UNHCR mengecam tindakan Australia terkait kapal imigran

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

UNHCR mengecam tindakan Australia terkait kapal imigran

EPA

Para penyelundup melakukan kejahatan-kejahatan yang mengerikan terhadap para pengungsi ini di atas kapal, seperti melakukan kekerasan fisik dan seksual.

JAKARTA, Indonesia — Komisi Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia mengecam kebijakan Australia yang menolak para pengungsi yang hendak mendarat di negeri Kangguru tersebut dengan membayar Anak Buah Kapal (ABK). 

“Sebagai sebuah negara yang telah menandatangani konvensi pengungsi internasional tahun 1951, kami berharap Australia memberikan contoh dengan mengizinkan kapal-kapal pengungsi untuk menurunkan penumpangnya,” kata perwakilan UNHCR Indonesia, Thomas Vargas, di Goethe Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 19 Juni.  

Seharusnya, ujar Thomas, Australia menerapkan prinsip non-refoulement, yang artinya tidak akan mendorong kapal migran atau melakukan hal-hal ilegal. Hal tersebut penting untuk melindungi para pencari suaka yang hidupnya terancam bahaya selama di atas kapal.

Mengapa? ”Para penyelundup melakukan kejahatan-kejahatan yang mengerikan terhadap para pengungsi ini di atas kapal, seperti melakukan kekerasan fisik dan seksual, dan juga membiarkan mereka kelaparan,” katanya. 

Oleh karena itu, Thomas mendesak Australia dan juga negara-negara lain agar membiarkan kapal-kapal yang mengangkut pencari suaka untuk mendarat dan menurunkan penumpangnya.

“Setelah itu, kami bisa bekerjasama dengan pemerintah untuk mencari solusi,” ujar Thomas. “Di sinilah pentingnya semangat berbagi tanggung jawab, yaitu tidak bertindak sendiri tetapi bersama-sama mencari solusi kedaerahan di mana semua ikut menyumbang sesuatu.”

Kasus dugaan suap ini mencuat ketika dua kapal kecil yang mengangkut 65 orang imigran gelap asal tiga negara, Myanmar, Bangladesh dan Sri Lanka yang dikemudikan ABK Andika terdampar di Pulau Landul, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 29 Mei lalu. 

Angkatan Laut Australia diduga membayar ABK Andika sebesar US$ 31.000, makanan, dua buah perahu, pelampung, dan bahan bakar minyak (BBM) seadanya untuk mengangkut imigran tersebut kembali ke wilayah NTT. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!