Tim Transisi PSSI: Strategi pecah kekuatan lawan ala Menpora

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tim Transisi PSSI: Strategi pecah kekuatan lawan ala Menpora
17 anggota tim transisi telah diumumkan Menpora. Melihat orang yang terpilih, ini seperti strategi Nahrawi bongkar pertahanan PSSI. Caranya, memilihkan lawan untuk tokoh-tokoh tertentu yang harus dihadapi.

Suasana kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2015, malam penuh sesak. Di sayap timur gedung tersebut, berkumpul puluhan wartawan dari media cetak dan elektronik. Belasan tripod kamera ditata sedemikian rupa agar ruangan media center Kemenpora, tempat jumpa pers, yang hanya berukuran 4 x 8 meter bisa menampung semua wartawan. 

Saya kira pengumuman Tim Transisi ini mirip pengumuman Kabinet Kerja tahun lalu. Atau malah reshuffle kabinet. Konferensi pers yang seharusnya digelar pukul 18:30 WIB molor hingga pukul 20:20. 

Banyak yang berharap Tim Transisi ini bakal terdiri dari orang-orang yang gigih dalam gerakan bersih-bersih mafia sepak bola. Namun, saat satu per satu nama diumumkan, tak sepenuhnya anggota tim transisi berlatar belakang sepak bola. Hanya Ricky Yakobi dan Farid Husaini yang pernah terlibat dalam manajemen klub sepak bola. Sisanya justru berasal dari kalangan artis, militer, dan pengusaha.

(BACA: Inilah susunan Tim Transisi PSSI)

Tapi, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menegaskan dia tidak asal comot. “Kami memilih dengan pertimbangan matang, lihat track record-nya dan bagaimana kemungkinan peran mereka dalam mengawal tim transisi,” kata Nahrawi usai pengumuman.

Saya memiliki pandangan bahwa Menteri Nahrawi ingin memberi rasa aman terhadap klub-klub. Tidak hanya soal jaminan bahwa kompetisi akan kembali berputar (karena itu dipilih dari kalangan pengusaha) tapi juga keamanan. Keamanan ini tidak hanya keamanan dalam menggelar pertandingan tapi juga “keamanan” orang-orang di klub-klub tersebut. 

Mengapa penting? Saya beberapa kali mendengar curhat pengurus klub yang mengaku mendapat ancaman. Siapa yang mengancam? Saya tidak bisa menjelaskan karena bisa saja nanti saya kena jerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik (UU ITE). Kalau Anda berpikir seperti yang saya pikirkan, berarti Anda sudah tahu maksud saya.

Untuk menjaga rasa aman itulah mengapa mantan Danjen Kopassus Letjen Lodewijk F. Paulus menjadi pilihan. Dia akan menjadi garda terdepan Tim Transisi, terutama untuk melindungi tim dan klub-klub dari mafia dan intimidasi. 

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko sempat digadang-gadang jadi ketua Tim Transisi. Bahkan hingga beberapa jam sebelum konferensi pers namanya beredar di kalangan wartawan. Gosip yang saya dengar saat itu, dia tidak berkenan. Bisa jadi tarik ulur itulah yang membuat konferensi pers molor hingga hampir dua jam.

Saat saya menunggu konferensi pers di gedung Kemenpora, banyak yang berbisik bahwa Menteri Nahrawi sangat berharap Moeldoko masuk dan menjadi ketua Tim Transisi. Tapi, ia menolak. Kemudian muncul nama Lodewijk F. Paulus.

Hari ini, Sabtu, 9 Mei, Moeldoko mengakui bahwa dia yang menugaskan Lodewijk. “Saya tunjuk perwira saya. Panglima TNI nggak perlu masuk,” kata Moeldoko seperti dikutip Detik.com.

Bongkar pertahanan PSSI

Sementara itu, masuknya Velix Wanggai yang merupakan eks staf khusus mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menjadi kejutan. Velix ini bisa jadi dipilih karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh bola dari Papua. Dia akan adu pengaruh dengan Exco PSSI Roberto Rouw untuk membujuk klub-klub Papua seperti Persipura Jayapura, Persiram Raja Ampat, dan Perseru Serui. 

Tugas yang kurang lebih sama juga diemban Walikota Bandung Ridwan Kamil. Walikota yang dikenal memiliki totalitas untuk Persib itu dipilih untuk bisa membujuk pengurus Maung Bandung mendukung kinerja Tim Transisi. Apalagi, Bandung memiliki basis massa sepak bola yang kuat.

Begitu juga dengan Walikota Batu Eddy Rumpoko. Dia adalah salah seorang tokoh di balik Arema. Tugas yang menanti dia sudah jelas: Menyelesaikan dualisme kepemilikan Arema yang sedang terjadi saat ini. Dualisme Arema juga yang menjadi alasan mengapa Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tak meloloskan mereka dalam verifikasi.

(BACA: Klub-klub ISL mulai konsolidasi tanpa PSSI)

Pergerakan tim transisi tanpa dukungan pengusaha juga absurd. Francis Wanandi sudah dikenal lewat sejumlah perusahaan yang dia miliki, salah satunya Gold’s Gym. Begitu juga bos Sritex Iwan Lukminto. 

Sementara itu, Andrew Darwis, pendiri Kaskus.co.id dan tokoh pengusaha muda, bisa menggerakkan “agan-agan” Kaskus untuk memenangkan opini publik agar mendukung tim transisi. 

Darmin Nasution yang memiliki kepakaran di bidang perbankan bisa membenahi sektor pengelolaan keuangan klub. Apalagi, persoalan akut klub salah satunya adalah soal gaji pemain dan manajemen keuangan. Bayangkan, setiap akhir musim klub hampir selalu menunggak 3-6 bulan gaji pemain.

Dari daftar nama-nama anggota Tim Transisi, penunjukkan artis Tommy Kurniawan cukup mengejutkan. Satu-satunya yang bisa kita terima sebagai logika adalah dia merupakan caleg gagal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menteri Nahrawi, sebagai sesama kader PKB, mungkin merasa bertanggung jawab untuk ikut memikirkan nasibnya.

Begitu juga Diaz Faizal Malik Hendropriyono, putra dari mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) A.M. Hendropriyono. Dia tidak memiliki latar belakang sepak bola. Yang diketahui, saat ini dia sedang menjabat komisaris Telkomsel. Posisi super nyaman karena tak perlu mengurusi perusahaan secara intensif. Paling-paling menghadiri rapat umum pemegang saham.

Tapi, saya tetap harus adil. Mungkin ini terdengar naif, namun Tim Transisi harus diberi waktu untuk bekerja. Penunjukkan Tommy Kurniawan mungkin untuk mengembangkan sepak bola sebagai bagian dari industri hiburan. Sedangkan Diaz bisa jadi strategi Kemenpora mendapat dukungan penuh dari ayahnya, Hendropriyono. Atau juga untuk memberi panggung bagi Hendropriyono kecil—siapa yang tahu. 

Apapun itu, yang diinginkan masyarakat adalah sepak bola Indonesia bisa lebih profesional. Kita tunggu saja kinerja mereka.–Rappler.com

Mahmud Alexander adalah wartawan olahraga yang berdomisili di Jakarta. Dia berfokus pada liputan-liputan sepak bola dan bulutangkis. Di sela tugas-tugas jurnalistiknya, dia menjadi penulis lepas dengan tema olahraga dan budaya.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!