Katanya, saya kelas menengah ngehek

Aditya Sani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Katanya, saya kelas menengah ngehek
Seorang warga kelas menengah Jakarta membeberkan cara bertahan hidup di tengah arus konsumerisme yang menggerogoti Ibukota

 

“Gue kan kelas menengah ngehek, bro!” begitu mereka biasa menyebut dirinya sendiri dalam sebuah kalimat yang terdengar penuh kebanggaan. 

 

Siapa sih mereka? Menurut saya, mereka adalah masyarakat pekerja kelas B dan B+ dengan penghasilan di atas upah minimum regional (UMR) DKI Jakarta, atau berkisar di antara angka 5 hingga 15 juta rupiah. Sebagai informasi yang tidak penting, kelas menengah ngehek punya kecenderungan untuk berusaha sekuat-kuatnya naik ke kelas A.

Pilihan-pilihan mereka atas produk-produk tertentu memiliki pengaruh terhadap pasar. Entah kebetulan atau tidak, pilihan-pilihan mereka banyak dipengaruhi oleh pilihan peer group yang terdekat (baca: teman kantor dan teman nongkrong). Walaupun pengaruh peer group cukup besar, mereka juga termasuk golongan yang picky ketika memilih. Ada kriteria tersendiri ketika memilih sesuatu. Kriteria ini hanya mereka dan (mungkin) Tuhan yang tahu.

Satu hal yang sepertinya pasti (ingat bahwa yang pasti hanya mereka dan Tuhan yang tahu), kelas menengah ngehek menyukai produk yang murah dengan kualitas yang bagus. Saya harus mengakui, berdasarkan pilihan-pilihan yang saya ambil untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahwa saya termasuk kelas menengah ngehek.

Satu hint untuk pembaca yang budiman, saya selalu memilih produk berdasarkan fungsionalitas, harga, dan yang terakhir tingkat ke-hipster-an. Apakah kalian juga seperti saya? Hey, jangan-jangan kalian juga termasuk kelas menengah ngehek.

KELAS MENENGAH. Masyarakat kelas menengah Indonesia lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada transportasi umum, yang merupakan salah satu penyebab kemacetan kronis di Jakarta. Foto oleh AFP

Ada beberapa contoh pilihan-pilihan produk yang saya ambil dan membuat saya termasuk ke dalam kelas menengah ngehek. Di antaranya:

Rumah atau apartemen 

– Rumah. Ketika dua tahun yang lalu saya ingin membeli rumah, saya melakukan desktop research terlebih dahulu. Hasilnya? Kalau pun ada yang murah, lokasinya bisa dipastikan jauh dari pusat peradaban (baca: Jakarta Selatan).

– Apartemen. Saya sempat terpeleset hampir membeli apartemen di Pakubuwono Terrace, Jakarta Selatan. Untungnya saya termasuk golongan manusia yang sentimentil, dan ingin memiliki tanah dan halaman milik sendiri. Rencana ini batal dan saya dorong orang tua saya untuk membeli apartemen tersebut.

Transportasi pendukung mobilitas sehari-hari 

– Mobil pribadi. No sweat. Mobil pribadi saya adalah hadiah ulang tahun dari orang tua ketika saya berusia 23 tahun. Sayangnya, mobil pribadi saya saat ini hanya dipakai saat weekend dan hanya bila ada keperluan.

Transportasi umum. Iya, saya sudah bertaubat dan tidak lagi ingin menjadi bagian dari polusi. Saat ini, saya lebih memilih berjalan kaki lalu menggunakan commuter line yang dipadu dengan bus kota atau Transjakarta.

Smartphone yang digunakan 

Blackberry. This gadget is so last year.

Samsung Galaxy Note. Sejujurnya, saya pernah menggunakan tipe smartphone ini. Sayangnya, ketika menggunakannya saya dibuat bingung dengan begitu banyaknya aplikasi yang penuh dengan bugs.

Apple iPhone 5. Ketika pertama kali iPhone diluncurkan ke pasaran, saya dan teman-teman (di kantor lama) mendorong-dorong direktur eksekutif kami untuk bersama-sama membeli iPhone dengan skema cicilan korporat, dan berhasil. Penggunaan iPhone dan upgrading tipe handset berlangsung hingga akhirnya saya membeli iPhone 5.

Apple iPhone 6? Nanti dulu, ada kewajiban hakiki untuk menafkahi istri dan anak.

Merk pakaian 

Zara. Produk ini sempat menjadi pilihan saya, sampai kemudian saya mengenal H&M lebih dekat.

H&M. Dulu jauh sebelum gerai H&M hadir di Jakarta, saya sering menyempatkan diri untuk berbelanja H&M di Singapura. Karena H&M menawarkan pakaian-pakaian berkualitas, desain yang simplistik, modis, dan harganya tidak semahal Zara. By the way, sejak gerai H&M ada di Jakarta saya tidak pernah lagi berkunjung ke Singapura.

Sepatu 

Camper. Untuk kalian yang belum mengenal merk sepatu ini, let me tell you, boys, this is a good investment.

Nike. Nike Air Max (black) yang terakhir saya beli adalah hasil dorongan peer group. Untungnya running shoes ini berhasil membuat saya merasa lebih hip beberapa persen, walaupun perut saya buncit dan tidak ada potongan pelari.

Aksesoris 

Swatch dan Casio. Saya secara bergantian menggunakan kedua merk ini, karena fungsionalitas, modelnya yang simplistik, dan harganya yang reasonable.

Masih banyak lagi pilihan lainnya, yang sementara ini hanya saya dan Tuhan yang tahu.

Sebagai tambahan informasi, tulisan ini tidak begitu penting. Tetapi saya ingin tahu, apakah kalian merasa menjadi bagian dari kelas menengah ngehek? —Rappler.com

Aditya Sani adalah seorang networker dan praktisi public relations di Jakarta. Ia juga merupakan pendiri Midjournal.com. Follow akun Twitter-nya @AdityaSani.

Artikel ini sebelumnya diterbitkan oleh Midjournal.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!