Kompetisi Tim Transisi dan misteri operator turnamen

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kompetisi Tim Transisi dan misteri operator turnamen
Publik sepak bola Indonesia terus menunggu kompetisi yang akan digelar Tim Transisi. Sudah ada tiga format tapi operator kompetisi masih gelap.

 

 

Banyak dikritik dan disebut bergerak lambat, Tim Transisi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mulai memaparkan program turnamen terdekat mereka. Turnamen itu digelar dengan konsep pre-season sebelum kompetisi liga profesional yang sebenarnya diputar oleh pemerintah.

Hasil rapat terakhir Tim Transisi pada Selasa, 9 Juni 2015, malam menghasilkan nama sekaligus klasifikasi klub peserta. Hanya, untuk jadwal dan operator belum diungkapkan secara gamblang oleh tim pimpinan Bibit Samad Rianto tersebut.

Anggota kelompok kerja (pokja) komunikasi Tim Transisi Cheppy Wartono mengatakan akan ada tiga kompetisi: 

1. Piala Presiden

Kompetisi ini hanya diikuti oleh klub-klub Indonesia Super League (ISL), atau divisi teratas sepak bola Indonesia. Jumlah klub yang ikut mencapai 12 klub. 10 klub sudah menyanggupi untuk menjadi peserta.  

2. Piala Kemerdekaan

Kompetisi ini hanya diikuti oleh klub dari kompetisi kelas dua, Divisi Utama. Tim Transisi hanya membuka kompetisi untuk 20 klub dari total 52 klub Divisi Utama.  

3. Piala Panglima TNI

Kompetisi ini diikuti klub dari ISL dan Divisi Utama. Komposisinya, empat klub dari ISL dan empat klub dari Divisi Utama.  

Namun, kata Cheppy, kepastian jadwal secara rinci baru diketahui setelah Kamis, 11 Juni. Sebab, akan ada pembahasan proposal dari masing-masing operator yang telah mengajukan diri untuk memutar turnamen tersebut.

“Ada beberapa opsi tanggal. Ada yang menginginkan 26 Juni 2015 mulai, ada yang 2 Juli 2015. Tapi itu masih sebatas usulan. Keputusan final adalah pada proposal yang dirapatkan 11 Juni 2015 nanti. Di situ akan ketahuan turnamen mana yang akan digelar terlebih dulu,” kata Cheppy.

Cheppy mengakui, yang paling siap digelar adalah Piala Presiden. Sebab, sudah ada pernyataan kesiapan dari promotor. Apalagi, sudah ada 10 klub yang bersedia bergabung. Dua lagi masih sedang didekati. “Yang dua masih dalam tahap konfirmasi. Saya yakin mereka segera menyatakan kesanggupannya. Kami berharap sebelum Ramadhan sudah bisa digelar,” kata Cheppy.

Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menyebutkan bahwa kompetisi kemungkinan digelar pada 2 Agustus 2015. Tapi, Tim Transisi mengatakan bahwa kompetisi bisa datang lebih cepat. 

Kata Cheppy, kompetisi harus dipercepat untuk segera memenuhi harapan pemain, pelatih, dan klub. Selain itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga berpesan agar kompetisi segera diputar. 

Turnamen Piala Kemerdekaan sebetulnya juga siap diputar pada 2 Juli 2015. Tapi, klub-klub Divisi Utama meminta agar turnamennya dimundurkan. Tujuannya, memberi waktu bagi klub-klub peserta untuk mempersiapkan diri.

Khusus turnamen Divisi Utama, jumlah peserta yang diregistrasi nantinya hanya 20 klub dari total 52 klub peserta Divisi Utama. Mereka akan diseleksi dengan menjalankan verifikasi sesuai dengan Licensing Club Regulation Kasta kedua yang dikeluarkan federasi sepak bola Asia (AFC).

Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) menurut Tim Transisi telah mengantongi data-data klub Divisi Utama. Data tersebut menunjukkan tingkat kelayakan klub untuk mengikuti turnamen. Dengan verifikasi yang ketat sesuai prosedur resmi sepak bola internasional, dia yakin tak banyak klub Divisi Utama yang akan lolos verifikasi.

Tapi, Cheppy menegaskan bahwa perubahan masih bisa terjadi. Batasnya adalah 11 Juni 2015 mendatang. “Kepastian format dan skema turnamen baru fix tanggal 11 Juni,” kata Cheppy.

Menunggu keberanian klub

Klaim Tim Transisi bahwa sejumlah klub sudah menyanggupi ikut turnamen sejatinya masih bisa dipertanyakan. Sebab, beberapa klub mengaku belum ada komunikasi dengan tim. Klub-klub yang saya kontak belum berani menyatakan kesanggupannya. Mereka rupanya masih wait-and-see

Sikap klub-klub itu sebenarnya bisa dipahami. Mereka tak ingin gegabah untuk tampil di turnamen bentukan pemerintah karena khawatir. Sebab, jika ternyata PSSI bangkit lagi, mereka bakal diganjar sanksi berat. 

Pengalaman sudah membuktikannya. Korbannya adalah Persebaya “asli” alias Persebaya 1927, Persibo Bojonegoro, dan Persema Malang. Mereka dicoret keanggotaannya oleh PSSI gara-gara ikut kompetisi Indonesia Premier League (IPL) sebagai buntut dualisme kepengurusan. PSSI menganggap IPL adalah kompetisi sempalan sedangkan yang resmi adalah ISL.

Saat kepemimpinan PSSI berganti pada 2011 dari Nurdin Halid ke Djohar Arifin, klub-klub IPL ternyata balik diakui oleh PSSI. Sebaliknya, klub ISL dianggap tak resmi.

Tapi, roda nasib berputar. Djohar ternyata mampu dipengaruhi sampai akhirnya hanya mengakui satu kompetisi dengan nama ISL. Imbasnya, klub-klub IPL banyak yang tak diakui oleh PSSI. Kondisi inilah yang dikhawatirkan oleh klub-klub. 

Jadi, jika kompetisi itu jadi digelar, itu berarti Tim Transisi telah berhasil meyakinkan klub-klub. Upaya meyakinkan mereka seharusnya lebih gampang. Sebab, status PSSI saat ini tak sekuat dahulu karena sudah disanksi oleh FIFA.

Klub-klub seharusnya tak perlu gelisah. Mereka harus tetap realistis. Kalau berpikir logis, PSSI saat ini sudah tidak memiliki legitimasi. Sebab, organisasi pimpinan La Nyalla Mattalitti itu sudah disanksi FIFA. Lagi pula, saat PSSI tak bisa lagi menjalankan kewajiban memutar kompetisi dan mengayomi klub, tak salah bila klub “pindah ke lain hati”. Yang penting, ada jaminan pertandingan bakal berjalan.

Selain itu, klub juga harus berpikir pragmatis — dalam arti yang positif. Mereka harus berkompetisi, bertanding, mengikuti turnamen agar roda ekonomi di tubuh klub berjalan. Mereka juga harus mulai kembali ke “khittah” tujuan pendirian: mengejar kemenangan dalam setiap pertandingan dan menghibur para penggemarnya.

Jika filsuf Perancis Rene Descarates mengungkapkan “saya berpikir maka saya ada”, saya boleh menyarankan dan meminta klub untuk mengimani “saya berkompetisi maka saya ada”.

Operator kompetisi masih gelap

Tim Transisi mengklaim sudah ada tiga operator yang siap menjalankan tiga turnamen mereka. Anggota pokja komunikasi Tim Transisi Zuhairi Misrawi dengan gamblang menyebutkan siapa saja mereka. 

Mereka adalah:

1. PT Mahaka Sport and Entertainment (bagian dari jaringan bisnis konglomerat Indonesia yang juga pemilik klub Italia Inter Milan Erick Thohir).

2. Footballicious (dikenal dengan bisnis mendatangkan klub-klub Eropa ke Indonesia).

3. PT DBL Indonesia (bagian dari jaringan bisnis anak Dahlan Iskan, Azrul Ananda, yang dikenal sukses setelah menggelar kompetisi basket Indonesia, NBL Indonesia). 

Namun, saat dikonfirmasi, ketiganya tak memberi jawaban pasti. Mahaka Sports mengaku bukan menjadi promotor Piala Presiden. Mereka justru ingin menggelar turnamen tapi namanya belum disepakati. “Kami ingin bikin turnamen untuk  mengisi kekosongan kompetisi. Itu bukan inisiatif Tim Transisi. Tapi inisiatif kami,” kata CEO Mahaka Hasani Abdulgani.

Dengan pernyataan tersebut, klaim Tim Transisi bahwa mereka didatangi oleh promotor karena ide tim soal Piala Presiden pun terbantahkan. Ibaratnya, Tim Transisi seperti calo penumpang bus dan Mahaka adalah pemilik bus. Saat ada bus datang, penumpang dimasukkan semuanya dan mengklaim itu adalah bus sang calo.

Begitu juga PT DBL Indonesia. Manajer Media PT DBL Indonesia Roky Maghbal saat dihubungi justru kaget. “Kami justru baru tahu dari media. Tapi, bagaimanapun, terima kasih kalau memang dipercaya. Cuma, kami saat ini masih fokus di basket dan kegiatan lain di luar olahraga,” kata mantan wartawan olahraga tersebut. 

Untuk Footballicious, pengalaman mereka mendatangkan Liverpool ke Indonesia dianggap sebagai modal dalam pengelolaan pertandingan. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian mereka akan menjadi promotor di turnamen yang mana. 

Lagi pula, mendatangkan klub dan menggelar pertandingan dalam rangkaian kompetisi yang panjang adalah dua makhluk yang berbeda. Kompetisi memiliki perangkat pertandingan yang kompleks mulai dari wasit, panitia penyelenggara, hingga petugas keamanan. Jauh lebih sulit daripada cuma menggelar satu laga eksibisi yang kesuksesannya cuma diukur dari jumlah karcis yang habis. –Rappler.com

Mahmud Alexander adalah wartawan olahraga yang tinggal di sepak bola. Dia berfokus pada sepak bola lokal dan cabang olahraga yang menjadi unggulan Indonesia. 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!