KPU didorong mencabut surat edaran terkait petahana

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KPU didorong mencabut surat edaran terkait petahana

EPA

Surat tersebut dianggap akan menciptakan politik dinasti.

JAKARTA, Indonesia — Sejumlah organisasi masyarakat mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut surat edaran KPU yang mengatur tentang definisi petahana, atau incumbent, dalam kaitannya dengan pemilihan umum kepala daerah (pilkada).

Di dalam Surat Edaran (SE) KPU No. 302/KPU/VI/2015, disebutkan beberapa poin yang dapat mengecualikan seorang kepala daerah dari petahana.

“Terbitnya surat edaran tersebut berpeluang besar memandulkan praktik dinasti politik dalam penyelenggaraan pilkada,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pilkada Langsung.

Hal ini dikarenakan UU Pilkada mengatur bahwa seorang kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana untuk mencegah dinasti politik dan nepotisme. 

Di dalam surat tersebut, seorang gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota tidak termasuk dalam pengertian petahana jika masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran. 

“Kalau melihat tahapan pilkada yang dibuat KPU, maka pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan dilaksanakan pada 26-28 Juli 2015. Artinya kepala daerah yang akhir masa jabatannya sebelum 26 Juli 2015, maka tidak dapat dijangkau dengan persyaratan tidak punya konflik kepentingan dengan petahana,” ujar Donal.

(BACA: KPU siapkan sistem data pemilih menyongsong pilkada serentak)

Menurutnya, ada 22 daerah yang dipastikan lepas dari persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Selain itu, seorang kepala daerah jika mengundurkan diri sebelum masa pendaftaran (26 Juli 2015), tidak termasuk ke dalam definisi petahana. 

“Poin ini tentu sangat berbahaya. Jika berandai-andai secara sederhana, kepala daerah yang akan menyelenggarakan pilkada pada Desember 2015 dapat saja mengundurkan diri sebelum 26 Juli 2015, guna menghindari persyaratan bagi keluarganya untuk tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana,” ujar Donal.

Menurutnya, dengan ketentuan ini sudah ada empat kepala daerah yang mengajukan pengunduran diri.

“Mereka antara lain, Walikota Pekalongan, Bupati Ogan Ilir, Bupati Kutai Timur, dan Wakil Walikota Sibolga. Meskipun di dalam ketentuan tersebut disyaratkan pengunduran diri harus disetujui oleh instansi yang berwenang, tetapi semangat pengaturan menghindari dinasti politik di daerah sudah nyaris mentah,” ucap Donal.

(BACA: Mengapa pilkada serentak harus diundur)

Oleh karena itu, KPU dianjurkan untuk mencabut SE tersebut sambil menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian konstitusionalitas Pasal 7 r, UU No.8/2015, yang mengatur bahwa salah satu persyaratan bagi bakal calon kepala daerah tidak boleh memiliki kepentingan dengan petahana.

“Kita lebih mendorong agar KPU tidak buru-buru menafsirkan definisi petahana. Jadi bagaimana definisi petahana itu diperjelas di UU. Kan bisa jadi MK memberikan definisi lebih lanjut. Kita mengakui juga bahwa ketentuan di pasal 7 itu masih mengambang,” ujar peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, yang juga anggota dari koalisi tersebut. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!