Pilih mana: Gaji besar atau kejar ‘passion’?

Juruh Gagarin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pilih mana: Gaji besar atau kejar ‘passion’?
Apakah kamu lebih memilih pekerjaan bergaji besar yang tidak kamu sukai atau memilih mengejar mimpi meski tanpa jaminan finansial?

Sudah setahun berlalu sejak saya lulus kuliah, namun pertanyaan mengenai pilihan hidup masih selalu muncul saat saya bertemu teman-teman. Kami selalu berdebat mengenai dilema antara memilih karir dengan penghasilan besar atau memilih mengikuti apa yang kita sukai.

“Ikuti passion-mu dan lihat nanti bagaimana kamu bisa memenuhi kebutuhanmu,” kata mereka yang realis.

“Pilih uang dan lihat saja bagaimana kamu akan merasa tidak puas dan tidak berguna sampai kamu mati,” kata mereka yang idealis.

Kebanyakan dari kita tumbuh dengan pemikiran bahwa kita bisa jadi apapun yang kita mau dan percaya bahwa dengan mengikuti passion, uang akan datang dengan sendirinya. Kebanyakan dari kita juga percaya mantra ini, tapi sesungguhnya dalam kehidupan nyata, kenyataan tidak sesederhana itu.

Jadi, ketika saya dihadapkan dengan pertanyaan tersebut, saya selalu memberikan poin-poin berikut untuk dipikirkan.

1. Mengejar passion-mu mungkin tidak bisa menghasilkan uang dengan cepat

Kalau kamu bisa, bagus. Namun, tidak semua orang mampu melakukannya. Bagaimanapun juga kita harus menerima jika tagihan-tagihan yang datang tidak akan peduli dengan apa passion kita.

Kita tidak bisa memilih karir hanya berdasarkan ketertarikan pribadi tanpa peduli faktor-faktor lainnya —pemasukan untuk membiayai kebutuhan pribadi, keluarga, dan masa depan.

Salah besar jika kamu mengartikan “following your dreams” sebagai satu-satunya jalan menuju kebahagiaan.

Banyak yang telah keluar dari pekerjaan mereka dan mengejar passion-nya, tapi menurut saya, tak apa bila passion-mu tidak bisa menjadi profesi saat ini. Kamu bisa tetap menggunakannya sebagai hobi atau bahkan pekerjaan lepas, hingga nantinya kamu bisa menghasilkan uang dari situ.

2. Sudah pikirkan tentang usaha?

Hanya karena kamu suka seni peran bukan berarti kamu harus pergi ke Hollywood atau Broadway begitu saja. Passion bukan sebatas hal-hal manis. Ia butuh pengorbanan.

Menyukai sesuatu tidak otomatis menjadikanmu ahli di bidang itu. Kamu harus berlatih untuk mengembangkannya dan latihan membutuhkan waktu, usaha, dan uang. Semangat saja tidak cukup, kamu juga harus bekerja keras.

3. Tapi, bukankah hidup terlalu singkat dan berharga untuk dibuat membosankan?

Bagaimanapun juga, saya merasa saya tidak dilahirkan sekedar untuk membayar tagihan lalu mati. Bekerja untuk uang bisa menjadi sangat melelahkan. Orang-orang bisa saja menyepelekan kamu karena kamu bukan CEO, tapi kalau kamu meninggal besok dengan perasaan tidak puas akan hidup, toh opini mereka tak berarti apa-apa.

Kata “passion” mungkin terlalu sering digunakan dan disalahartikan, tapi kata itu selalu relevan. Mencoba sesuatu yang baru mungkin beresiko, tapi kamu tak pernah tahu sampai kamu mencobanya.

4. Melakukan pekerjaan yang berarti juga memberikan kepuasan tersendiri

Beberapa orang tidak mengerti mengapa anak muda seperti saya mengambil pekerjaan paruh waktu di saat pekerjaan purna waktu saya sudah mencukupi. Beberapa melihat kami bekerja hanya untuk uang lebih.

Namun, pekerjaan lepas atau paruh waktu adalah pelarian kami dari kesibukan. Ini bukan selalu tentang uang. Kami bekerja demi ide dan tujuan tertentu. Kami ingin dilihat bukan dari posisi karir kami, tapi dari apa yang kami suka kerjakan dan apa efeknya bagi dunia.

Jadi, kalau ditanyakan, uang atau mimpi? Saya jawab, “kenapa tidak keduanya?” —Rappler.com

Julie Ruth Gargarin, 21 tahun. Lulusan Polytechnic University of the Phillipines. Ia bekerja purna waktu, memiliki perusahaan ‘start-up’, dan menulis blog.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!