Bagaimana masa depan pengungsi Rohingya di Aceh

Rio Tuasikal

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bagaimana masa depan pengungsi Rohingya di Aceh

EPA

Ada yang ingin bekerja, ada yang ingin sekolah. Bagaimana masa depan para pengungsi Rohingya di Aceh?

ACEH, Indonesia — Hampir setiap hari, di kamp pengungsi di Langsa, Aceh, Muhammad Amin, sibuk memberikan pengumuman. Pria berusia 35 tahun itu baru tinggal beberapa pekan di Aceh tapi dia siap untuk tinggal selamanya di sini. 

“Saya bisa tinggal di sini atau di manapun. Saya tidak tahu apakah Pemerintah Indonesia akan memberi kami pekerjaan atau tidak,” kata Amin. 

“Saya bisa jadi nelayan atau tukang bangunan. Saya bisa bekerja apa saja. Itu di luar kuasa kami. Jika pemerintah mau memberi kami pekerjaan itu terserah pemerintah.” 

Amin adalah satu dari 400 pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh nelayan Aceh. Awalnya dia mau bekerja di Malaysia. Tapi karena kapalnya rusak, mereka terkatung-katung di lautan lebih dari dua bulan dan akhirnya terdampar di Aceh. 

Ibrahim, salah satu nelayan Aceh yang ikut menyelamatkan para pengungsi itu mengaku siap jika harus punya tetangga baru. 

“Boleh. Silakan tampung saja. Mereka ditampung di sini kan tidak minta makan sama kami,” kata Ibrahim. 

“Yang penting pemerintah menyanggupi saja. Mau diapakan, terserah. Tak ada masalah. Mereka sopan dan santun seperti orang Aceh. Kalau saya sedang duduk, mereka menunduk. Nggak jauh beda santunnya. Karena dia muslim, kami muslim. Jadi etikanya tidak jauh beda. Hanya bahasa saja yang berbeda.” 

Tapi tidak semua orang Aceh siap berbaur dengan orang Rohingya. Muhammad berasal dari keluarga nelayan miskin. Dia merasa tidak adil jika pengungsi diberi banyak bantuan termasuk uang secara langsung. 

“Macam kami yang rakyat kecil ini. Ada kerja, ada duit. Ngga ada kerja, ngga ada duit. Mana mungkin ada yang peduli,” kata Muhammad. “Kalau ada musibah kayak gini baru ada orang peduli. Iya kan? Kalau kita gini mana peduli orang?”

Pemerintah Indonesia menyatakan akan mengidentifikasi sumber kecemburuan antara pengungsi dan masyarakat setempat. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sudah mengunjungi tempat penampungan Rohingya di Langsa.  

“Harus dibangun komunikasi secara harmoni supaya keserasian sosial tetap terjaga. Apa yang mungkin diantisipasi jadi sumber kecemburuan masyarakat sekitar, ini memang harus dicari format yang menjadikan ini bagian penguatan keserasian sosial begitu. Untuk resettlement kita akan cari format. Ini Perpres untuk pengungsi juga sedang disusun,” kata Khofifah. 

Hasan, pengungsi Rohingya yang ingin sekolah lagi. Foto dari Asia Calling

Tapi masa depan bagi Ismatara and Hassan, yang keduanya berusia 17 tahun, adalah pergi ke Malaysia. 

“Suami saya ada di Malaysia. Saya kanden pada suami, saudara dan kakek saya yang tinggal di sana dan ingin tinggal bersama mereka,” kata Ismatara. 

Sementara Hasan ingin melanjutkan sekolah agar dia punya kesempatan hidup lebih baik.

“Sampai di Malaysia saya akan sekolah. Karena di Myanmar atau Bangladesh, kami tidak bisa sekolah,” kata Hasan. “Jika saya ke Malaysia saya akan mengajukan beasiswa dan pindah ke negara lain. Saya akan tinggal di sana dan mengubah hidup saya. Saya akan pergi ke negara manapun yang memberikan saya kesempatan belajar lagi.” — Rappler.com

Berita ini berasal dari Asia Calling, program radio mingguan dari KBR.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!