Tokoh penting di Papua diduga rencanakan kerusuhan Tolikara

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tokoh penting di Papua diduga rencanakan kerusuhan Tolikara
"Kerusuhan itu ada yang men-setting. Tapi ada beberapa orang luar dari wilayah itu terlibat dalam kerusuhan. Aktor intelektualnya kita masih cari.”

JAKARTA, Indonesia — Seorang tokoh penting di Papua diduga terlibat dalam merencanakan kerusuhan di Tolikara, yang terjadi pada Jumat, 17 Juli.

Sumber Rappler dari lembaga pertahanan negara menginformasikan bahwa tokoh penting tersebut sebelum kerusuhan telah merencanakan pembakaran kios-kios di Tolikara. Penegak hukum sedang mengumpulkan buktinya. 

Hal ini terkonfirmasi oleh pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang menyatakan bahwa kerusuhan memang sudah direncanakan.

“Kerusuhan itu ada yang men-setting,” kata Badrodin seperti dikutip media. “Tapi ada beberapa orang luar dari wilayah itu terlibat dalam kerusuhan. Aktor intelektualnya kita masih cari.”  

Sampai dengan Senin, 20 Juli, sudah 21 orang diperiksa, termasuk pendeta dari Gereja Injil di Indonesia (GIDI), namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. 

Sekelompok orang diduga anggota GIDI diberitakan membakar musala dan kios-kios setelah membubarkan umat Islam yang hendak melakukan salat Idul Fitri di Musala Baitul Mustaqin, Jumat, 17 Juli. Mereka diduga keberatan dengan penggunaan pengeras suara yang dinilai mengganggu acara kebaktian kebangunan rohani (KKR) dan seminar yang diselenggarakan GIDI. 

Berawal dari surat

Sumber dari Twitter

Di media sosial beredar foto dari surat yang ditengarai berasal dari Badan Pekerja Sinode GIDI, yang melarang umat Islam merayakan Idulfitri di Karubaga. Surat tersebut bertanggal 11 Juli. Alasan pelarangan adalah karena pada saat yang bersamaan ada KKR Pemuda GIDI tingkat internasional di Karubaga. 

Namun Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdjiatno membantah ini. “Soal surat edaran itu, setelah kapolda dan pangdam setempat turun ke daerah itu, mereka membantah bahwa tidak pernah ada seperti itu,” kata Tedjo, Senin, pada Antara.

Tedjo mengatakan panitia KKR GIDI juga membantah pernah menerbitkan surat tersebut. “Itu bisa saja dari pihak-pihak yang ingin memperkeruh suasana, tetapi dari mereka tidak pernah mengeluarkan itu,” katanya.  

Pernyataan Tedjo bertentangan dengan pernyataan Kepala Kantor Kementerian Agama Tolikara Yusak Mauri yang membenarkan surat tersebut. 

“Beberapa kali kami mengadakan pertemuan yang menghadirkan tokoh agama se-Kabupaten Tolikara, namun pihak Badan Pekerja GIDI Wilayah Toli selalu menolak dengan dalih keputusan larangan tersebut sebagai hal mutlak berlaku di wilayah Tolikara karena merupakan hasil Sidang Sinode GIDI,” kata Yusak pada Tempo, Sabtu. 

Benarkah kerusuhan disebabkan oleh GIDI?  

Polisi dan GIDI memiliki versi berbeda terkait kerusuhan tersebut. Menurut polisi, sekitar 70 orang dari GIDI menyerang warga muslim yang akan melaksanakan salat. Aparat berusaha menghalau, tapi penyerang mulai melempari apart dengan batu. 

“Pukul 07.05 WIT mulai ada yang melempari batu. Pukul 07.10 WIT ada yang merusak kios dan masjid. Mereka dibubarkan tidak mau, mereka malah ngejar-ngejar polisi,” kata Humas Polri Kombes Suharsono seperti dikutip media. 

Polisi mulai menembak ke udara, lalu ke tanah. Penyerang membubarkan diri, namun kemudian mereka kembali dan mulai membakar kios dan musala. 

Sementara itu, berdasarkan versi GIDI, insiden dimulai pukul 08.30 WIT saat beberapa pemuda gereja mendatangi kelompok muslim yang sedang melangsungkan salat Ied. Mereka ingin memberitahu warga muslim ini terkait penggunaan toa yang mengganggu KKR yang sedang berlangsung di tempat yang hanya berjarak 300 meter dari lokasi. 

Ketika pemuda hendak menyampaikan aspirasi ini di depan umum, secara tertib tiba-tiba seorang pemuda tertembak timah panas. Tanpa ada perlawanan TNI/Polri melakukan penembakan bertubi-tubi mengakibatkan 12 orang terkena peluru. Satu orang kemudian meninggal dunia. 

“Tak pernah ada keinginan untuk membakar musala,” kata Presiden GIDI Pendeta Dorman Wandikmbo seperti dikutip Tempo

“Beberapa pemuda yang kesal melampiaskan kemarahan ke kios itu untuk menunjukkan perlawanan terhadap sikap represif polisi. Tidak pernah ada yang menyangka jika api dari kios dengan cepat membesar dan merembet ke perumahan sampai ke musala.”

Tak hanya rumah penduduk muslim saja yang terbakar, menurut Dorman, ada rumah warga nonmuslim juga terbakar. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!