Misi memulangkan Piala Sudirman

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Misi memulangkan Piala Sudirman

TRIBUN

Tak ada yang menyangkal darah prestasi bulu tangkis mengalir di urat nadi Indonesia. Tapi,selama dua dekade lebih, Piala Sudirman tak pernah direngkuh skuat Merah Putih.

JAKARTA, Indonesia — Piala Sudirman. Dari namanya saja sudah Indonesia banget. Ide kejuaraan itu berasal dari Indonesia, juara kali pertama pun Indonesia. Tapi itu sudah cukup lama berlalu.

Edisi perdana, pada 1989, menjadi milik Indonesia. Itu adalah gelar perdana sekaligus terakhir. Setidaknya sampai Sudirman edisi 2015 kali ini. Asa Indonesia untuk merebut gelar itu kembali cukup tinggi, setelah 25 tahun gelar tersebut hanya mampir ke Tiongkok dan Korea Selatan.

Rabu pagi, 6 Mei 2015, rombongan skuat Piala Sudirman Indonesia telah bertolak ke Tiongkok. Mereka akan berjuang merebut gelar tersebut dari tangan tuan rumah pada 10 sampai 17 Mei mendatang di Kota Dongguan. Rombongan kali ini terdiri dari 20 pemain.

Beberapa nama unggulan antara lain ada Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan, Greysia Polii, Nitya Krishinda Maheswari, Tontowi Ahmad, dan Liliyana Natsir. 

Indonesia jadi ‘underdog’

Keyakinan untuk bisa meraih gelar juara terus dilontarkan oleh Ketua Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Gita Wirjawan. Meski demikian, dia tak menampik bahwa kali ini anak asuhnya tak diunggulkan. 

“Saya yakin tahun 2015 ini bisa menjadi momentum yang baik buat bulu tangkis Indonesia. Apalagi teman-teman yang akan dilepas menuju Dongguan sudah diberi persiapan yang baik dan maksimal. Kami ingin meraih hasil yang maksimal, meskipun saat ini kami dianggap underdog,” kata Gita saat melepas tim Sudirman di Pelatnas Cipayung, Selasa, 5 Mei.

Indonesia kini dianggap underdog, bukan lagi unggulan. Dalam pembagian grup pun, Indonesia hanya masuk unggulan kelima, kalah dengan Tiongkok, Jepang, Korea, dan Denmark.

Karena itu, di grup 1C, Indonesia tergabung dengan unggulan ketiga Denmark dan Inggris. Dua lawan yang tak mudah ditaklukkan dalam level beregu.

Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI Rexy Mainaky optimistis persiapan yang dilakukan anak didiknya sudah semakin baik. Tapi, lawan juga disebutnya melakukan hal yang sama.

“Nanti lihat strategi di sana. Apakah perlu bongkar pasang pemain, untuk mencoba atau tidak. Itu nanti dilihat tergantung karakter lawannya,” kata dia.

Pergeseran kekuatan bulu tangkis

Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler

Kerinduan juara Sudirman juga dilontarkan pasangan ganda putra Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan. Bagi Ahsan, cukup aneh saat piala bernama Sudirman, tapi tak sekalipun pernah dibawa pulang kembali setelah direbut negara lain (Tiongkok 9 kali, Korea Selatan 3 kali).

“Semangatnya dari tahun ke tahun sama, membawa kembali Sudirman ke tempatnya dilahirkan,” tegas Ahsan.

Pergeseran kekuatan pebulutangkis Indonesia

Apa yang membuat Indonesia sulit kembali meraih juara? Tak dipungkiri negara lain terus berkembang. Sementara, Indonesia masih menerapkan model-model latihan lama yang baru dibenahi tiga tahun belakangan.

Mantan pebulu tangkis Christian Hadinata sempat menyebut perubahan penilaian yang kini menggunakan sistem rally 21 poin juga berpengaruh. Sebab, game kini bisa berlangsung lebih cepat.

“Ya mungkin itu juga jadi pembeda. Tapi, bukan alasan ya. Pemain harus bisa. Nyatanya Indonesia bisa juara di beberapa event. Tapi memang kekuatan bulu tangkis kita sudah bergeser,” ucap Christian.

Pernyataan Koh Chris, panggilan akrab Christian, memang benar. Jika dulu Indonesia bagus di sektor tunggal putra dan ganda putra, kini bergeser ke sektor ganda putra dan ganda campuran.

Sementara, di sektor putri, skuat merah putih masih lemah, namun negara lain semakin bagus sektor putrinya.

Peluang juara Indonesia di bursa taruhan memang hanya seperlima. Tapi, Rudi Hartono, sang legenda bulu tangkis Indonesia, berpesan bahwa sinyal perjuangan skuat Garuda tak boleh meredup. Sebelum poin dihitung, sebelum raket diayun, peluang setiap negara sama untuk bisa menjadi juara. —Rappler.com

Mahmud Alexander adalah wartawan olahraga yang berdomisili di Jakarta. Dia berfokus pada liputan-liputan sepak bola dan bulu tangkis. Disela tugas-tugas jurnalistiknya dia menjadi penulis lepas dengan tema olahraga dan budaya.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!