Segala hal yang perlu kamu tahu tentang beras plastik

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Segala hal yang perlu kamu tahu tentang beras plastik

EPA

Bagaimana awal peredaran beras plastik? Dan apa efeknya terhadap tubuh manusia?

JAKARTA, Indonesia — Awalnya bermula dari sebuah foto yang diunggah ke Instagram pekan ini, tepatnya pada Senin, 18 Mei 2015. Dewi Nurriza Septiani, seorang pedagang nasi uduk di Bekasi, Jawa Barat, mengaku telah ditipu oleh pedagang beras.

Ternyata, beras yang biasa ia beli di toko langganannya merupakan beras plastik. Akibatnya, ia harus rela tak berjualan pada hari itu. 

“Ketika saya memasak untuk membuat bubur dan nasi uduk, kok beda ya? Tidak seperti beras sebelumnya. Padahal saya beli di harga Rp 8.000 (per kilogram) dan di tempat langganan saya,” tulis Dewi dalam penjelasan fotonya.

Kejadian ini membuat resah masyarakat. Bukan hanya khawatir merasa ditipu, tapi juga efek buruk beras plastik terhadap tubuh manusia.

Bagaimana awal peredaran beras plastik?

Meski sempat terdengar desas-desus bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan impor beras, Kementerian Perdagangan mengaku hingga saat ini belum menerbitkan satu pun izin impor untuk beras, terlebih lagi beras plastik.

“Selama masa kepemimpinan saya, belum pernah Kemendag mengeluarkan izin impor beras, apalagi beras plastik,” kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, seperti dikutip CNN Indonesia.

Gobel menginstruksikan kementeriannya untuk mencari tahu asal-usul beras itu.

“Kalau dari luar negeri, maka masuk kategori ilegal,” katanya.

Oleh karena itu, Kemendag telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut. Kemendag juga menugaskan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen untuk melakukan pengecekan ke lapangan. 

Indikasi beras plastik diproduksi di wilayah Pantura

Jika Kemendag fokus mengusut dugaan impor ilegal, maka Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) membentuk tim khusus untuk menyelidiki peredaran beras plastik di Jawa Barat. 

“Ini rugikan rakyat. Kasihan rakyat kecil. Sudah ada tim untuk usut ini,” ungkap Kapolda Jabar Irjen Pol Mochamad Iriawan di Bandung, Kamis, 21 Mei.

Iriawan tak menampik adanya dugaan peredaran beras plastik atau sintetis di wilayah hukumnya, terutama jalur pantai utara (Pantura) sebagai penghasil padi terbesar di Jabar. Bahkan, muncul dugaan beras plastik diproduksi di wilayah tersebut.

“Kita dapat informasi itu di wilayah Pantura. Karena itu memang lumbung padi, sehingga mencetaknya di sana. Ada dugaan indikasi ke arah sana,” kata Iriawan.

Kenali ciri beras plastik

Pedagang nasi uduk yang pertama kali menemukan beras plastik, Dewi Septiani, membeberkan ciri-ciri beras palsu ini agar masyarakat tak terjebak.

Saat Dewi memasak beras tersebut untuk dijual menjadi nasi uduk, ia menemukan keanehan dalam bentuknya. 

“Saat dimasak beras itu malah ngeluarin banyak air. Kalau beras biasa kan meresap air, tapi ini malah ngeluarin air. Saat dimakan juga rasanya aneh, sintetisnya berasa banget kayak kita makan plastik,” katanya, seperti dikutip Merdeka.com.

Menurutnya, jika dilihat sekilas, tampilan beras plastik tak jauh beda dari beras normal. Namun jika diteliti, “Beras yang asli kan dia putih tapi tengah-tengahnya ada putih susunya. Tapi kalau beras ini tuh dia putih bening saja,” ungkap Dewi.

Berdasarkan deskripsi dokter spesialis gizi Dr Verawati Sudarma, beras palsu dapat dikenali melalui bentuk biji dan warna beras.

“Jika beras palsu yang terbuat dari plastik maka tektur beras akan lebih lembut dan licin, berwarna putih seluruhnya. Untuk beras asli, tekstur beras sedikit lebih kasar, warnanya putih dan bening tapi tidak seluruhnya,” ujar Verawati. 

Begitu pula dengan rasa dan aroma beras yang menjadi pembeda. “Beras asli akan memiliki rasa manis karena glukosa karbohidrat dalam beras terurai sempurna. Sedangkan beras palsu rasanya hambar dan tawar tidak memiliki rasa,” katanya.  

Bahan pembuat beras plastik

Menurut penelitian PT Sucofindo, badan usaha milik negara (BUMN) yang laboratoriumnya dipercaya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi untuk memeriksa sampel beras plastik, beras plastik terbuat dari berbagai macam bahan kimia.

Jenis bahan kimia yang berhasil diidentifikasi melalui serangkaian tes adalah benzyil butyl phtalate (BBP), diethyl hexyl phthalate (DEHP), dan dimethyl phthalateshalate (DMP). 

Bahan-bahan tersebut merupakan bahan pembuat polyvinyl chloride dan kemudian dicampur lagi dengan senyawa kimia untuk melenturkan plastik, sehingga bentuknya menyerupai beras.  

Dampak beras plastik bagi kesehatan

Menurut Dr Verawati, jika beras palsu dikonsumsi secara terus meneruh, akan mengganggu kesehatan tubuh. 

Jika dikonsumsi dalam jangka pendek, maka tubuh yang belum mengenal beras plastik akan menolaknya. “Akibatnya bisa menimbulkan reaksi muntah-muntah dan diare,” kata Verawati. 

Namun jika dikonsumsi dalam jangka panjang, akan dapat menimbulkan penyakit berbahaya seperti kanker. “Jika dikonsumsi dalam jumlah banyak dan sering maka akan bersifat karsiogenik dimana akan memicu kanker. Kanker lebih ke pencernaan, seperti kanker paru-paru dan hati,” ucapnya. 

Belum masuk Jakarta

Pertama kali ditemukan di Bekasi, warga Jakarta ikut resah. Namun, menurut hasil penyisiran Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hingga saat ini belum ditemukan beras plastik di pasar-pasar di ibu kota.

“Kita sudah turunin tim di lima wilayah, dari bagian pengawasan dan pengendalian. Ada dua pasar besar dan tiga pasar sekunder yang telah kami sidak. Laporan sementara belum ditemukan adanya beras plastik di DKI Jakarta,” kata Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Joko Kunaryo, seperti dikutip dari Kompas.com.

Tim Joko telah menyelidiki pasar-pasar dengan tingkat peredaran beras tinggi seperti Pasar Cipinang, Kramatjati, dan Rawajati. 

‘Pengawasan terhadap hak konsumen masih rendah’

Sementara itu, anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Divisi Penelitian, Ilyani S. Andang, menilai Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian harus bertanggung jawab atas polemik beras sintesis ini.

“Itu harapan saya dengan kedua kementerian itu, berarti pengawasan dan ketegakkan hukum di Indonesia masih lemah,” kata Ilyani, kepada Republika.

Pemerintah, menurut Ketua YLKI Jawa Timur Said Utomo, harus menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999

Jika pelaku pembuat beras plastik sudah ditemukan, YLKI berharap agar pengedar, jika terbukti, harus dihukum pidana.

“Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen, sanksi itu sudah tegas. Oknum pengusaha bisa diseret ke meja hijau dan dipenjara maksimal 5 tahun,” ucap Said. —Dengan laporan dari Yuli Saputra/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!