Tanpa kepercayaan konsumen, naiknya PTKP tak akan dorong konsumsi

Haryo Wisanggeni, Miryam Joseph Santolakis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tanpa kepercayaan konsumen, naiknya PTKP tak akan dorong konsumsi

AFP

Dengan naiknya PTKP di saat kepercayaan masyarakat rendah, alih-alih meningkatkan konsumsi, masyarakat akan menabung.

JAKARTA, Indonesia — Naiknya batas atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diharapkan dapat menjadi salah satu mesin pendorong baru untuk perekonomian Indonesia yang sedang lesu. 

“Menurut (Menteri Keuangan) ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata juru bicara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ani Natalia kepada Rappler baru-baru ini.

Namun, tanpa kepercayaan dari masyarakat terhadap kondisi perekonomian saat ini, skenario di atas tampaknya tak akan terjadi.

“Karena kepercayaan terhadap kondisi perekonomian buruk, mereka pasti akan lebih memilih untuk menabung disposable income yang didapatkan dari naiknya batas PTKP,” kata analis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah.

(BACA: Pertumbuhan ekonomi melambat, waktunya realistis)  

Merujuk pada survei konsumen Bank Indonesia (BI) terbaru, pendapat Imaduddin ada benarnya. 

Tingkat keyakinan konsumen pada Juni 2015 melemah dibanding bulan sebelumnya, meskipun masih dalam level optimis. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2015 yang turun 1,5 poin dari 112,8 pada Mei menjadi 111,3 pada Juni.

Pelemahan IKK didorong oleh penurunan pada kedua komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masing-masing turun sebesar 2,3 poin dan 0,5 poin. 

Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia (IKK) belakangan menunjukkan tren yang negatif. Sumber: Bank Indonesia

Apa penyebab dari situasi ini?

Imadudddin berpendapat bahwa sumber persoalannya adalah kinerja pemerintah sendiri.

“Ada kebijakan-kebijakan yang memukul daya beli masyarakat dan memicu inflasi seperti naiknya harga BBM. Hal ini membuat masyarakat beranggapan bahwa situasi ekonomi saat ini buruk.

“Apalagi pemerintah sering mengungkapkan bahwa penyebab buruknya perekonomian kita ada situasi ekonomi global. Hal ini makin membuat masyarakat berpikir bahwa perekonomian memang sedang buruk,” kata Imaduddin. 

Belum tentu berujung kenaikan gaji

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan penghasilan “adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.

Bentuknya beragam, mulai premi asuransi, royalti, keuntungan penjualan barang atau jasa, hingga gaji sebagai karyawan beserta seluruh komponennya termasuk tunjangan. 

Untuk para karyawan yang gajinya selama ini ada di atas batas PTKP yang lama namun lebih rendah dari batas baru, gaji mereka baru akan naik ketika pemberi kerja memutuskan untuk mengkonversi berkurangnya beban pajak menjadi kenaikan gaji. 

Sayangnya, sepertinya bukan hal tersebut yang akan terjadi. 

“Kalau saya enggak ya (menaikkan gaji), karena perlu diperhitungkan dampak sistemiknya,” kata CEO bukalapak.com Achmad Zaky.

“Artinya begini, kalau saya naikkan gaji satu orang, tentu yang lain juga menuntut hal yang sama.”

Hal senada diungkapkan ketua salah satu ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani. “Persoalannya harus dilihat menyeluruh. Keadaan ekonomi sekarang membuat cost of doing business tinggi, jadi saya kira enggak ya (menaikkan gaji),” kata Shinta

Sesuai dengan pendapat Imaduddin, Shinta juga mengatakan bahwa jika memang ada beban biaya yang berkurang, dirinya sebagai pengusaha akan lebih memilih untuk menabungkannya. 

Potensi berkurangnya penerimaan negara?

Dari sisi pekerja, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos justru merasa was-was dengan adanya batas atas baru PTKP yang lebih tinggi.

Ia khawatir bahwa pemerintah akan mengompensasi potensi berkurangnya penerimaan pajak pasca naiknya batas PTKP dengan kebijakan yang membebani masyarakat. 

(BACA: Peningkatan PTKP: Dorong ekonomi vs kurangnya penerimaan negara)

“Jangan sampai pemerintah mengurangi beban bagi pemodal dengan kebijakan ini, tapi kemudian karena penerimaannya berkurang membuat kebijakan lain yang mengalihkan beban ini ke seluruh rakyat, menaikkan harga BBM misalnya,” kata Nining. 

Menurut Nining, persoalan utama pekerja di tanah air saat ini adalah kesejahteraan ekonomi sehingga kebijakan apapun yang menambah beban ekonomi masyarakat menurutnya harus dihindari oleh pemerintah. 

Yang tetap optimis

Namun tak semua suara bernada pesimis. Wakil komisaris peritel daring mataharimall.com Emirsyah Satar menyambut naiknya batas atas PTKP karena potensi dampaknya terhadap daya beli masyarakat.

“Itu positif, karena akan meningkatkan purchasing power,” kata Emirsyah kepada Rappler. 

Senada dengan Emirsyah, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI M. Misbakhun berpendapat bahwa rencana ini sejalan dengan semangat membantu masyarakat yang berpenghasilan rendah karena akan memberikan ruang bagi mereka untuk lebih banyak berbelanja alih-alih harus membayar pajak.

“Dengan makin banyak melakukan belanja atau konsumsi, diharapkan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi rumah tangga,” kata Misbakhun. Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!