Seorang ibu di Aceh ingin adopsi migran Bangladesh

Rio Tuasikal

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Seorang ibu di Aceh ingin adopsi migran Bangladesh
Pengungsi asal Bangladesh sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh ibu dan anak Aceh ini. Kisah haru mereka diharapkan berakhir bahagia.

Warga Aceh menyambut baik dan bahkan merawat sekitar dua ribu migran asal Myanmar dan Bangladesh putus asa, yang terdampar di pantai Aceh Utara bulan lalu.

Masyarakat bersimpati terhadap para pengungsi khususnya Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar karena teraniaya. Sementara sebagian besar orang Bangladesh yang terdampar ini berusaha untuk keluar dari kemiskinan.

Warga setempat menyumbangkan pakaian bekas dan makanan, dan persahabatan pun tercipta di antara mereka.

Menjadi keluarga

Suwarni, seorang janda yang berusia 52 tahun, tinggal di belakang rumah sakit di Langsa Aceh. Ketika dia mendengar ada ratusan manusia perahu yang terluka dibawa ke rumah sakit ini, dia pun bergegas datang untuk membantu. 

Di sebuah ruangan, dia menemukan enam pria luka-luka. Yang paling parah kondisinya bernama Muhammad Lalon, yang berusia 20 tahun. 

“Ibu, waktu pas orang ini masuk kan, ibu tengok nggak pakai pakaian, nggak pakai baju. Iba ibu tengoknya. Sesudah itu ibu ambillah pakaian-pakaian almarhum bapak di rumah. Ibu kasih ia sama orang ini,” kata Suwarni.

Suami Suwarni meninggal 10 tahun lalu. 

Muhammad Lalon berasal dari sebuah desa miskin di Bangladesh dan ibunya meninggal saat usianya tujuh tahun. Karena ingin mencari pekerjaan di Malaysia, dia membayar penyelundup manusia agar bisa sampai ke Malaysia lewat laut.   

(BACA: Pengungsi Bangladesh: No job in my country)

Tapi kapalnya rusak. Kapten kapal meninggalkan dia dan ratusan orang lainnya terapung-apung di lautan selama lebih dari dua bulan. Dan tidak ada negara yang mau menerima mereka.  

Kondisi makin buruk saat perkelahian terjadi di dalam kapal. Lalon bercerita kalau kakinya patah akibat perbuatan pengungsi lain.

Suwarni kemudian mencuci celana Lalon yang berlumuran darah dan mengunjunginya setiap hari ditemani putrinya, Dede, yang berusia 12 tahun. 

“Pagi-malam sampai jam 11 ibu nungguin. Nggak boleh masuk di dalam rumah sakit itu. Ibu di luar aja dari jendela itu kan. Nanti dia bilang, ‘Mum, kopi, teh’, kata dia. Nanti mama beli roti. Mama tanya sama dia, ‘Sudah makan?’ ‘Sedikit,’ kata dia, nggak kenyang. Mama masak untuk orang-orang ini berenam, ikan sambal,” ujar Suwarni.

Suwarni kadang berbohong pada penjaga rumah sakit agar bisa bertemu Lalon. 

“Kami bilang gini,  permisi ya Pak, biar saya masuk ya. Karena di dalam ada kios saya. Padahal nggak ada. Ibu mau datangi orang ini di rumah sakit. Makanya ibu kenal sama orang-orang sakit ini, katanya mama Indonesia,” kata Suwarni.   

Tapi hari ini, saat mereka tiba di rumah sakit, Lalon sudah pergi. (BACA: Pemerintah Indonesia akan pulangkan pengungsi Bangladesh)

“Seperti keluarga. Macam tadi kan Dede pulang sekolah, nangis dia kan meraung-raung, abangnya dah pulang,” ujar Suwarni.  

Migran asal Bangladesh ilegal

Suwarni dan anaknya, Dede, menganggap pengungsi Bangladesh, Muhammad Lalon, sebagai anggota keluarga sendiri. Foto oleh Rio Tuasikal/Asia Calling

Kami pun bersama-sama mencari dia.Kami mencari di tempat penampungan bagi pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang didirikan pemerintah dekat pelabuhan Langsa. 

Di dalam tenda medis, kami menemukan Lalon tengah terbaring di atas tandu dengan kaki terbungkus perban tebal. Dede pun berlari menghampirinya.  

“Bang Lalon, Bang Lalon. Kalau abang pergi ke Bangladesh, Dede nangis,” ujarnya lirih. 

Lalon tidak mengerti apa yang dikatakan Dede, tapi dia terharu melihat air mata Dede.  

Saya menerjemah kata-kata Dede ke dalam bahasa Inggris dan pengungsi Bangladesh lain bernama Muhammad Koyes, menerjemahkan apa yang terjadi kepada Lalon dalam bahasa Bangladesh. 

Mereka pun berfoto bersama dan tertawa. Tapi Dede mulai menangis lagi saat tahu Lalon akan pergi. (BACA: Warga Aceh ingin adopsi anak imigran Rohingya)

Lalon dikategorikan sebagai migran ilegal karena alasan ekonomi, bukan pengungsi seperti orang Rohingya. Karena itu dia dan orang Bangladesh lainnya akak dipulangkan ke negaranya.  

“Dede sayang Bang Lalon dan teman. Kayak abang Dede sendiri gitu. Dede hanya tinggal berdua sama mama, nggak ada siapa-siapa. Dede setiap pulang sekolah mampir, kasih makan dan minum. Pas pulang sekolah dia bilang Bang Lalon sudah nggak ada lagi, dia dah pergi. Dede kaget langsung nangis sampai rumah. Dede berdoa semoga bang Lalon cepat sembuh dan pulang ke Indonesia selama-lamanya,” ujar Dede. 

Dengan mata berkaca-kaca Lalon mengatakan dia baru saja menemukan keluarga baru. (BACA: Pengungsi Bangladesh di Aceh rela dipulangkan)

“Ibu saya sudah meninggal. Tapi saat saya dirawat di rumah sakit di sini saya menemukan ibu baru yang merawat saya.  Indonesia sangat baik dan masyarakatnya juga baik. Saya juga sangat membutuhkan ibu,” ucap Lalon.

Suwarni tahu waktu bersama makin sempit. Dia bertanya pada Lalon apakah dia mau menjadi anggota keluarganya dan diadopsi. 

Dan Lalon pun mau. Temannya Koyes menawarkan jalan keluar. 

“Lalon pulang dulu ke Bangladesh. Setelah satu dua tahun kondisi membaik, dia bisa mendaftar masuk kembali ke Indonesia. Dia bisa mengurus semua dokumen dan pindah kemari,” ujar Koyes. 

Suwarni dan Dede pun pamit. Mereka akan kembali lagi kemari sampai tiba waktunya bagi Lalon untuk dideportasi.—Rappler.com

Berita ini berasal dari Asia Calling, program radio mingguan dari KBR.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!