Dana aspirasi DPR, mungkinkah dibatalkan?

Miryam Joseph Santolakis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dana aspirasi DPR, mungkinkah dibatalkan?
Akankah Jokowi, seperti SBY, tolak dana aspirasi?

 

JAKARTA, Indonesia —Meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah mengesahkan usulan dana aspirasi masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota per tahun, penentang dana tersebut terus mencari jalan agar keputusan tersebut tak terealisasikan.

Anggota DPR RI asal Fraksi Partai Hanura, Miryam S. Haryani, mengatakan pihaknya akan mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hanura, beserta PDI-Perjuangan dan Partai Nasdem menolak pengesahan dana aspirasi tersebut. (BACA: DPR sahkan dana aspirasi di tengah kontroversi)

Sementara, tujuh partai lain di DPR menyetujuinya. Mereka adalah Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Menurut Miryam, dari sisi aturan, pelaksanaan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), atau lebih dikenal dengan dana aspirasi, cacat hukum karena berbenturan dengan hukum lainnya, khususnya terkait Undang-Undang Keuangan Negara.

Selain itu, dana aspirasi dinilai akan memperlebar ketimpangan pembangunan infrastruktur antar pulau di Indonesia.

“Kalau ini dijalankan, lebih fokus pada percepatan, akan Jawasentris. Kasihan yang di Papua, Maluku, dan Sulawesi,” kata Miryam. 

Bersama Hanura, Indonesian Human Rights Commission on Social Justice (IHCS) juga berniat mengajukan uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke MK, sebagai landasan hukum yang dijadikan acuan oleh DPR RI mendukung dana aspirasi. 

“Kami akan menggugat UU MD3 ke MK,” tegas Ketua Eksekutif IHCS Ridwan Darmawan. 

Menurut Ridwan, para penggagas dan pendukung dana aspirasi menggunakan sejumlah pasal di UU MD3 sebagai dasar mereka melangkah mengusungnya, yakni pasal 78 dan pasal 80 huruf (J).

Pasal 78 berbunyi bahwa para anggota dewan akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sementara Pasal 80 huruf (J) UU MD3 berbunyi, anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.

Bagi IHCA, pasal-pasal itulah yang menjadi pangkal polemik akhir-akhir ini.

“Uji materi UU MD3 ini untuk melihat apakah UU ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak, apakah ketentuan ayat tersebut bertentangan dengan kodrat sesuai tugas pokok dan fungsi DPR atau tidak,” katanya. 

Jokowi tak setuju, tapi hormati DPR

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Johny G. Platte mengatakan bahwa partainya akan melobi pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk membatalkan UP2DP.

“Kami sudah secara resmi menyampaikan, untuk memberikan catatan atas keputusan ini, kami minta kepada Presiden untuk tidak mengakomodasi program ini di dalam APBN 2016,” ujar Johny.  

Sebagai partai utama di pemerintahan, PDI-P juga mendorong Jokowi agar tidak menyetujui dana aspirasi tersebut. (BACA: Serba-serbi dana aspirasi DPR RI: Pemerataan atau akal-akalan?)

Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa meskipun sudah disetujui di rapat paripurna, banyak rakyat di daerah yang tidak menyetujui adanya dana aspirasi.

“Itulah yang membuat kami akan meminta pemerintah, Presiden Jokowi untuk tidak menyetujui dana aspirasi sebagai suatu keinginan rakyat yang harus disampaikan ke pemerintah,” kata Budiman seperti dikutip CNN Indonesia

Hingga kini belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Jokowi terkait dana aspirasi. Namun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan secara pribadi sebenarnya Jokowi menolak dana aspirasi, namun tetap menghormati hak anggota DPR.

“Beliau secara pribadi, kalau beliau jadi anggota DPR beliau pasti beliau termasuk yang menolak dana asprasi itu. Tapi karena beliau memahami DPR juga mempunyai hak budget, kalau DPR memutuskan demikian beliau menghormati,” kata Yuddy.

Pernah ditolak SBY

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun ikut bersuara perihal polemik ini. Pada tahun 2010, saat ia menjabat sebagai presiden, SBY menolaknya.

Usulan dana aspirasi pertama muncul dari Fraksi Partai Golkar dengan nilai maksimal Rp 15 miliar, lebih rendah Rp 5 miliar dibanding yang sudah disahkan tahun ini.

Namun rakyat mengira ide itu datang dari SBY. “Pagi-pagi tadi saya ‘dimarahi’ soal dana aspirasi. Dikiranya itu ide saya, ide presiden,” ujar SBY pada 10 Juni 2010.

Mendapat masukkan dari stafnya, akhirnya SBY menolak dana aspirasi tersebut. Menurutnya, tugas DPR adalah menjadi pengawas pemerintah, bukan pembuat program.

Pada Selasa, 23 Juni, malam, SBY kembali bercuit di akun Twitter pribadinya. Ia mengatakan bahwa sikap partainya sama dengan sikapnya 5 tahun lalu, meski secara resmi Partai Demokrat menjadi salah satu partai yang ikut menyetujui disahkannya dana aspirasi.

Politikus Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang pernah memperjuangkan dana aspirasi sebagai wakil ketua DPR menyatakan ada perbedaan antara pengusulan dana aspirasi dulu dan sekarang.

“Di masa kepemimpinan kami dulu, memang pernah ada usulan dana aspirasi. Namun karena derasnya kritikan publik, maka kami pimpinan DPR dan fraksi memutuskan tidak meneruskan dana aspirasi itu,” kata Priyo pada 11 Juni 2015, seperti dikutip oleh Detik.com.

Namun kini, menurut Priyo, sudah ada landasan hukum yang melindungi dana aspirasi.

“Sekarang dana aspirasi itu sudah punya payung hukum di UU MD3. Jadi payung hukum itu dasar yang bisa digunakan DPR kalau mau menggunakan dana aspirasi,” kata Priyo.

Membuat netizen berang

Pengesahan dana aspirasi juga membuat netizen berang. Mereka ramai-ramai mengkritik DPR di media sosial.  

Apa tanggapan kubu pro dana aspirasi? 

Meski dikritik banyak pihak, Wakil Ketua Tim UP2DP, Muhammad Misbakhun, mengaku tak khawatir.

“Kami (7 fraksi) juga bisa melobi Presiden Jokowi. Memang mereka saja,” kata Misbakhun, Rabu, merujuk pada PDI-P, Nasdem, dan Hanura. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!