Kisah tahanan politik Papua 12 tahun mendekam di penjara

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah tahanan politik Papua 12 tahun mendekam di penjara
Setelah dibebaskan oleh Jokowi, Linus ingin tetap memperjuangkan kemerdekaan rakyat Papua.

JAKARTA, Indonesia —Linus Hiluka, tahanan politik Papua selama 12 tahun, tak menyangka akan menerima kunjungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di ruangan sempit di penjara Abepura, 9 Mei. Pertemuan selama 15 menit itu mengubah hidupnya. Ia bebas. 

Didampingi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, Jokowi memberikan pengampunan padanya dan 4 tahanan politik lainnya.  

Selain Linus, 4 lainnya adalah Numbungga Telenggen, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda, dan Mikael Heselo. Numbungga dipidana seumur hidup, yang lainnya dipidana 20 tahun.

“Saya meminta maaf kepada saudara-saudara atas perlakuan aparat,” kata Jokowi, seperti dituturkan Linus pada Rappler, Senin, 11 Mei. Jokowi mengatakan bahwa pengampunan tersebut adalah inisiatifnya. 

“Mari kita bangun Papua dengan pendekatan yang baik, mari kita buka lembaran baru, yang lama kita lupakan,” kata Linus menirukan ucapan Jokowi berikutnya. 

Linus mengaku lega saat mendengar permintaan maaf itu. “Pemerintah memang harus meminta maaf pada kami,” katanya. 

Menderita 12 tahun 

Kasus yang membelit Linus bermula dari tudingan pembobolan senjata gudang Kodim Wamena yang terjadi pada 3 April 2003.

Tiga aktivis disebut terlibat langsung aksi pembobolan langsung ditangkap. Mereka adalah Yafrai Murib, Numbungga, dan Kanius Murib. 

Sedangkan lainnya, Linus, Apotnaholik, Kimanus, dan Mikael ditangkap saat penyisiran. 

Linus mengaku saat itu ia menolak terlibat langsung dalam pembobolan gudang senjata, karena ia masih menghormati kesepakatan di Kongres Papua II. 

Ia kemudian menganggap bahwa penangkapan polisi mungkin didasarkan fakta bahwa ia salah satu aktivis pro kemerdekaan. 

“Saya memang tokoh perjuangan. Saya memperjuangan hak-hak masyarakat Papua, termasuk hak kemerdekaan,” katanya. 

Hanya saja, cara yang ia tempuh berbeda dengan rekan lainnya. “Hak-hak itu saya perjuangkan melalui dialog secara damai,” katanya. 

Kasus Linus dan 4 rekannya kemudian diproses Pengadilan Negeri Wamena pada 2003. Awalnya ada 7 tersangka, namun belakangan dua dari mereka meninggal dunia.

Pengadilan memvonis Yafrai, Numbungga, dan Kanius hukuman seumur hidup. Linus, Apotnaholik, Kimanus, dan Mikael diberikan hukuman 20 tahun penjara.

Berpindah-pindah penjara

Keenam terpidana dipenjara antara 2003-2015. Mereka berpindah 3 kali selama dalam 12 tahun. 

Pemindahan pertama pada Desember 2004, mereka dibawa secara paksa ke Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sari, Makassar, Sulawesi Selatan. Hanya Kanius yang tidak dipindahkan dengan pertimbangan usia yang sudah tua.

(BACA: Jokowi beri grasi pada 5 tahanan politik Papua)

Pemindahan kedua terjadi pada Januari 2008, keenam terpidana dipisah. Permohonan pemindahan keenam terpidana yang tersisa dikabulkan oleh Direktorat Jenderal Pemasrayakatan (Dirjen PAS)Kementerian hukum dan HAM RI, tapi bukan ke Wamena. 

Linus dan Kimanus dipindahkan ke Lapas Nabire sedangkan Yafrai, Numbungga, dan Apotnaholik ke Lapas Biak.

Pemindahan ketiga terjadi pada 2012, hanya terjadi pada Kimanus, karena ia menderita tumor kecil dan harus dioperasi. Kimanus dititip sementara di Lapas Abepura. Setelah dioperasi dan berobat di RS Dian Harapan, Kimanus kembali ke Jayapura pada Februari hingga Mei 2012. Lalu, ia dipulangkan lagi ke Lapas Nabire.

Di tahun yang sama, Yafrai mengalami stroke dan diizinkan berobat sekaligus dipindahkan ke Lapas Abepura. Ia menjalani pengobatan dan fisioterapi rutin setiap minggu di RS Dian Harapan dan kemudian pindah ke RSUD Jayapura. Ia lalu bermukim di Lapas Abepura.

Ingin bebaskan 90 tapol lain

“Kami memohon pada Presiden Jokowi agar mereka dibebaskan lewat program grasi, abolisi,” katanya. 

Sembilan puluh tapol lainnya, kata Linus, tersebar di seluruh tanah air, termasuk di Maluku, Ambon. Jokowi hanya mengangguk. “Ini baru memulai,” katanya. 

Apakah masih tersisa dendam pada aparat? “Tidak. Kami tidak menuntut ini atau itu kepada teman-teman aparat. Saya tokoh politik, saya tidak memang harus bertanggung jawab,” katanya. 

Akan tetap perjuangkan Papua

Saat ditanya Rappler, apakah ia masih akan memperjuangkan kemerdekaan rakyat Papua setelah dibebaskan oleh Jokowi?

“Bapak presiden membebaskan kami dan mengirim kami kembali ke masyarakat. Kami milik rakyat. Jadi tergantung agenda masyarakat Papua,” katanya. 

Jika rakyat Papua menginginkan kemerdekaan? “Termasuk itu di dalamnya,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!