Empat toko roti jadul paling eksis di Bandung

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Empat toko roti jadul paling eksis di Bandung
Bagaimana rasanya mencicipi roti dengan resep hampir seabad? Coba lihat daftar toko roti jadul di Bandung ini.

BANDUNG, Indonesia — Ini bukan kisah fiksi Tansen Roy Wuisan, seorang pemuda berambut gimbal lebat keturunan Tionghoa dan India pewaris toko roti Tan de Bekker dalam novel ‘Madre’ karya Dewi Lestari. 

Tapi toko-toko roti zaman dulu alias jadul di Bandung yang dikunjungi Rappler memang benar adanya. Mereka masih tetap eksis dan digemari. Keberadaannya tak tergerus produksi roti modern.

Di mana saja? Berikut daftarnya: 

1. Roti Sumber Hidangan

Ini adalah roti paling jadul di Bandung. Roti ini diproduksi sejak 1929 ketika Belanda menduduki Kota Bandung. Roti yang dijual di toko dan Restoran Sumber Hidangan Jalan Braga nomor 20-22 ini, diproduksi dengan resep dari Belanda dan cita rasanya tetap dipertahankan hingga kini. Nama jenis rotinya pun sebagian masih menggunakan bahasa Belanda, seperti soepbrood, krentenbol, dan kaastaok.

“Bikin rotinya masih pake resep jaman dulu, resep dari Belanda. Kita juga gak pake pengawet, gak pake obat-obatan,” ujar Erna (76) yang bekerja sebagai kasir sejak Desember 1958.

Menurut Erna, pemilik toko roti dan restoran Sumber Hidangan adalah generasi kedua yang kini umurnya telah 86 tahun. Pelanggan tetap yang sering datang ke tokonya juga merupakan keturunan dari pelanggan jaman dulu.

“Anak cucu dari pelanggan yang dulu,” ujarnya.

Roti-roti yang dijual fresh from the oven. Rotinya padat, enak, dan mengenyangkan. Ada berbagai pilihan rasa, di antaranya roti tawar fransbrood dan buusbrood, roti manis paindelux dan warmbol, juga roti isi madelein dan roti baso ayam. Harganya antara Rp 3.500 hingga 21.500.

Sumber Hidangan dulunya bernama Het Snoephuis, yang menjadi tempat nongkrong warga Belanda pada masa penjajahan.  Selain menjual roti, toko dan restoran ini juga menjual es krim dan kue kering. Nama-nama kue keringnya menggunakan bahasa Belanda seperti kattetong, eierkoekjes dan spoonsbeschuit.

Suasana jadul masih terasa di toko ini. Dari mesin kasir jadul yang dipajang di restoran, kursi-kursi yang model dan bahannya antik, serta timbangan kue jadul. Toko ini buka dari pukul 08.00 hingga 15.00 WIB.

2. Roti Sidodadi

Toko roti Sidodadi, di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Roti ini sangat terkenal di Bandung. Sejak 1954, roti Sidodadi mulai dipasarkan di tokonya yang berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata 255. 

“Sudah tiga generasi pemiliknya,” kata Vera, isteri si pemilik.

Sejak dulu, roti ini banyak dikunjungi pelanggannya yang datang tidak hanya dari dalam kota tapi juga luar kota Bandung.  Jadi tak heran jika pada pukul 15.00 WIB, sebagian besar roti sudah habis terjual. Roti yang menjadi favorit banyak pembeli adalah roti rasa cokelat, roti baso sapi, dan roti jagung.  Menurut Vera, keunggulan roti Sidodadi terletak pada resep dan proses produksinya.

“Rotinya masih khas tidak pakai pengawet. Resepnya kuno. Proses manggangnya juga pakai arang,” katanya.

Harga roti kecil dibandrol Rp 3.400-4.500. Sedangkan roti besar paling mahal Rp 16.000. Selain roti, di Toko Sidodadi dijual kue-kue basah dan roti gambang, yang juga merupakan jenis roti jadul.

3. Roti Bumbu Bakar Cari Rasa

Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Roti Cari Rasa menyimpan kenangan tersendiri bagi Tini Kartini. Sejak masih remaja, roti bumbu bakar itu telah menjadi favorit perempuan berusia 57 tahun itu.

“Waktu saya masih pacaran sama almarhum suami, seringnya kita beli roti itu,” kata Tini.

Hingga kini, nenek dari 10 cucu itu masih menyukai roti bumbu Cari Rasa. Katanya, rasa roti lain dari yang lain dan membangkitkan kenangan.

Roti bumbu bakar Cari Rasa telah disukai warga Bandung sejak 1960. Roti itu diproduksi seorang veteran pejuang 45, Katmajaya yang kini sudah almarhum. Roti Cari Rasa menjadi pelopor roti bumbu bakar di Bandung atau bahkan di Indonesia.

“Dulu belum ada yang jual roti pakai selai (bumbu) dibakar seperti Cari Rasa,” kata Tata Gunawan (56), anak dari Katmajaya.

Roti ini, kata Tata, tetap digemari karena rasanya yang enak dan tidak ada yang bisa menyamainya.

“Sesuai dengan judulnya Cari Rasa, pelanggan terpancing terus untuk mencari rasanya sampai puas. Tapi rahasianya ada di kualitas bumbu dan rotinya,” kata Tata.

Tata mengatakan roti diproduksi sendiri dengan menggunakan bahan berkualitas baik dan tanpa pengawet sehingga hanya bisa bertahan sampai 3 hari.

Di tokonya yang berlokasi di Pasar Kosambi Jalan Ahmad Yani Bandung, selalu terlihat antrian pembeli bahkan hingga malam hari. Toko ini buka dari pukul 10.00-21.00.

Selain mangkal, roti ini juga dijual secara berkeliling. Saat ini, ada sekitar 200 pedagang yang berkeliling menjajakan roti ini. Omzet perharinya bisa mencapai Rp 20 juta.

Ada dua macam pilihan, yakni roti bumbu dan roti bumbu bakar. Roti bumbu adalah roti yang diolesi selai sesuai pilihan pembeli, yakni stroberi, nanas, kacang, cokelat dan lain-lain. Sedangkan roti bumbu bakar adalah roti bumbu yang dibakar.  Adapula pilihan rasa lain seperti keju dan kornet. Harganya mulai dari Rp 5.000 – 48.000 sesuai dengan besar kecilnya roti.

4. Roti Gempol

Toko Roti Gempol, Bandung. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Setiap pagi, kedai roti yang berlokasi di Jalan Gempol Bandung ini didatangi banyak pengunjung. Mereka sengaja datang untuk memesan berbagai menu sarapan, salah satu yang menjadi favorit adalah roti Gempol, sesuai dengan nama tempatnya.

Jika akhir pekan, para pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung juga datang. Tempat ini juga menjadi tujuan favorit penyanyi Sherina jika datang ke Bandung. 

Ada beberapa pilihan roti yang bisa dipesan, yaitu roti putih atau roti gandum, roti isi atau roti bakar, perseorangan (ukuran kecil) atau ririungan (ukuran besar). Ada pilihan aneka rasa yang ditawarkan, keju, cokelat, keju cokelat, atau pisang cokelat. Harganya mulai dari Rp 8.000 hingga 48.000.

Keunggulan dari roti Gempol adalah penyajiannya yang fresh, masih panas saat dimakan. Selain itu, proses pembuatan roti ini homemade dan tanpa bahan pengawet.

“Resepnya juga beda dari yang lain,” kata Albert Yesaya (27), yang bertugas sebagai kasir.

Albert menceritakan, sang pemilik toko telah memproduksi roti sejak 1958 di Salatiga. Kemudian pindah ke Bandung dan membuka kedai roti di Jalan Gempol pada 1991.

“Sejak itulah roti ini dikenal dengan roti Gempol,” ujarnya.

Kedai roti Gempol setiap hari buka mulai pukul 07.00 hingga 20.00 WIB. Di kedai ini dijual aneka kuliner lain, seperti mie yamien, donat gula tepung, dan yoghurt. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!