Indonesia tidak darurat guru, hanya distribusi tak merata

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia tidak darurat guru, hanya distribusi tak merata

AFP

Menurut konsultan pendidikan ini, Indonesia tidak kekurangan tenaga pengajar karena saat ini ada sekitar 3 juta guru yang bersertifikat.

JAKARTA, Indonesia — Indonesia tidak kekurangan guru, namun hanya distribusi pemerataan guru di nusantara yang bermasalah.

Hal ini diungkapkan oleh konsultan pendidikan di Program Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP), Totok Amin Soefijanto. Menurutnya, sebenarnya Indonesia tidak kekurangan tenaga pengajar karena saat ini ada sekitar 3 juta guru yang bersertifikat. 

“Guru secara nasional itu sebenarnya nggak kurang, tapi distribusinya yang masalah,” kata Totok.

(BACA: Anies Baswedan dan perjalanan mereformasi sekolah Indonesia)

Oleh karena itu, pemerintah sudah membuat beberapa kebijakan untuk meratakan persebaran guru di Indonesia, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 62 tahun 2013 dan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Melalui kebijakan-kebijakan ini, pemerintah pusat bisa mengintervensi persebaran guru di daerah dengan tunjangan profesi. 

“Selain itu, dimungkinkan lagi dengan skema Guru Garis Depan, yang menurut saya adalah pintu keluar untuk mendistribusikan guru,” ujar Totok. 

Ini merupakan program pengiriman guru ke daerah terpencil yang masih kekurangan tenaga pendidik. 

Para guru yang dikirim adalah mereka yang telah mengikuti tes Calon Pegawai Negara Sipil (CPNS) pada Desember lalu dan kini berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka harus mengikuti pelatihan. Program ini akan terus berjalan sampai kebutuhan guru di daerah-daerah terpencil tercukupi.

Bulan lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah melepas program Guru Garis Depan di empat provinsi, yakni Papua, Papua Barat, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat. Ada 800 guru SD yang dikirim ke 38 kabupaten di empat provinsi tersebut.

Pemerintah siap ganti 26.000 guru pensiun 

Sementara itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan bersiap mengganti 26.000 guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang akan pensiun tahun ini. 

Namun menurut Tagor Alamsyah Harahap, kepala seksi penyusunan program direktorat program dan evaluasi direktorat P2TK dikdas, saat ini belum ada persiapan untuk menggantikan guru-guru yang pensiun tersebut. 

“Jadi nanti ketika mereka pensiun, mau tidak mau comot di luaran. [Tetapi] kalau yang di luar itu mekanismenya tidak diatur,” ujarnya di sela-sela diskusi dengan wartawan di kantor kementerian, Senayan, Rabu, 24 Juni.

(BACA: Permasalahan guru honorer yang tak kunjung selesai)

Menurut Tagor, walaupun banyak lulusan lembaga pendidikan tinggi kependidikan (LPTK) dan juga non-LPTK, namun mereka belum bisa menjadi guru apabila belum melewati Pendidikan Profesi Guru (PPG). 

“Apakah stok PPG ini sudah cukup? Belum. Kemampuan LPTK masih sangat terbatas. Yang sudah PPG saja kurang lebih 10.000,” ujarnya. 

Oleh karena itu, pemerintah harus mencari akal untuk mengganti 16.000 guru yang akan pensiun. 

“Kalau LPTK nya itu mampu dan buka jurusan bisa sebenarnya [kita mendapatkan cukup pengganti]. Masalahnya kan misalnya di Kalimantan Barat banyak guru bahasa Inggris yang pensiun, tetapi jurusan bahasa Inggris tidak ada di sana, adanya di Surabaya, kan sulit di sini. Jadi PR (pekerjaan rumah) kita banyak,” kata Tagor. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!