migran diperlakukan dengan baik dan dijamin kesejahteraannya oleh sponsor, tentu tidak ada masalah. Sayangnya, terdapat banyak kasus di mana hal yang sebaliknya yang terjadi.

François Crépeau, akademisi yang menjadi Special Rapporteur isu HAM untuk buruh migran, mengungkapkan dalam laporannya bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa sistem kafalah menjadi sumber eksploitasi buruh migran.

Pakar lain, Azfar Khan dari International Labour Organization, mengungkapkan bahwa sistem kafalah menjadi salah satu bottleneck dalam proses mobilitas tenaga kerja secara global, sesuatu yang seharusnya dikembangkan bersamaan dengan datangnya era globalisasi ekonomi. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!