Polisi kriminalisasi KY?

Haryo Wisanggeni, Lauren

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi kriminalisasi KY?
Keputusan Polri yang menetapkan Ketua dan komisioner Komisi Yudisial sebagai tersangka menimbulkan dugaan kriminalisasi. Apa motif polisi?

JAKARTA, Indonesia — Tak berselang lama setelah Komisi Yudisial merekomendasikan sanksi bagi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi, polisi menetapkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan komisioner KY Taufiqurahman Syahuri sebagai tersangka pencemaran nama baik Sarpin. 

Pasalnya KY mengkritisi keputusan Sarpin yang mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Argumen Sarpin ketika melaporkan Suparman dan Taufiq adalah pencemaran nama baiknya karena keduanya berkomentar negatif terkait putusan Sarpin tersebut.

Geram dengan komentar tersebut, Sarpin sempat melayangkan somasi pada KY dan kemudian akhirnya memutuskan melaporkan keduanya. Polisi pun menetapkan mereka sebagai tersangka. Putusan Polri ini mengundang kritik dari berbagai pihak. 

(BACA: Ketua KY jadi tersangka pencemaran nama baik Sarpin)

Kata Taufiqurahman soal penetapan tersangka

Menurut Taufiqurahman, dia tidak mencemarkan nama baik Sarpin, karena yang dikritisinya bukan pribadi Sarpin namun keputusannya. 

“Apa bisa jika putusan yang dikomentari, kemudian pribadinya punya legal standing,” kata Taufiq seperti dikutip CNN Indonesia.  

“Sama seperti MK (Mahkamah Konstitusi) kan saat mengeluarkan putusan tentang Pilkada dan politik dinasti kemarin dikomentari banyak orang, tidak masalah.”

Dia pun membuat analogi yang lain “Misalnya Presiden Jokowi. Kebijakannya soal kenaikan tunjangan DPR dikomentari oleh Dewan (DPR), dia enggak bisa sakit hati. Yang dikritik itu kebijakannya.”

Taufiq mengatakan dia tidak bisa menghadiri pemeriksaan pertama sebagai tersangka pada Senin, 13 Juli, sebagaimana sudah dijadwalkan polisi. Alasannya adalah ada aktivitas lain, yang kedua karena ingin menjalankan ibadah puasa dengan tenang. 

DPR mengkritisi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyayangkan penetapan mereka sebagai tersangka. Menurutnya, polisi seharusnya jadi penengah konflik yang ada. 

“Polri diharapkan tetap bisa menjadi penengah yang bijak sehubungan persoalan KY vs Sarpin tersebut,” kata Didi. 

“Saya pribadi agak menyayangkan penetapan tersangka. Sejauh ini KY saya lihat telah berusaha melakukan perannya seiring harapan dan kritik masyarakat atas peran peradilan yang masih dianggap kurang optimal dan jauh dari harapan.” 

Pengamat hukum pertanyakan putusan Polri

Pengamat Hukum Universitas Indonesia Achyar Salmi mengatakan pejabat negara dalam melaksanakan tugas berkomentar sesuai kapasitas mereka tidak bisa dipidanakan.  

“Kalau memang tidak merasa melakukan kesalahan, maka harus dibebaskan,” kata Achyar seperti dikutip media. “Mereka dilindungi Pasal 50 KUHP bahwa orang-orang yang menjalankan tugas sesuai undang-undang maka tidak bisa dipidana.” 

Menurutnya, walaupun memenuhi unsur pidana, jika orang melaksanakan tindakan sesuai ketentuan UU dianggap tidak melawan hukum. Polisi menurut Achyar harus membuktikan bahwa penetapan tersangka tersebut sesuai dengan prosedur hukum. 

Choky Ramadhan, peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) dan pegiat Koalisi Masyarakat Sipil mengkategorikan putusan Polri sebagai upaya kriminalisasi terhadap pejabat negara.  

Apa sih kriminalisasi itu?  “Pertama secara umum, artinya adalah membuat tindakan yang tadinya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana.”

Menurut dia Polri perlu diperiksa terkait motif untuk menjadikan keduanya sebagai tersangka. “Memang untuk menegakkan hukum, atau ada motif lain, misalnya serangan balik atau memperlemah gerakan.” — Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!