Efisiensi distribusi, kunci redam inflasi pangan

Haryo Wisanggeni, Stefanie Budi Suryo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Efisiensi distribusi, kunci redam inflasi pangan

AFP

Inflasi mencapai titik tertingginya dalam lima bulan terakhir pada Mei, dipicu harga pangan yang merangkak naik. Menghadapi hal ini, distribusi adalah kunci.

JAKARTA, Indonesia — Dalam rilis resminya, Senin, 1 Juni, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada Mei 2015 terjadi inflasi sebesar 0,5 % dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 119, 5 atau naik sebesar 7,15% secara year-on-year. Ini adalah titik tertinggi dalam lima bulan terakhir.

Laju inflasi Mei didorong oleh kenaikan harga yang diindikasikan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, termasuk komoditas pangan.

(BACA: Indonesian inflation accelerates on higher food prices)

Distribusi adalah kunci

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menganalisis bahwa tren peningkatan inflasi yang terjadi belakangan dipicu oleh belum efektifnya jalur distribusi, terutama untuk bahan makanan pokok.

Pemerintah, menurut Fithra, harus fokus memperbaiki faktor ini. Apalagi menjelang datangnya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri nanti meningkatnya permintaan bahan pokok akan semakin menekan laju inflasi. Jika tidak, selama Ramadhan hingga Idul Fitri, Fithra memperkirakan angka inflasi bisa menyentuh 1,5% sampai 2%.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman sepakat dengan premis di atas. “Kuncinya tata niaga dalam urusan distribusi lancar,” kata  Amran, Senin, mengomentari fenomena volatilitas harga pangan yang kerap terjadi jelang Ramadhan dan Idul Fitri.

Wajar harga beras naik

Untuk kenaikan harga beras, pihak Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan bahwa hal ini wajar terjadi dipicu oleh naiknya harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG).

Data BPS mencatat bahwa harga GKP di tingkat petani naik sebesar 7,83% selama Mei. Sementara harga GKG naik 0,89% di tingkat petani dan 1,13% di tingkat penggilingan.

Kenaikan harga, menurut Kementan, terjadi karena produksi Mei mengalami penurunan pasca periode panen raya pada Maret dan April.

Kementan mengatakan masih terdapat surplus pasokan beras untuk menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri sebesar 8,96 juta ton beras. Hal ini karena panen raya pada Maret dan April lalu berhasil memproduksi 22,8 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 14,3 juta ton beras. Padahal kebutuhan beras nasional bulanan hanya sebesar 5,34 juta ton.

Harga beras tak akan tembus Rp 10.000/kg

Kementan juga berkomitmen untuk menjaga agar harganya tidak menembus Rp 10.000/kg selama Ramadhan sampai datangnya Idul Fitri.

“Kami pantau harga beras dikisaran Rp 7.500/kg sampai Rp 9.000/kg. Kalau di atas harga itu maka kami akan koordinasi dengan Bulog agar siapkan operasi pasar,” kata Amran. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!