‘Pausa’ dan ‘suffaco’ yang gagal di Real Madrid

Ahmad Santoso

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Pausa’ dan ‘suffaco’ yang gagal di Real Madrid
Banyak yang menyangka cara menghentikan Juventus adalah dengan mengisolasi playmaker Andrea Pirlo. Real Madrid memang sukses membuatnya tak berkutik. Tapi, Pirlo selalu punya cara untuk menyiasatinya.

Juventus berhasil mendapat modal berharga jelang bertandang ke Stadion Santiago Bernabeu. Kemenangan 2-1 pada pertandingan leg pertama semifinal Liga Champions atas tim tamu, Real Madrid, Rabu, 6 Mei 2015, dini hari WIB mempermulus Juve melangkah ke final.

Gol Juventus dicetak Alvaro Morata di menit ke-9 dan Carlos Tevez di menit ke-57. Gol balasan Madrid dicetak Cristiano Ronaldo di menit ke-27 

Morata mencuri gol lebih dulu setelah mencuri bola liar pasca tendangan Carlos Tevez ditepis Casillas. Sementara itu, Madrid membalas melalui Ronaldo setelah menerima umpan lambung dari sisi kanan gawang. Tanpa kawalan, Ronaldo pun dengan mudah menyundul bola ke gawang yang terbuka lebar di hadapannya. 

Pada menit ke-56, wasit asal Inggris Martin Atkinson memberikan hadiah penalti kepada Juventus. Keputusan ini amat kontroversial karena penalti diberikan kepada Tevez yang terjatuh saat adu lari dengan Carvajal.

Lepas dari kontrovesi itu, ada beberapa situasi taktikal yang terjadi tadi malam. Jika melihat cuitan football pundit Michael Cox, apa yang dilakukan dua pelatih, Massimiliano Allegri di Juventus, dan Carlo Ancelotti di Real Madrid, memang brilian.

Ramos bermain buruk 

Sesuai dugaan, Ancelotti memainkan Sergio Ramos sebagai gelandang bertahan. Tapi, posisinya tak sejajar dengan Toni Kroos. Bahkan dia cenderung defensif. Banyak orang yang menganggap pemilihan Ramos di lini tengah itulah yang menjadi biang kekalahan Madrid.

Ada sebuah artikel menarik yang ditulis jurnalis Graham Hunter di ESPNFC mengenai faktor Ramos di laga tersebut. Dia menuturkan di Spanyol ada sebuah frasa yang jadi kunci sebuah permainan. Yakni, pausa. Secara harfiah pausa berarti “jeda”. Namun, jika dalam bentuk kata kerja, kata itu berarti seseorang yang mampu “mengatur bola dengan sangat cepat”.

Legenda sepakbola Spanyol Gaizka Mendieta menuturkan, butuh orang dengan kecerdasan luar biasa untuk memerankan seorang pausa. Keputusan yang dilakukan harus lebih cepat dari apa yang dilakukan lawan. Pada laga tadi malam, pausa ini diperankan James Rodriguez. Dia sukses melakukannya lewat serangan balik. Gol Ronaldo merupakan bukti peran brilian yang dijalankan James.

Tapi, peran yang sama tak bisa diemban Ramos. Meski mampu tampil baik saat menghadapi Sevilla dan Atletico sebagai gelandang, Ramos bukanlah Modric yang memiliki visi permainan, kemampuan menahan bola, dan tekel yang sama baiknya. Dalam laga ini Ramos jadi contoh pausa yang buruk. Dia tak mampu menahan diri untuk mau ke depan. Posisinya juga sangat nanggung

Pirlo tak bisa dihentikan

We sent the message that we are here. We want this final and we’ll fight to the end in Madrid too.” Itulah kalimat yang diucapkan maestro lini tengah Juve Andrea Pirlo usai pertandingan. Apa yang diungkapkannya memang pantas. Kemenangan Juventus tak akan terjadi tanpa kejelian Pirlo lepas dari jeratan beberapa pemain Madrid yang menjaganya.

Selain menyimpan Ramos sebagai gelandang bertahan, Ancelotti pun memasang Gareth Bale sebagai suffaco alias defender attacker. Fungsinya, menghambat pergerakan Pirlo. Jika melihat grafis statistik, inilah yang menjadi alasan mengapa Bale tampil buruk di laga ini. Dia jarang diberi atau memberi umpan pada rekan-rekannya.

Tapi, meskipun begitu, dia juga gagal dalam mengawal Pirlo. Dia seolah kebingungan mengawal ketat Pirlo. Betul apa yang yang diucapkan Direktur Teknik Juventus Beppe Moratta sebelum pertandingan. Pola 4-4-2 yang diterapkan Madrid memberikan ruang bagi gelandang (Toni Kroos- Ramos) untuk mematikan langkah Pirlo mengirimkan umpan-umpan matang kepada Carlos Tevez. 

Namun siapa sangka. Pirlo justru tidak mengirim umpan direct ke Carlos Tevez. Dia malah membaginya ke Claudio Marchisio yang bermain melebar demi mengeksploitasi Varane–Marcelo. Nah, Posisi pemain Real yang sering overlapping membuat mudah bagi Marchisio mengirimkan pada Alvaro Morata yang statis di depan. 

Taktik mengecoh lawan lewat Pirlo ini sebenarnya sudah dilakukan Juventus saat menghadapi Manchester City. Kebetulan Man City saat itu sedang digdaya dengan formasi 4-4-2. Apa yang dilakukan Madrid sama persis seperti yang dilakukan City dengan menahan Pirlo sedalam mungkin dan menutupnya agar tak bisa  memberi umpan langsung ke depan. Namun Ancelotti tampaknya lengah memberikan perhatian mengawal Marchisio.  

Pada leg kedua nanti kemungkinan besar Madrid akan kembali bisa memainkan duet BBC (Benzema, Bale, Cristiano) dengan formasi 4-3-3. Namun patut disimak juga bahwa Juventus pun pasti akan bereaksi dengan memainkan pola defensif 3-5-2. Kehadiran Paul Pogba tentunya akan membuat Ancelotti harus berfikir bagaimana agar bisa membobol gawang Buffon di sisi lain pertahanannya tetap kokoh tanpa bolong di lini tengah.

Ahmad Santoso adalah seorang wartawan yang berdomisili di Surabaya. Ia peduli pada isu sepakbola, olahraga, politik, sejarah, dan budaya.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!