Sri Lanka unjuk rasa terkait pemerkosaan dan pembunuhan pelajar perempuan

Ponniah Manikavasagam

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sri Lanka unjuk rasa terkait pemerkosaan dan pembunuhan pelajar perempuan
Impunitas makin meningkat sejak pemerintahan sebelumnya dan ini membuka jalan berkembangnya kejahatan dalam masyarakat.

Pemerkosaan beramai-ramai dan pembunuhan secara brutal terhadap seorang pelajar perempuan di utara Sri Lanka memicu aksi protes besar-besaran.  

Meski sudah menangkap sembilan tersangka pembunuhan, polisi tetap disalahkan karena gagal menyelamatkan korban. 

Ratusan orang yang sebagian besar perempuan, turun ke jalanan ibukota Kolombo, Sri Lanka, meneriakkan “Kami ingin keadilan untuk Vidya.” 

Vidya Sivayoganathan yang berusia 18 tahun diculik saat berangkat ke sekolah. Keesokan harinya jenazahnya ditemukan. Polisi menyatakan dia diperkosa beramai-ramai lalu dibunuh.  

Kematian yang mengerikan ini mengejutkan seluruh negeri dan memicu aksi protes dan demonstrasi.  

Pada 20 Mei lalu, aksi unjuk rasa di Jaffna tiba-tiba berubah menjadi aksi kekerasan. Batu-batu dilempar ke arah gedung pengadilan dan kendaraan yang ada di sekitarnya.  

Beberapa polisi terluka. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Kini di Jaffna, ada larangan berunjuk rasa.  

Nichala Emmanuel, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) dari Gereja Katolik setempat menjelaskan mengapa masyarakat begitu marah. 

“Kalau polisi segera bertindak setelah menerima pengaduan, Vidya bisa diselamatkan. Polisi baru datang ke tempat kejadian tiga jam setelah anggota keluarga menemukan mayatnya. Seorang tersangka kunci melarikan diri dan kemudian ditangkap di Kolombo. Polisi terlambat membawa tersangka ke pengadilan dan ini membuat massa yang menunggu di luar pengadilan marah dan timbullah kericuhan,” kata Nichala.

Warga di Sri Lanka utara merasa penjahat makin merajalela. Ada banyak kasus pemerkosaan dan pembunuhan. 

Impunitas makin meningkat sejak pemerintahan sebelumnya dan ini membuka jalan berkembangnya kejahatan dalam masyarakat. 

Masyarakat setempat merasa kalau polisi dari awal tidak serius menangani beberapa kejahatan. 

“Masyarakat merasa polisi kurang melindungi mereka. Dalam kasus di masa lalu, penjahat ditangkap tapi kemudian dibebaskan dengan jaminan atau tidak dihukum sama sekali oleh pengadilan. Masyarakat khawatir hal yang sama akan terulang dalam kasus ini. Para pelaku harus dihukum di depan umum sehingga orang lain tidak berani melakukan kejahatan yang sama,” kata Nalliah Somaskandarajah, seorang pensiunan pegawai negeri. 

Para pelajar di negara itu juga ikut berunjuk rasa menuntut keadilan dan perlindungan yang lebih besar bagi pelajar perempuan dan perempuan dewasa. 

Di masa lalu, demonstrasi cenderung bermotif politik dan kadang-kadang melibatkan pemberontak Macan Tamil yang menguasai daerah itu. 

Tapi kini, masyarakat bukan tokoh politik, yang menuntut keadilan. 

“Dengan pergantian pemerintahan, sekarang ada ruang bagi masyarakat sipil di Utara. Tidak ada yang akan diculik karena Anda protes atau sejenisnya. Tapi alasan mengapa kita berunjuk rasa adalah karena masih ada budaya impunitas dalam masyarakat kita. Dan itu masih sangat militeristik. Masyarakat sama sekali tidak percaya pada otoritas,” kata Shreen Zaroor, seorang pendiri jaringan aksi perempuan.  

Pemerintah mengatakan tiga tim polisi telah dikerahkan untuk menangani penyelidikan pemerkosaan dan pembunuhan Vidya ini.Presiden Maithiripala Sirisena bahkan berkunjung ke Jaffna dan meminta masyarakat tenang. 

“Saya berharap Presiden akan bertindak sehingga tercipta situasi dan lingkungan di mana anak-anak dan perempuan terlindungi,” kata aktivis HAM Nichala. —Rappler.com

Berita ini berasal dari Asia Calling, program radio mingguan dari KBR.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!