Hal yang perlu diketahui saat memilih sekolah anak

Nuniek Tirta

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hal yang perlu diketahui saat memilih sekolah anak

EPA

Ada lima pertimbangan untuk memilih sekolah anak, yaitu kebutuhan anak, kurikulum, bobot pekerjaan rumah, lingkungan pertemanan dan kualitas guru

Sejak Januari, sudah banyak sekolah yang membuka pendaftaran siswa baru. Memilih sekolah untuk anak bisa berdasarkan banyak hal, yang paling sederhana misalnya memilih yang lokasinya dekat dengan rumah. Namun, seringkali pertimbangan orang tua lebih rumit dan membingungkan. 

Bagaimana seharusnya orang tua memilih  pendidikan yang tepat untuk anak-anak mereka?

1. Kenali kebutuhan anak

Apakah si kecil memiliki bakat dan minat khusus terhadap bidang ilmu tertentu? Apakah ia memiliki kebutuhan khusus yang membutuhkan bimbingan ekstra agar tetap fokus? 

Bagaimana dengan kompetisi? Apakah ia menyukainya atau justru malah menghilangkan semangat belajarnya?

“Meskipun kakak-adik, karakter dan kebutuhan kedua anak saya sangat berbeda,” kata Annie, 34 tahun, ibu dari Vina, 8, dan Vino, 6.

“Sebab itu mereka bersekolah di tempat yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Si kakak memiliki rentang konsentrasi pendek, jadi harus terus-menerus dibimbing agar bisa fokus. 

Ia juga sangat tidak suka kompetisi, karena itu kami pilih  sekolah yang memiliki kuota murid sedikit dalam sekelas dan tidak memakai sistem peringkat. Si adik sangat rajin, disiplin, dan berjiwa kompetitif, (sehingga) kami masukkan ke sekolah unggulan yang lebih besar dan memakai sistem peringkat.”

2. Kurikulum dan sistem pembelajaran

Soal kurikulum dan sistem pembelajaran, setiap orang tua memiliki pandangan masing-masing.

“Saya pilih sekolah untuk putri saya ini karena mereka menerapkan sistem pembelajaran berbasis proyek, jadi anak saya belajar melalui penyelesaian masalah dan manajemen proyek, bukan proses belajar biasa,” ujar Andina, 32, ibu dari Azzie yang berusia 6 tahun.

Sedangkan Vivi, 38, ingin memastikan bahwa anaknya Cerish, yang kini menginjak usia 6 tahun, bisa belajar sesuatu lebih dari ilmu pengetahuan dari sekolahnya.

“Saya cari sekolah untuk anak yang mengedepankan pembentukan karakter dan pendidikan agama, karena menurut saya kedua hal itu yang paling penting sebagai pondasi,” ujarnya.

PENDIDIKAN AGAMA. Murid sekolah membaca Al-Quran di hari kedua Ramadhan di Pesantren Raudhatul Hasanah di Medan, 11 Juli 2013. Foto oleh Dedi Sahputra/EPA

3. PR dan materi pelajaran

“Saya menghindari sekolah yang pekerjaan rumah (PR) dan aktivitasnya terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan kapasitas usia anak,” kata Vivi.

“Contohnya, PR komputer disuruh mencari dan menghafalkan icon, bukan bagaimana cara menggunakan programnya. Saya juga memperhatikan apakah ada pelajaran aneh yang menyimpang dari nilai-nilai agama. 

Misalnya kasus pelajaran Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) yang ramai di media sosial beberapa waktu lalu, di mana buku pelajaran SD kelas 2 memuat cerita tentang perselingkuhan dan kriminalitas,” ungkap wanita yang juga berprofesi sebagai dosen ini. 

Menurutnya, materi seperti demikian tidak mendidik dan bisa menjerumuskan pikiran anak.

4. Lingkungan pertemanan

“Saya dan suami sepakat memilih sekolah untuk anak yang peer group-nya baik. Kami tidak ingin pengalaman kami bersekolah di tempat yang peer group-nya tidak baik terulang pada anak-anak kami, karena pengaruhnya bisa sangat buruk. 

Lagipula sering terbukti teman-teman yang sukses kebanyakan punya peer group yang baik sejak kecil,” ujar Annie, sambil mengingat kisah remajanya dulu saat menghadapi fitnah di sekolah.

5. Kualitas guru dan bimbingan konseling

Anak-anak sering memiliki mata pelajaran favorit di sekolah, salah satunya karena dipengaruhi oleh seberapa besar mereka menyukai guru yang mengajar. Oleh karena itu, jika ada kesempatan untuk mengikuti trial class (kelas uji coba) pada sekolah yang diincar, ada baiknya orang tua mengajak anak serta sehingga ia memperoleh gambaran tentang cara gurunya mengajar nanti.

Selain itu, orang tua juga sebaiknya bertanya mengenai adanya Bimbingan Konseling di sekolah — baik yang berfokus pada masalah anak atau menggali potensi anak.

“Zaman saya dulu kalau dipanggil guru BK itu petaka, karena berarti ada masalah. Tapi sekarang di sekolah anak saya, guru BK justru seperti teman curhat bagi para siswanya, karena mengayomi dan dekat dengan semua murid,” kata Annie. 

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, Anda kini bisa  mulai mencari informasi tentang sekolah dari internet, brosur-brosur, hingga meminta rekomendasi dari kerabat dan teman yang sudah lebih dulu menyekolahkan anak mereka. — Rappler.com

Tips di atas berasal dari LiveOlive, sebuah situs yang membekali perempuan Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!