Cerita Dodi, anak keluarga berada yang tinggal di pos satpam

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cerita Dodi, anak keluarga berada yang tinggal di pos satpam
(UPDATED) Orang tua Dodi, yang dituduh menyiksa dan menelantarkan anak laki-laki mereka satu-satunya, akhirnya dilaporkan ke polisi

 

JAKARTA, Indonesia (UPDATED)— Dodi, bukan nama sebenarnya, sudah dua pekan tinggal di pos jaga RT 3 RW 11, Perumahan Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua, Blok E. Ia tak ditengok orang tuanya, atau dikirimi makanan. 

Ia hanya mondar-mandir di kompleksnya dengan sepeda. Warga bertanya-tanya, ada apa dengan Dodi? 

Setelah ditanya oleh Ketua RT, Dodi pun mengaku ia memang sudah tidak tinggal di rumah. Ketua RT segera mendatangi rumah orang tua anak berusia 8 tahun tersebut. 

Ketua RT saat itu langsung meminta pertanggungjawaban Hutomo, bukan nama sebenarnya, orang tua Dodi untuk tidak menelantarkan anaknya di luar rumah. 

Hutomo pun sepakat. Ia berjanji akan merawat Dodi dengan sebaik-baiknya. 

“Tapi itu terjadi (beberapa) bulan lalu, Desember 2014. Setelah 5 bulan, kejadian itu terulang kembali,” kata Sugeng, ketua RT saat ini pada Rappler, Jumat, 15 Mei. 

Pada pertengahan April, Dodi kembali terlihat tidur-tiduran di pos jaga. Sugeng kemudian mendatangi Dodi dan menanyakan sebab-musabab ia kembali terusir dari rumahnya. 

Cekcok dengan saudara perempuan

Dengan bahasa runut, Dodi mulai bertutur pada Sugeng. Ia mengaku sebelum terlantar di pos jaga, ia berantem dengan kakak dan adik perempuannya. 

“Berantem karena berebut mainan, berantem-berantem kecil, seperti anak lainnya,” kata Sugeng. Seusai berantem, Dodi pun tak lagi tinggal di rumah. 

Dodi merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga itu. Dia memiliki dua kakak dan dua adik, keempatnya perempuan. Tapi Dodi tidak dibesarkan oleh Hutomo, melainkan neneknya. Dodi baru bergabung dengan keluarga Hutomo setelah ia berumur 5 tahun. Kini genap 3 tahun ia berkumpul dengan keluarga Hutomo.  

Keluarga Dodi memiliki rumah yang cukup besar berlantai dua di Perumahan Citra Gran tersebut. Ketika media mengambil foto rumah tersebut, terlihat dua mobil terparkir di sana. Hutomo bekerja sebagai dosen, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga. 

Benarkah Dodi hanya berantem? Versi Hutomo beda lagi. Menurut ayah dari 5 anak yang baru pindah ke kompleks tersebut sejak April 2014 tersebut, Dodi anak yang manja, dan perlu ‘dididik’ lebih keras. “Dia kan anak cowok, enggak masalah lah. Enggak ada perkara,” kata Hutomo seperti dikutip dari Kompas.  

Hutomo tak menjelaskan didikan lebih keras seperti apa yang dimaksud. Tapi dia membantah telah menelantarkan atau tidak memberi makan Dodi. Hutomo menyebut itu fitnah. 

Nina, bukan nama sebenarnya, istri Hutomo, juga membenarkan pernyataan suaminya tersebut. Menurut Nina, Dodi sudah diberi kunci rumah, sehingga bisa pulang kapan saja. 

Hutomo dan Nina mengaku kecewa dan merasa tidak nyaman dengan tetangga di kompleksnya yang dianggap terlalu ‘memanjakan’ Dodi dan ikut campur urusan rumah tangga mereka. 

Kesaksian tetangga

Apakah Dodi anak yang manja? Sugeng adalah orang pertama yang heran dan tak habis pikir dengan pernyataan Hutomo dan Nina. Ia punya pendapat yang berbeda tentang Dodi. 

“Oh anak ini tidak manja. Justru dia luar biasa,” katanya. Sugeng menyebut Dodi anak yang pendiam dan tertutup. 

Meski ia harus ‘hidup’ di pos jaga, ia tetap tenang dan bermain dengan sepedanya. “Justru sekarang dia sendiri cuek,” katanya. Mungkin, kata Sugeng, karena ia kerap ‘dihukum’ di luar rumah oleh orang tuanya. 

Dodi juga tidak pernah mengeluh, menangis, atau mengemis makanan pada warga. Ia tahan lapar, dan bahkan pernah mengungkap pada Sugeng tentang niatnya untuk tidak pulang lagi ke rumah.  “Akhirnya dia enggak kepikir dia harus pulang,” katanya. 

Setelah diamati selama setahun lebih, Sugeng menyimpulkan bahwa Dodi punya tingkat survival yang tinggi. 

Itulah salah satu alasan mengapa warga kompleks tak bisa membiarkan Dodi kelaparan di pos jaga. Dodi pun dikirimi makanan oleh warga. Bahkan sesekali diminta untuk menumpang mandi. 

“Itu semua naluri, karena dia ada di depan mata,” katanya.  

KPAI dan Polda Metro Jaya turun tangan

Setelah kejadian penelantaran kedua kali oleh orang tua Dodi, Sugeng dan warga pun berembug dan memutuskan untuk melapor pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Sekretaris Jenderal (KPAI) Erlinda yang dilapori warga pun langsung turun ke lapangan. Ia mulai mengumpulkan keterangan dari warga dan mendatangi orang tua Dodi. 

“Kemarin bukan yang pertama kali. Dari informasi yang kita dapat, ternyata sudah sering dia tidak boleh masuk ke rumah dan tidak dikasih makan,” kata Erlinda, Kamis, 14 Mei.  

Erlinda justru menemukan bukan hanya Dodi yang diterlantarkan, tapi juga 4 saudara lainnya. Selain ditelantarkan, Hutomo dan Nina juga diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anaknya.

Kesimpulan sementara ini diperkuat dengan pengakuan seorang tetangga bernama Agustini, yang menemukan benjolan di kepala Dodi.  Agustini juga mengungkap ia kerap mendengar jeritan anak-anak lainnya dari rumah tersebut. 

Hutomo sempat membantah. Ia mengatakan tidak ada penyiksaan terhadap Dodi atau anaknya yang lain. “Ya, paling saya menempeleng kepalanya. Dia habis ngerusak handphone saya yang baru beli. Tapi menempelengnya enggak keras-keras,” kata Hutomo. 

Setelah menemui Hutomo dan Nina, KPAI memutuskan tidak hanya mengangkut Dodi, tapi juga keempat saudara perempuannya. 

Hutomo dan Nina pun digelandang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa setelah pihak KPAI melaporkan mereka ke polisi. KPAI melaporkan keduanya atas dugaan tindak pidana penelantaran anak, perlakuan salah, kekerasan fisik dan psikis terhadap anak yang diatur dalam Pasal 77 B Jo Pasal 76 B dan Pasal 80 Jo Pasal 76 C Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman dari pasal berlapis ini di atas 5 tahun penjara.

Terlibat narkoba?

Setelah dilaporkan, polisi melakukan penggeledahan di tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan terhadap keduanya. Ternyata keduanya menyimpan sabu di rumah.  

“Ditemukan sabu paket kecil plastik di kamar pribadi lantai dua,” kata Kasubdit Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Didi Hayamansyah seperti dikutip dari Merdeka 

Penemuan ini menguatkan pemeriksaan urine keduanya sebelumnya. “Tadi sudah diperiksa urine positif narkoba,” tuturnya.

Meski demikian, polisi belum menetapkan Hutomo dan Nina sebagai tersangka atas kepemilikan narkoba. Untuk menetapkan status tersebut, polisi mengatakan masih memerlukan penyidikan lebih lanjut. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!